Dari Ibnu ‘Umar ra, bahwasanya ia berkata: “Sesungguhnya
Rasulullah saw mewajibkan zakat Fithri pada bulan Ramadhan kepada manusia.”
(HR. Bukhari & Muslim)
Sesungguhnya Allah swt telah mensyari’atkan kepada kaum muslimin untuk
menunaikan zakat fithri pada penghujung bulan Ramadhan sebelum pelaksanaan
shalat ‘Iedul Fithri, sebagai penutup bulan ini.
A.
Hukum Zakat Fithri.
Zakat Fithri merupakan
salah satu kewajiban yang yang telah ditetapkan oleh Rasulullah saw kepada kaum
muslimin. Hukum perkara-perkara yang diwajibkan atau diperintahkan oleh
Rasulullah saw adalah sama dengan yang diperintahkan atau diwajibkan oleh Allah
swt. Allah swt berfirman: “Barangsiapa yang mentaati Rasul, maka sesungguhnya
ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu),
maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS.An-Nisa’:
80)
“Dan barangsiapa
yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang
bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang
telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali.” (QS.An-Nisa’: 115)
“Apa yang diberikan
Rasul kepada kalian, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah sangat keras
hukumannya.” (QS.Al-Hasyr: 7)
Zakat fithri diwajibkan
kepada orang tua, anak-anak, laki-laki, perempuan, orang yang meredeka, dan
budak dari kalangan kaum Muslimin. ‘Abdullah bin ‘Umar ra berkata: “Rasulullah
saw mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan sebesar satu sha’ kurma atau
satu sha’ gandum atas hamba, orang merdeka, laki-laki, perempuan, anak-anak,
dan orang tua dari kalangan kaum Muslimin.” (HR.Bukhari & Muslim).
Adapun janin dalam
kandungan, ia tidak terkena kewajiban zakat fithri, namun tidak mengapa jika
ada yang mau membayarkannya. Dahulu ‘Utsman bin ‘Affan ra mengeluarkan zakat
fithrah atas janin dalam kandungan.
Orang yang tidak
mempunyai kelebihan harta untuk menafkahi kebutuhannya pada pagi hingga malam
hari raya tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fithri. Jika kelebihan
harta yang dimiliki seseorang kurang dari satu sha’, maka ia tetap mengeluarkan
zakat sesuai dengan kemampuannya. Allah swt berfirman: “Maka bertakwalah
kalian kepada Allah menurut kesanggupan kalian dan dengarlah serta taatlah dan
nafkahkanlah nafkah yang baik untuk diri kalian. Dan barangsiapa yang
dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS.At-Taghobun: 16)
Rasulullah saw
bersabda: “Jika aku memerintahkan suatu perkara kapada kalian, maka
lakukanlah semampu kalian.” (HR.Bukhari & Muslim)
B.
Hikmah Zakat Fithri.
Di antara hikmah disyari’atkannya
zakat fithri adalah ia merupakan bentuk perbuatan baik kepada fakir miskin,
sekaligus mencegah mereka dari meminta-minta pada hari Raya, agar mereka dapat
bergembira dan bersenang-senang bersama orang-orang kaya sehingga kebahagiaan
hari itu dapat dirasakan oleh semua kalangan. Hikmah lainnya, zakat membuahkan
sifat kedermawanan dan kasih saying,sekaligus menyucikan orang yang berpuasa
dari dosa, kekurangan dan kesia-siaan. Zakat juga merupakan ungkapan rasa
syukur atas nikmat Allah swt, berupa kesempurnaan pelaksanaan ibadah puasa pada
bulan Ramadhan, menghidupkannya dengan mendirikan shalat, dan kemudahan untuk
melakukan amal-amal sholih lainnya.
Diriwayatkan dari Ibnu
‘Abbas ra, ia berkata: “Rasulullah saw mewajibkan zakat fithrah untuk menyucikan
orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus
untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum
shalat ‘Ied maka ia merupakan zakat yang diterima, sedangkan barangsiapa yang
menunaikannya setelah shalat ‘Ied maka ia termasuk sedekah.” (HR.Abu
Dawud dan Ibnu Majah)
C.
Jenis Zakat Fithri.
Perlu diketahui, bahwa
harta yang dijadikan zakat fithri berupa makanan manusia, yaitu gandum, kurma,
beras, kismis, keju, dan sebagainya. Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Rasulullah
saw mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan dengan satu sha’ kurma atau
satu sha’ gandum.” (HR.Bukhari & Muslim).
Pada waktu itu, gandum
merupakan makanan pokok mereka, sebagaimana diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri
ra, ia berkata: “Dahulu, pada zaman Nabi saw, kami mengeluarkan satu sha’
makanan ketika hari raya. Pada saat itu, yang menjadi makanan kami adalah
gandum, kismis, keju dan kurma.” (HR.Bukhari).
