“Astagfirullah wa
natubu ilaihi”. Kejahilan dan hawa nafsu sungguh
telah mendominasi akal sehat sebagian penduduk Negeri Pertiwi ini. Sehingga
kesyirikan dan kesalahan dalam ta’abbudi seorang hamba telah berada di jurang
kenistaan jahannam.
Ritual “Rebo Wekasan”, telah menjadi ritual besar
yang dikemas dalam bentuk kirab budaya dan diakhiri dengan pembagian air
salamun (Air Keselamatan). Sehingga ada warga desa menggelar acara
tersebut pada Selasa sore, Pertanda bahwa hari itu adalah hari “Rabu”
terakhir di bulan Safar dengan membagi-bagikan (memperebutkan) air Salamun
tersebut.
Kirab berlangsung sejauh 2 kilometer dari lapangan dan
berakhir di Masjid. Kirab itu mengusung aneka potensi Desa, terutama hasil
pertanian dan kerajinan bambu. (ini kata mereka)
Parahnya, mereka berpandangan bahwa ritual seperti ini
merupakan pelestarian tradisi syiar Islam yang dilakukan seorang ulama bernama
Ndoro Ali pada 1925. Dalam syiarnya, Ndoro Ali membagi-bagikan air salamun yang
bersumber dari sumur kuno Masjid Al Makmur, Kudus
Konon, sumur itu muncul setelah Sunan Kudus menancapkan
tongkat di sekitar masjid. Hal itu terjadi bersamaan ketika Aryo Penangsang
membangun Masjid Al Makmur.
“Disebut air salamun karena air itu diyakini bertuah dan
menjadi sarana menangkal bala atau ancaman marabahaya. Salamun berasal dari
kata ‘salam’ yang berarti ‘selamat’,” jelas Kepala Seksi Promosi Wisata Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Mutrikah.
Hal ini menjadi suatu bentuk kesyirikan, sebab mereka mengkramatkan
(‘memuliakan’) air tersebut dan meyakini Bahwa air Salamun tersebut dapat menjadi
sarana menangkal bala atau ancaman marabahaya. (Admin-HASMI/kom).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar