Setiap muslim
pasti bersaksi, mengakui bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasulullah, tapi tidak
semua muslim memahami hakikat yang benar dari makna syahadat Muhammad
Rasulullah, dan juga tidak semua muslim memahami tuntutan dan konsekuensi dari
syahadat tersebut. Fenomena inilah yang mendorong khatib untuk menjelaskan
makna yang benar dari syahadat Muhammad Rasulullah dan konsekuensinya.
Makna dari syahadat
Muhammad Rasulullah adalah pengakuan lahir batin dari seorang
muslim bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah, Abdullah wa Rasuluhu
yang diutus untuk semua manusia sebagai penutup rasul-rasul sebelumnya.
Dari makna di atas
bisa dipetik bahwa yang terpenting dari syahadat Muhammad Rasulullah adalah dua
hal yaitu: Bahwa Muhammad itu adalah abdullah (hamba Allah) dan Muhammad
itu rasulullah (utusan Alloh). Dua hal ini
merupakan rukun syahadat Muhammad Rasulullah.
“Katakanlah:
"Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku.” (A1 Kahfi; 110).
Syaikh Muhammad
bin Shalih A1 Utsaimin menjelaskan: Dalam ayat di atas Allah memerintahkan
NabiNya untuk mengumumkan kepada manusia bahwa saya hanyalah seorang hamba sama
dengan kalian, bukan Rabb (Tuhan).
إِنَّمَا أَنَا عَبْدٌ فَقُوْلُوْا
عَبْدُ اللهِ وَرَسُوْلُهُ.
“Saya hanya
seorang hamba, maka katakanlah hamba Allah dan RasulNya”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Syaikh Al-Utsaimin
berkata: Saya hanyalah hamba yakni saya tidak punya hak dalam rububiyah dan
juga dalam hal-hal yang menjadi keistimewaan Allah.
Keyakinan bahwa
Muhammad adalah hamba Allah menuntut kepada kita untuk mendudukkan beliau di
tempat yang semestinya, tidak melebih-lebihkan beliau dari derajat yang
seharusnya sebab beliau hanyalah seorang hamba yang tidak mungkin naik
derajatnya menjadi Rabb.
Dari sini termasuk
kesesatan jika ada yang ber-isti’anah1, ber-istighatsah2, memohon kepada Nabi untuk mendatangkan manfaat dan menolak mudharat sebab
hal itu adalah hak mutlak Allah sebagai Rabb.
"Katakanlah:
"Sesungguhnya aku tidak kuasa mendatangkan sesuatu kemudharatanpun
kepadamu dan tidak (pula) sesuatu kemanfaatan". (Al-Jin; 21).
Kemudian syahadat
“Muhammad Rasulullah” menuntut kita untuk mengimani risalah yang beliau
sampaikan, beribadah dengan syariat yang beliau bawa, tidak mendustakan, tidak
menolak apa yang beliau ucapkan maupun yang beliau lakukan.
Seorang Muslim
yang beriman bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul Allah, dituntut untuk
mewujudkan beberapa hal sebagai bukti kebenaran keimanannya.
Hal hal yang wajib diwujudkan sebagai
konsekuensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah:
1. Membenarkan semua berita yang
shahih dari Rasul Allah saw.
Muhammad adalah
Rasulullah yang diistimewakan dari manusia lainnya dengan wahyu, maka jika
Beliau memberitakan berita masa lalu maupun berita masa depan maka berita itu
sumbernya adalah wahyu yang kebenarannya tidak boleh ragukan lagi.
Di antara
berita-berita dari Rasulullah yang wajib kita terima adalah: Berita tentang
tanda-tanda hari kiamat, seperti munculnya dajjal, turunnya Nabi Isa, terbitnya
matahari dari barat, berita tentang pertanyaan di alam kubur; Adzab dan nikmat
kubur, begitu juga berita tentang datangnya malaikat maut dalam bentuk manusia
kepada Nabi Musa untuk mencabut nyawanya lalu Nabi Musa menamparnya hingga
rusak salah satu matanya.
Semua berita di
atas dan juga berita-berita lain yang berasal dari hadits-hadits shahih, wajib
kita percayai, jangan sekali-kali kita dustakan dengan alasan berita itu
bertentangan dengan akal sehat atau bertentangan dengan zaman.
2. Mentaati Rasulullah
Seorang muslim
wajib taat kepada Rasulullah sebagai perwujudan sikap pengakuan terhadap
kerasulan Beliau.