Pemberian makan kepada
binatang ternak tidak mampu menggantikan posisi zakat fithrah. Sebab, Nabi saw
memerintahkan untuk memberi makan kepada orang miskin, bukan binatang ternak.
Pakaian, tempat tidur,
serta benda-benda lainnya selain makanan tidak dapat digunakan untuk membayar
zakat fithri. Sebab Nabi saw mewajibkan pembayaran zakat fithri dengan makanan
pokok. Ketentuan Nabi saw tidak boleh dilanggar. Demikian pula, tidak
dibolehkan mengganti makanan dengan uang yang senilai atau
seharga makanan karena ini menyelisihi perintah Rasulullah saw. Nabi saw
bersabda: “Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan termasuk
dari ajaran kami maka ia tertolak.” Disebutkan dalam riwayat lain: “Barangsiapa
yang mengada-ngadakan di dalam urusan (agama) ini apa-apa yang bukan darinya
maka ia tertolak.” (HR.Muslim).
Alasan lainnya, bahwa
pembayaran zakat fithri dengan uang itu menyelisihi amalan para sahabat, yakni
mereka menunaikannya dengan satu sha’ makanan. Nabi saw bersabda: “Wajib
bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin
yang mendapat petunjuk setelahku.”(HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah,
at-Tirmidzi)
D.
Ukuran Zakat Fithri.
Ukuran zakat fithrah
adalah satu sha’ Nabawi. Beratnya mencapai 480 mitsqal atau 2,04 kg gandum yang
berkualitas baik. Berat satu mitsqal setara dengan 4,25 gram sehingga 480
mitsqal sama dengan 2.040 gram. Jadi satu sha Nabawi sama dengan 2.040 gram
gandum. Adapun tentang konversi dari sha’ ke kg maka para mu’ashirin berselisih
dalam hal ini:
Ø Syaikh Abdul ‘Aziz bin
Baz rhm berkata: “Ukuran zakat dengan berat adalah 3 kg dengan ukuran
pendekatan..”
Ø Syaikh Abdullah Ali
Bassam rhm berkata: “Satu sha’ kalau diukur dengan hitungan berat saat ini
adalah 3000 gram (3 kg).”
Ø Syaikh Sholih Al-Fauzan
rhm berkata: ”Dia sebanding dengan 3 kg”
Ø Dan Syaikh Muhammad bin
Sholih Al-Utsaimin rhm berkata: ‘Satu sha’ Rasulullah saw… sama dengan 2040
gram.”
Ø Dan juga Lajnah Daimah
Saudi Arabia berfatwa: “Satu sha’ Rasulullah saw… ukurannya sekitar 3 kg”
E.
Waktu Zakat Fithri.
Penentuan waktu wajib
zakat fithrah ketika terbenamnya matahari pada malam hari raya adalah karena ia
merupakan saat berbuka dari puasa Ramadhan, maka zakat tersebut disandarkan
kepada waktu berbuka. Oleh sebab itulah, ia disebut zakatul fithri (berbuka)
dari ramadhan. Waktu pembayaran zakat fithrah terdiri dari dua bagian: waktu
yang utama dan waktu yang dibolehkan. Waktu utamanya adalah ketika shubuh pada
hari raya, sebelum dilaksanakannya shalat ‘Ied. Dari Abu Sa’id al-Khudri ra
berkata: “Dahulu, pada zaman Nabi saw, kami mengeluarkan satu sha’ makanan
ketika hari berbuka.” Diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Umar ra: “Bahwasanya
Nabi saw memerintahkan pembayaran zakat fithrah sebelum orang-orang keluar
untuk melaksanakan shalat ‘Ied.” (HR.Muslim)
Adapun waktu yang
dibolehkan, adalah satu atau dua hari sebelum hari raya. Dari Nafi’, ia
berkata: “Dahulu, Ibnu ‘Umar mengeluarkan zakat fithrah atas anak kecil,
orangtua, bahkan anak-anakku. Beliau memberikannya kepada orang-orang yang
berhak menerimanya. Zakat itu diberikan satu atau dua hari sebelum hari raya.”
(HR.Bukhari)
F.
Tempat dan Cara Menunaikannya.
Tentang tempat
pembayarannya, zakat fithrah diberikan kepada orang-orang fakir yang ada di
tempat sewaktu seseorang terkena kewajiban zakat ini. Kalangan yang yang berhak
menerima zakat fithrah adalah orang-orang fakir dan orang-orang yang tidak
mampu melunasi hutangnya. Mereka mendapatkan zakat ini sesuai dengan kebutuhan
mereka. Dalam hal ini, zakat fithrah seseorang boleh dibagikan kepada beberapa
orang fakir. Demikian pula sebaliknya, zakat fithrah yang dibayarkan oleh sekelompok
orang juga boleh dibagikan kepada satu orang miskin. Sebab, Nabi saw menentukan
besar zakat fithrah dan tidak menentukan jumlah orang yang berhak menerimanya.
Allahu a’lam
Pengirim: Abu Bilal
Allohu a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar