30 Agustus 2011

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H

Segenap Pengurus Masjid al-Ikhlas
Beserta Staff Redaksi Buletin Nurul Haq Mengucapkan:

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1432 H

Kami mengucapkan: "Taqobalallohu minna wa minkum",

Jawaban yang anda Ucapkan: "taqobbal ya karim"

25 Agustus 2011

Sedekah Merupakan Kelaziman Seorang Muslim

Setiap muslim diharuskan oleh Nabi Muhammad untuk bersedekah.

Rosululloh bersabda:

“Setiap muslim harus bersedekah.” (HR Bukhary)

Dan ternyata Nabi Muhammad menuntut keharusan bersedekah itu dilakukan setiap hari.

Rosululloh bersabda:

“Setiap persendian manusia harus bersedekah pada setiap hari dimana matahari terbit". (HR Bukhary)

Tidak semestinya seorang muslim membiarkan satu haripun berlalu tanpa dirinya terlibat dalam kegiatan bersedekah. Namun pertanyaannya mungkinkah hal itu dilakukan oleh setiap muslim? Bukankah tidak semua orang dilapangkan rezekinya oleh Alloh sehingga sanggup bersedekah setiap hari?

Jika kita punya wawasan sempit mengenai pengertian bersedekah tentulah hal itu menjadi mustahil. Bila kita menyangka bahwa pengertian bersedekah ialah sebatas mengeluarkan sebagian harta milik kita kepada fihak lain, tentulah hal itu menjadi tidak mungkin berlaku umum. Hanya orang-orang tertentu saja yang dilapangkan rezekinya oleh Alloh yang sanggup bersedekah seperti demikian. Beruntunglah kaum yang kaya dan rugilah mereka yang miskin.

Alhamdulillah, Nabi Muhammad saw menjelaskan kepada kita melalui beberapa hadits bahwa pengertian bersedekah sangatlah luas cakupannya. Ia mencakup keluasan pengertian beramal sholeh di dalam ajaran Islam yang mulia. Bersedekah bisa berupa kegiatan-kegiatan bermanfaat yang dilakukan seseorang bagi orang lainnya. Bahkan tindakan seseorang menahan diri dari melakukan sebuah kejahatan dikategorikan oleh Nabi sebagai sebuah kegiatan bersedekah.

Perhatikanlah hadits di bawah ini: ْ

Rosululloh bersabda: “Setiap muslim harus bersedekah.” Mereka bertanya: “Jika ia tidak punya?” Nabi menjawab: ”Dia bekerja dengan kedua tangannya, maka ia memberikan manfaat untuk dirinya sendiri lalu bersedekah.” Mereka bertanya lagi: ”Jika ia tidak mampu atau tidak melakukannya?” Beliau menjawab: ”Ia menolong orang yang kesulitan.” Mereka bertanya lagi: ”Jika ia tetap tidak melakukannya?” Beliau menjawab: ”Hendaklah ia memerintahkan berbuat al-khair atau al-ma’ruf (kebaikan).” Mereka bertanya lagi: ”Jika ia tetap tidak melakukannya?” Beliau menjawab: ”Hendaklah ia menahan diri dari perbuatan jahat, hal itu sudah merupakan sedekah.” (HR Bukhary)

Rosululloh bersabda:

“Setiap persendian manusia harus bersedekah pada setiap hari dimana matahari terbit. Berlaku adil di antara dua orang merupakan sedekah, dan membantu seseorang mengangkat bagasi ke atas kendaraannya atau mengangkatkan barangnya merupakan sedekah, dan ucapan yang baik merupakan sedekah, dan setiap langkah yang diayunkannya menuju sholat (berjamaah) merupakan sedekah serta menyingkirkan apa-apa yang mengganggu dari jalanan merupakan sedekah.” (HR Bukhary)

Pendek kata, setiap perbuatan ma’ruf (kebaikan) pada hakekatnya merupakan kegiatan bersedekah. Bahkan seorang muslim sekedar tampil dengan wajah yang berseri-seri oleh Nabi dikategorikan sebagai sebuah perbuatan ma’ruf. Termasuk menuangkan air ke bejana milik orang lain juga dipandang sebagai sebuah perbuatan ma’ruf.

Rosululloh bersabda:

”Setiap perbuatan ma’ruf (kebaikan) adalah sedekah dan di antara perbuatan ma’ruf adalah engkau menemui saudaramu sekedar dengan wajah berseri-seri dan engkau menuangkan (air) dari timbamu ke dalam bejana saudaramu.” (HR Tirmidzi)

Ya Alloh, aku mohon padaMu (sanggup melakukan) perbuatan-perbuatan kebaikan dan meninggalkan perbuatan-perbuatan mungkar (kejahatan).


Ihsan Tandjung (http://www.eramuslim.com)


Saatnya Memberi, Bukan Memiliki



“Kenapa kalian tidak mau berinfaq fii sabilillah, padahal milik Alloh-lah perbendaharaan yang ada di langit dan di bumi…”
{QS. Al-Hadiid (57) : 10}

Setiap muslim harusnya menyadari bahwa harta yang dia miliki adalah titipan dari Alloh swt, sebab Alloh swt-lah yang memudahkan baginya untuk mendapatkan rizki (Alloh swt-lah yang memberikan rizki kepada kita semua). Kalau bukan karena rahmat Alloh swt, tentu manusia menjadi orang yang miskin dan kelaparan. Jadi pemilik sesungguhnya atas harta yang ada di tangan kita adalah Alloh swt. Manusia hanya diberi amanah agar mengolah harta itu di jalan yang diridhoiNya serta menjadikan harta tersebut untuk dimanfaatkan dengan sebaik mungkin tanpa menghambur-hamburkannya.

Masih banyak di antara kaum muslimin yang memiliki sifat Qorun, ingin mengumpulkan harta yang banyak, seolah-olah dia akan hidup di dunia selamanya tanpa mengenal kematian. Bahkan mungkin dia mencintai harta itu melebihi cintanya kepada Alloh, begitulah asal tabi’at manusia:

“Dan sesungguhnya manusia sangat kuat mencintai hartanya.” {QS. Al-Adiyat (100): 8}.

Hal ini bukan berarti, kita tidak boleh mencari harta. Sebab, sebagai seorang muslim itu, kita tidak boleh malas. Pekerjaan kita akan di nilai sebagai ibadah jika kita bekerja di atas syariat Islam. Hitunglah berapa banyak harta yang kita belanjakan setiap hari untuk makanan, minuman, dan pakaian, demi memuaskan nafsu syahwat? Coba bandingkan itu semua dengan harta yang kita infakkan untuk menolong di jalan dakwah dan jihad fii sabilillah, memberikan harta kita untuk membantu para mujahidin, pembangunan masjid, fakir-miskin dan kepentingan islam lainnya. Adakah lima persennya? Masih terlalu jauh… bahkan, Boleh jadi tidak pernah sama sekali.

Seandainya semua manusia mempunyai tabiat buruk seperti ini, Islam ini tidak akan sampai ke puncak kejayaan yang diharapkan.

Tidak mungkin dakwah kemurnian Islam bisa tersebar apa bila jiwa-jiwa “Qoruniyah” masih mengakar di dada-dada kaum muslimin.

Belum cukupkah bagi kita tuk menjadikan kisah qorun sebagai ibroh?? Ataukah kita merasa aman dari makar Alloh tuk membinasakan kita bersamaan dengan harta yang kita tumpuk? sudah saatnya kita hancurkan berhala “cinta harta” di dada-dada kita, dan kita jauhkan penyembahan kepada harta, sebelum laknat dari rosululloh menimpa kita. beliau mendoakan keburukan bagi para penghamba harta;

“Celakalah hamba dinar, celakalah hamba dirham, celakalah hamba khomishoh (sejenis pakaian). celakalah dan sunguh celaka. jika ia tertusuk duri semoga tidak bisa tercabut”. (HR. al-Bukhori)

Adalah imam al-laits bin sa’d beliau mempuyai pemasukan uang sebesar 80.000 dinar (sekitar 112 milyar) setiap tahunnya, namun beliau tidak pernah mengeluarkan zakat. Apakah karena beliau bakhil?? Tidak..!!, tapi karena harta beliau habis semuanya, di-infaqkan sebelum sampai haulnya (1 tahun).

Saudaraku,… kehidupan dunia hanyalah sementara sekali, oleh karena itu, berbekal-lah untuk kehidupan akhirat. Jadikanlah kehidupan dunia itu sebagai ladang akhirat.

Ingatlah wahai saudaraku. Pundi-pundi harta yang di infaqkan di jalan dakwah akan berkata kepada Alloh dihari kiamat nanti;

”yaa Robb, aku adalah sedekah fulan selamatkan ia dari neraka dan masukkanlah kedalam surga”.

Sebaliknya, apabila tumpukkan harta itu tetap disimpan, maka pada hari kiamat nanti ia menjelma menjadi ular hitam besar yang melilit dan berkata kepada pemiliknya,

“akulah hartamu”.

Saudaraku… apakah ketika kita mati, kita akan membawa harta kita nanti bersama kita??

Setelah seruan infaq ini, silahkan anda tentukan pilihan anda sendiri. Jenis harta seperti apa yang kita inginkan? harta yang menyelamatkan kedalam surga ataukah harta yang akan menjerumuskan ke dalam kubangan api neraka.


“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan (hartamu) pada jalan Alloh. Maka di antara kamu ada orang yang kikir, dan siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya sendiri. Dan Alloh-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang yang membutuhkan (Nya); dan jika kamu berpaling niscaya Dia akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain, dan mereka tidak akan seperti kamu (ini).
{QS. Muhammad (47) : 38}.


Pengirim naskah: Rahmat, diambil dari naskah yang ditulis oleh Ridwan Zarkasyi, Lc.
------------------------------------------------------

23 Agustus 2011

Salurkan Zakat Fithri Anda


As-Salamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.

Saudaraku, kaum Muslimin.

Kami atas nama panitia Zakat fithrah Pos II Masjid al-Ikhlas, beralamat di Rt. 012/09, Kelurahan Kebon kosong, kemayoran. Siap menerima dan Menyalurkan Zakat Fithri Anda.
Yaitu Uang Sebesar Rp. 23.000,- (Dua puluh tiga ribu rupiah)
sedangkan beras sebesar 3,5 liter atau 3 kg.

Adapun Yang berupa Uang, Insya Alloh akan kami distribusikan (ditukar) dengan beras/ makanan pokok. karena ini yang utama.

Perlu diketahui, bahwasannya zakat fithrah berbeda dengan zakat maal. Adapun zakat fithrah dibayar dengan menggunakan makanan pokok bukan nilai Uang. sebab pada zaman Rosululloh saw, mata uang pada saat itu sudah ada, tetapi beliau tidak membayar zakat fithrah dengan uang melainkan dengan makanan pokok.

Wassalamu alaikum Waroh matullohi Wabarokaatuh.

18 Agustus 2011

Hukum, Hikmah, Jenis, Ukuran dan Cara Menunaikan Zakat Fithri

Dari Ibnu ‘Umar , bahwasanya ia berkata:

“Sesungguhnya Rosululloh mewajibkan zakat Fithri pada bulan Ramadhan kepada manusia.” (HR. Bukhari & Muslim).

Sesungguhnya Alloh telah mensyari’at-kan kepada kaum muslimin untuk menunaikan zakat fithri pada penghujung bulan Ramadhan sebelum pelaksanaan shalat ‘Idul Fithri, sebagai penutup bulan ini.


A. Hukum Zakat Fithri.

Zakat Fithri merupakan salah satu kewajiban yang yang telah ditetapkan oleh Rosululloh kepada kaum muslimin. Hukum perkara-perkara yang diwajibkan atau diperintahkan oleh Rosululloh adalah sama dengan yang diperintahkan atau diwajibkan oleh Alloh swt. Alloh berfirman:

“Barangsiapa yang menaati Rosul, maka sesungguhnya ia telah mentaati Alloh. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” {QS.An-Nisa’ (4) : 80}


“Dan barangsiapa yang menentang Rosul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang Mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu, dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” {QS.An-Nisa’ (4) : 115}

“...Apa yang diberikan Rosul kepada kalian, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagi kalian, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh sangat keras hukumannya.” {QS. Al-Hasyr (59) : 7}

Zakat fithri diwajibkan kepada orang tua, anak-anak, laki-laki, perempuan, orang yang merdeka, dan budak dari kalangan kaum Muslimin.

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Muhammad bin As-Sakkan telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Jahdham telah menceritakan kepada kami Isma’il bin Ja’far dari ‘Umar bin Nafi’ dari bapaknya dari ‘Abdullah bin ‘Umar berkata:

“Rosululloh mewajibkan zakat fithri satu sha’ dari kurma atau sha’ dari gandum bagi setiap hamba sahaya (budak) maupun yang merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar dari kaum Muslimin. Dan Beliau memerintahkan agar menunaikannya sebelum orang-orang berangkat untuk shalat (‘Ied) “.” (HR.Bukhari).

Adapun janin dalam kandungan, ia tidak terkena kewajiban zakat fithri, namun tidak mengapa jika ada yang mau membayarkannya.

Dahulu ‘Utsman bin ‘Affan mengeluarkan zakat fithrah atas janin dalam kandungan.

Orang yang tidak mempunyai kelebihan harta untuk menafkahi kebutuhannya pada pagi hingga malam hari raya tidak diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fithri. Jika kelebihan harta yang dimiliki seseorang kurang dari satu sha’, maka ia tetap mengeluarkan zakat sesuai dengan kemampuannya. Alloh berfirman:

“Maka bertakwalah kalian kepada Alloh menurut kesanggupan kalian dan dengarlah serta taatlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk diri kalian. Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” {QS.At-Taghobun (64) : 16}

Rosululloh bersabda:

“Jika aku memerintahkan suatu perkara kapada kalian, maka lakukanlah semampu kalian.” (HR.Bukhari & Muslim)


B. Hikmah Zakat Fithri.

Di antara hikmah disyari’atkannya zakat fithri adalah ia merupakan bentuk perbuatan baik kepada fakir miskin, sekaligus mencegah mereka dari meminta-minta pada Hari Raya, agar mereka dapat bergembira dan bersenang-senang bersama orang-orang kaya sehingga kebahagiaan hari itu dapat dirasakan oleh semua kalangan. Hikmah lainnya, zakat membuahkan sifat kedermawanan dan kasih sayang, sekaligus menyucikan orang yang berpuasa dari dosa, kekurangan dan kesia-siaan. Zakat juga merupakan ungkapan rasa syukur atas nikmat Alloh swt, berupa kesempurnaan pelaksanaan ibadah puasa pada bulan Ramadhan, menghidupkannya dengan mendirikan shalat, dan kemudahan untuk melakukan amal-amal sholih lainnya.

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas , ia berkata:

Rosululloh mewajibkan zakat fithrah untuk menyucikan orang yang berpuasa dari perkara yang sia-sia dan perkataan kotor, sekaligus untuk memberi makan orang-orang miskin. Barangsiapa yang menunaikannya sebelum shalat ‘Ied maka ia merupakan zakat yang diterima, sedangkan barangsiapa yang menunaikannya setelah shalat ‘Ied maka ia termasuk sedekah.” (HR.Abu Dawud dan Ibnu Majah)


C. Jenis Zakat Fithri.

Perlu diketahui, bahwa harta yang dijadikan zakat fithri berupa makanan manusia, yaitu gandum, kurma, beras, kismis, keju, dan sebagainya. Dari Ibnu Umar , ia berkata:

“Rosululloh mewajibkan zakat fithri dari bulan Ramadhan dengan satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum.” (HR.Bukhari & Muslim).

Pada waktu itu, gandum merupakan makanan pokok mereka, sebagaimana diriwayatkan Abu Sa’id al-Khudri , ia berkata:

“Dahulu, pada zaman Nabi , kami mengeluarkan satu sha’ makanan ketika hari raya. Pada saat itu, yang menjadi makanan kami adalah gandum, kismis, keju dan kurma.” (HR.Bukhari).

Pemberian makan kepada binatang ternak tidak mampu menggantikan posisi zakat fithrah. Sebab, Nabi memerintahkan untuk memberi makan kepada orang miskin, bukan binatang ternak. Pakaian, tempat tidur, serta benda-benda lainnya selain makanan tidak dapat digunakan untuk membayar zakat fithri. Sebab, Nabi mewajibkan pembayaran zakat fithri dengan makanan pokok. Ketentuan Nabi tidak boleh dilanggar. Demikian pula, tidak dibolehkan mengganti makanan dengan uang yang senilai atau seharga makanan karena ini menyelisihi perintah Rosululloh saw.

Nabi bersabda:

“Barangsiapa yang mengerjakan suatu amalan yang bukan termasuk dari ajaran kami maka ia tertolak.”

Disebutkan dalam riwayat lain:

“Barangsiapa yang mengada-ngadakan di dalam urusan (agama) ini apa-apa yang bukan darinya maka ia tertolak.” (HR.Muslim).

Alasan lainnya, bahwa pembayaran zakat fithri dengan uang itu menyelisihi amalan para sahabat, yakni mereka menunaikannya dengan satu sha’ makanan.

Nabi bersabda:

“Wajib bagi kalian untuk berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk setelahku.” (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah, at-Tirmidzi)


D. Ukuran Zakat Fithri.

Ukuran zakat fithrah adalah satu sha’ Nabawi. Beratnya mencapai 480 mitsqal atau 2,04 kg gandum yang berkualitas baik. Berat satu mitsqal setara dengan 4,25 gram se-hingga 480 mitsqal sama dengan 2.040 gram. Jadi satu sha Nabawi sama dengan 2.040 gram gandum. Adapun tentang konversi dari sha’ ke kg maka para mu’ashirin berselisih dalam hal ini:
  • Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz rohimahulloh berkata: “Ukuran zakat dengan berat adalah 3 kg dengan ukuran pendekatan..”
  • Syaikh Abdullah Ali Bassam berkata: “Satu sha’ kalau diukur dengan hitungan berat saat ini adalah 3000 gram (3 kg).”
  • Syaikh Sholih Al-Fauzan berkata: ”Dia sebanding dengan 3 kg”.
  • Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin berkata: ‘Satu sha’ Rosululloh … sama dengan 2040 gram.”
  • Dan juga Lajnah Daimah Saudi Arabia berfatwa: “Satu sha’ Rosululloh … ukurannya sekitar 3 kg”

E. Waktu Zakat Fithri.

Penentuan waktu wajib zakat fithrah ketika terbenamnya matahari pada malam hari raya adalah karena ia merupakan saat berbuka dari puasa Ramadhan, maka zakat tersebut disandarkan kepada waktu berbuka. Oleh sebab itulah, ia disebut zakatul fithri (berbuka) dari ramadhan. Waktu pembayaran zakat fithrah terdiri dari dua bagian: waktu yang utama dan waktu yang dibolehkan. Waktu utamanya adalah ketika shubuh pada hari raya, sebelum dilaksanakannya shalat ‘Ied.

Dari Abu Sa’id al-Khudri berkata:

“Dahulu, pada zaman Nabi , kami mengeluarkan satu sha’ makanan ketika hari berbuka.”

Diriwayatkan juga dari Ibnu ‘Umar : “Bahwasanya Nabi memerintahkan pembayaran zakat fithrah sebelum orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘Ied.” (HR.Muslim)

Adapun waktu yang dibolehkan, adalah satu atau dua hari sebelum hari raya. Dari Nafi’, ia berkata:

“Dahulu, Ibnu ‘Umar mengeluarkan zakat fithrah atas anak kecil, orangtua, bahkan anak-anakku. Beliau memberikannya kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Zakat itu diberikan satu atau dua hari sebelum hari raya.” (HR.Bukhari).


F. Tempat dan Cara Menunaikannya.

Tentang tempat pembayarannya, zakat fithrah diberikan kepada orang-orang fakir yang ada di tempat sewaktu seseorang terkena kewajiban zakat ini. Kalangan yang yang berhak menerima zakat fithrah adalah orang-orang fakir dan orang-orang yang tidak mampu melunasi hutangnya. Mereka mendapatkan zakat ini sesuai dengan kebutuhan mereka. Dalam hal ini, zakat fithrah seseorang boleh dibagikan kepada beberapa orang fakir. Demikian pula sebaliknya, zakat fithrah yang dibayarkan oleh sekelompok orang juga boleh dibagikan kepada satu orang miskin. Sebab, Nabi menentukan besar zakat fithrah dan tidak menentukan jumlah orang yang berhak menerimanya.