“Barangsiapa yang
mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah”. (Al-Nisaa’; 80)
Syaikh Abdur
Rahman Nasir As Sa'dy berkata: setiap orang yang mentaati Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam dalam perintah-perintah dan larangan-larangannya
dia telah mentaati Allah, sebab Rasulullah tidak memerintahkan dan melarang
kecuali dengan perintah, syariat dan wahyu yang Allah turunkan.
Taat kepada Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam mempunyai dua sisi:
1. Taat dalam perintah dengan menjalankan semua perintahnya, di antara
perintah Beliau yang wajib kita taati adalah: Perintah mencelupkan lalat yang
jatuh dalam minuman atau makanan, mencuci tangan tiga kali sehabis bangun dari
tidur, mengucapkan Basmallah ketika makan, makan dan minum dengan tangan kanan,
shalat berjamaah dan lain-lain.
Sebagian orang menolak perintah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
dengan berbagai alasan, misalnya dia menolak perintah menenggelamkan lalat
dengan alasan hal itu menyalahi ilmu kesehatan, dan perintah itu bersumber dari
Rasul sebagai manusia biasa. Sikap ini adalah godaan syaitan yang bermuara
kepada penolakan terhadap sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam .
2. Sisi kedua dari mentaati Rasul adalah menjauhi larangan Rasulullah, sebab
yang dilarang Rasulullah juga otomatis dilarang oleh Allah, di antara larangan
tersebut: Larangan memakan binatang buas yang bertaring, larangan makan atau
minum dengan bejana emas atau perak, larangan menikahi seorang wanita bersama
saudara atau bibinya, larangan memanjangkan kain (sarung atau celana) di bawah
mata kaki, larangan melamar di atas lamaran orang lain, larangan menjual atau membeli
di atas penjualan atau pembelian orang lain, dan larangan-larangan yang lain,
semua wajib dijauhi.
Termasuk beberapa
hal yang sudah diletakkan oleh Rasulullah sebagai rukun, syarat dan batasan.
“Apa yang
diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka
jauhilah”. (Al-Hasyr: 7).
Konsekuensi yang ketiga: Berhukum
kepada sunnah Rasul Allah.
Syahadat Muhammad
Rasulullah yang benar akan membawa seorang Muslim kepada kesiapan dan
keikhlasan untuk menjadikan sunnah Rasulullah sebagai rujukan, dia pasti
menolak jika diajak untuk merujuk kepada akal, pendapat si A/si B, hawa nafsu,
maupun warisan nenek moyang dalam menetapkan suatu hukum, lebih-lebih jika
terjadi ikhtilaf (perbedaan), seorang Muslim yang konsekwen dengan
syahadatnya dengan lapang dada akan menjadikan sunnah Rasulullah sebagai
imamnya.
“Maka demi
Tuhanmu, mereka tidak beriman sehingga mereka menjadikanmu sebagai hakim dalam
perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam
hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya.” (An Nisaa'; 65).
Syaikh As-Sa'dy
berkata: Allah bersumpah dengan diriNya yang mulia bahwa mereka tidak beriman
sehingga mereka menjadikan RasulNya sebagai hakim dalam masalah-masalah yang mereka
perselisihkan. Lanjut beliau; Dan berhukum ini belum dianggap cukup sehingga
mereka menerima hukumnya dengan lapang dada, ketenangan jiwa dan kepatuhan
lahir batin.
Haruslah diketahui
bahwa sikap penolakan terhadap hukum Rasulullah dalam masalah-masalah ikhtilaf
adalah termasuk sifat kaum munafikin.
“Apabila dikatakan
kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah
turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik
menghalangimu dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu”. (An Nisaa'; 61)
Ibnu Abbas
berkata: Hampir saja Allah menghujani kalian dengan batu dari langit. Saya
berkata: “Rasulullah telah bersabda begini, sedangkan kalian berkata (tapi) Abu
Bakar dan Umar berkata begitu”.
As-Syaikh
Al-Utsaimin berkata: “Jika seseorang menggunakan ucapan Abu Bakar dan Umar
untuk menentang sabda Rasul bisa menyebabkan turunnya siksa; hujan batu, maka
apa dugaanmu dengan orang yang menentang sabda Rasul dengan ucapan orang yang
jauh di bawah derajat keduanya, tentu saja dia lebih berhak mendapat siksa.
Sumber: diadaptasi dari buku; Khutbah jumat pilihan setahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar