PENGERTIAN ZINA
Dalam al-Mu’jamul Wasith hal 403 disebutkan, “Zina ialah
seseorang bercampur dengan seorang wanita tanpa melalui akad yang sesuai dengan
syar’i.”
HUKUM ZINA
Zina
adalah haram hukumnya, dan ia termasuk dosa besar yang paling besar.
Allah swt berfirman:
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu
adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk.” (QS al-Israa’: 32)
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a, ia berkata: Saya pernah
bertanya kepada Rasulullah saw, “(Ya Rasulullah), dosa apa yang paling besar?”
Jawab Beliau, “Yaitu engkau mengangkat tuhan tandingan bagi Allah, padahal
Dialah yang telah menciptakanmu.” Lalu saya bertanya (lagi), “Kemudian
apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir ia makan
denganmu.” Kemudian saya bertanya (lagi). “Lalu apa lagi?” Jawab Beliau, “Engkau
berzina dengan isteri tetanggamu.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 114
No. 6811, Muslim I: 90 No. 86, ‘Aunul Ma’bud VI: 422 No. 2293 No. Tirmidzi V:
17 No. 3232).
Allah swt berfirman:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain
beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya)
kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang
melakukan yang demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),
(yakni) akan dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal
dalam azab itu, dalam keadaan terhina. Kecuali orang-orang yang bertaubat,
beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka itu kejahatan mereka diganti Allah
dengan kebajikan. dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Al-Furqaan: 68-70).
Dalam hadist Sumarah bin Jundab yang panjang tentang mimpi
Nabi saw, Beliau saw bersabda:
“Kemudian kami berjalan dan sampai kepada suatu bangunan
serupa tungku api dan di situ kedengaran suara hiruk-pikuk. Lalu kami tengok ke
dalam, ternyata di situ ada beberapa laki-laki dan perempuan yang telanjang
bulat. Dari bawah mereka datang kobaran api dan apabila kena nyala api
itu, mereka memekik. Aku bertanya, “Siapakah orang itu” Jawabnya, “Adapun
sejumlah laki-laki dan perempuan yang telanjang bulat yang berada di dalam
bangunan serupa tungku api itu adalah para pezina laki-laki dan
perempuan.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir
no: 3462 dan Fathul Bari XII: 438 no: 7047).
Dari Ibnu Abbas r.a bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah
seorang hamba berzina tatkala ia sebagai seorang mu’min; dan tidaklah ia mencuri,
manakala tatkala ia mencuri sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia meneguk
arak ketikaia meneguknya sebagai seorang beriman; dan tidaklah ia membunuh
(orang tak berdosa), manakala ia membunuh sebagai seorang beriman.”
Dalam lanjutan riwayat di atas disebutkan:
Ikrimah berkata, “Saya bertanya kepada Ibnu Abbas,
‘Bagaimana cara tercabutnya iman darinya?’ Jawab Ibnu Abbas: ‘Begini –ia
mencengkeram tangan kanan pada tangan kirinya dan sebaliknya, kemudian ia
melepas lagi–, lalu manakala dia bertaubat, maka iman kembali (lagi) kepadanya
begini –ia mencengkeramkan tangan kanan pada tangan kirinya (lagi) dan
sebaliknya-.’” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7708, Fathul Bari XII: 114
no: 6809 dan Nasa’i VIII: 63).
KLASIFIKASI ORANG BERZINA
Orang yang
berzina adakalanya bikr atau ghairu muhshan
(Perawan atau lajang (untuk perempuan) dan perjaka atau bujang (untuk
laki-laki)), atau adakalanya muhshan (orang yang sudah beristeri
atau bersuami).
Jika yang
berzina adalah orang merdeka, muhshan, mukallaf dan tanpa paksaan
dari siapa pun, maka hukumannya adalah harus dirajam hingga mati.
Muhshan ialah orang yang pernah melakukan jima’ melalui akad nikah
yang shahih. Sedangkan mukallaf ialah orang yang sudah mencapai usia
akil baligh. Oleh sebab itu, anak dan orang gila tidak usah dijatuhi hukuman.
Berdasarkan hadist “RUFI’AL QALAM ’AN TSALATSATIN (=diangkat pena dari
tiga golongan)”.
Dari Jabir
bin Abdullah al-Anshari ra bahwa ada seorang laki-laki dari daerah Aslam datang
kepada Nabi saw lalu mengatakan kepada Beliau bahwa dirinya benar-benar telah
berzina, lantas ia mepersaksikan atas dirinya (dengan mengucapkan) empat kali
sumpah. Maka kemudian Rasulullah saw menyuruh (para sahabat agar
mempersiapkannya untuk dirajam), lalu setelah siap, dirajam. Dan ia adalah
orang yang sudah pernah nikah. (Shahih: Shahih Abu Daud no: 3725, Tirmidzi II:
441 no: 1454 dan A’unul Ma’bud XII: 112 no: 4407).
Dari Ibnu
Abbas r.a bahwa Umar bin Khattab ra pernah berkhutbah di hadapan
rakyatnya, yaitu dia berkata, “Sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad saw
dengan cara yang haq dan Dia telah menurunkan kepadanya kitab al-Qur’an. Di
antara ayat Qur’an yang diturunkan Allah ialah ayat rajam, kami telah
membacanya, merenungkannya dan menghafalkannya. Rasulullah saw pernah merajam
dan kami pun sepeninggal Beliau merajam (juga). Saya khawatir jika zaman yang
dilalui orang-orang sudah berjalan lama, ada seseorang mengatakan, “Wallahi,
kami tidak menjumpai ayat rajam dalam Kitabullah.” Sehingga mereka tersesat
disebabkan meninggalkan kewajiban yang diturunkan Allah itu, padahal ayat rajam
termaktub dalam Kitabullah yang mesti dikenakan kepada orang yang berzina yang
sudah pernah menikah, baik laki-laki maupun perempuan, jika bukti sudah jelas,
atau hamil atau ada pengakuan.” (Mutafaqun ’alaih: Fathul Bari XII: 144 no:
6830, Muslim III: 1317 no 1691, ‘Aunul Ma’bud XII: 97 no: 4395, Tirmidzi II:
442 no: 1456).
HUKUMAN BUDAK YANG BERZINA
Apabila
yang berzina adalah budak laki-laki ataupun perempuan, maka tidak perlu
dirajam. Tetapi cukup didera sebanyak lima puluh kali deraan, sebagaimana yang
ditegaskan firman Allah swt:
“Dan
apabila mereka Telah menjaga diri dengan kawin, Kemudian mereka melakukan
perbuatan yang keji (zina), Maka atas mereka separo hukuman dari hukuman
wanita-wanita merdeka yang bersuami.” (QS An-Nisaa: 25)
Dari
Abdullah bin Ayyasy al-Makhzumi, ia berkata, “Saya pernah diperintah Umar bin
Khattab ra (melaksanakan hukum cambuk) pada sejumlah budak perempuan karena
berzina, lima puluh kali, lima puluh kali cambukan.” (Hasan: Irwa-ul Ghalil no:
2345, Muwaththa‘ Malik hal 594 no: 1058 dan Baihaqi VIII: 242)
ORANG YANG DIPAKSA BERZINA TIDAK
BOLEH DIDERA
Dari Abu
Abdurahhman as-Silmi ia berkata: “Umar bin Khatab ra pernah dibawakan seorang
perempuan yang pernah ditimpa haus dahaga luar biasa, lalu ia melewati seorang
penggembala, lantas ia minta air minum kepadanya. Sang penggembala enggan
memberikan air minum, kecuali ia menyerahkan kehormatannya kepada seorang
penggembala. Kemudian terpaksa ia melaksanakannya. Maka (Umar) pun
bermusyawarah dengan para sahabat untuk merajam perempuan itu, kemudian Ali ra
menyatakan, ‘Ini dalam kondisi darurat, maka saya berpendapat hendaklah engkau
melepaskannya.’ Kemudian Umar melaksanakannya.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no:
2313 dan Baihaqi VIII: 236).
(adapun Penggembala dikenakan hukuman-red)
HUKUMAN BIKR (PERAWAN ATAU PERJAKA)
YANG BERZINA
Allah swt berfirman:
“Perempuan
yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari
keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya
mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah,
dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh
sekumpulan orang-orang yang beriman.”
(QS An-Nuur: 2).
Dari
Zaid bin Khalid-al-Juhanni ra, ia berkata, “Saya pernah mendengar Nabi saw
mnyuruh orang yang berzina yang belum pernah kawin didera seratus kali dan
diasingkan selama setahun.” (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 2347 dan Fathul Bari
XII: 156 no: 6831)
Dari
Ubadah bin Shamit ra bahwa Rasulullah saw bersabda, “Ambillah dariku,
ambillah dariku; sungguh Allah telah menjadikan jalan (keluar) untuk mereka;
gadis (berzina) dengan jejaka dicambuk seratus kali cambukan dan diasingkan
setahun, dan duda berzina dengan janda didera seratus kali didera dan dirajam.”
(Shahih: Mukthashar Muslim no: 1036, Muslim III: 1316 no: 1690, ’Aunul Ma’bud
XII: 93 no: 4392, Tirmidzi II: 445 no: 1461 dan Ibnu Majah II: 852 no: 2550).
DENGAN APA HUKUM HAD SAH
DILAKSANAKAN?
Hukum had
dianggap sah dilaksanakan dengan dua hal: pertama, pengakuan dan kedua,
disaksikan oleh para saksi. (Fiqhus Sunnah III: 352).
Masih
penasaran kan??? Untuk lebih jelasnya, ikuti pada edisi berikutnya.......
Sumber: Diadaptasi dari 'Abdul
'Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil 'Aziz,
atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah
Ash-Shahihah, terj. Ma'ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm 820 - 834.
Selasa, 22 Mei 2007 20:22 Fani Media
Tidak ada komentar:
Posting Komentar