Allohu a’lam.


Pengirim: Abu Bilal




11 Agustus 2011

Pengaruh Puasa Terhadap Kesehatan Rohani

Selain memiliki pengaruh pada kesehatan jasmani, puasa juga memiliki pengaruh besar bagi sisi rohani manusia yang lebih baik.

Akhir-akhir ini telah ditemukan hasil dari penelitian ilmu kedokteran yang menyimpulkan, bahwa puasa dapat meningkatkan derajat perasaan manusia atau yang lebih dikenal dengan istilah emotional quotient (EQ). Secara psikologis, manusia tidak hanya diukur dari sisi derajat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) nya, tetapi diukur juga dari EQ-nya karena EQ bisa menjadikan seseorang lebih santun, dermawan, jujur, bertanggung jawab dan memiliki nilai-nilai positif lainnya.

Sedangkan IQ mampu meningkatkan daya ingat dan daya nalar seseorang. Terlepas dari penelitian ilmiah itu semua, sejak dahulu kala, sebenarnya Alloh telah mengajarkan kepada manusia akan pentingnya arti puasa, yaitu bahwasanya puasa dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan seseorang serta mengobati penyakit-penyakit hati seperti riya, dendam, sombong dan lain sebagainya.

Puasa adalah wahana mental yang erat kaitannya dalam sikap mengendalikan diri untuk lebih bersabar dalam menghadapi ujian dan tegar dalam merintangi perjuangan. Ibadah ini juga dapat melatih kedisiplinan seseorang.

Mengendalikan diri sangat luas cakupannya, seperti mengendalikan diri dari sikap berlebih-lebihan, mengendalikan diri dari nafsu ingin berkuasa atau mengendalikan diri dari sikap merasa paling benar. Memenej diri dari sikap berlebih-lebihan dapat menjadikan diri kita sadar bahwa semua yang kita miliki ada hak bagi orang lain. Kaum fakir dan miskin, anak yatim, dan para mustahik lainnya berhak mendapatkan bagian dari harta yang kita miliki. Oleh karenanya, ketika telah memiliki keluasan rizki, ilmu pengetahuan, kepandaian, kesehatan dan nikmat-nikmat lainnya, diwajibkan untuk berbagi bersama mereka yang berhak. Konsep inilah yang disebut dengan ibadah zakat. Alloh berfirman,


“Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Alloh mengetahuinya.” {QS. Ali Imran (3) : 92}

Zakat adalah sarana yang dapat membersihkan rizki dan efeknya dapat menyucikan jiwa. Sedangkan puasa adalah sarana membersihkan jiwa yang efeknya menyucikan hati dalam mencari rizki. Jika keduanya dilakukan dengan benar dan penuh dengan rasa kepasrahan, maka akan membentuk jiwa yang mulia, sebagai seseorang yang pandai mengendalikan diri dan mimiliki rasa solidaritas sosial yang kuat.

Nafsu adalah ukuran bagi sikap pengendalian diri seseorang. Orang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya maka dia tidak akan mampu mengendalikan hati dan pikirannya. Jika kita analogikan, nafsu ibarat mesin bagi sebuah mobil sedangkan hati dan pikirannya seperti pedal kopling dan pedal gas. Pengemudi bisa celaka jika ia tidak mampu mengendalikan mobil tanpa memperhatikan kinerja alat-alat pengendalinya. Pada dasarnya, nafsu selalu menyuruh kepada perbuatan buruk. Sebagaimana Alloh menyatakan dalam firman-Nya:


“... Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”... {QS. Yusuf (12) : 53}

Jika kita melihat fungsi dari nafsu itu sendiri, kita bisa mengklarifikasikan menjadi dua bagian.

Pertama
, nafsu yang melayani dan menyertai jasmani manusia seperti nafsu makan, minum, dan nafsu seks. Nafsu semacam ini perlu demi kelangsungan hidup manusia. Tanpa adanya nafsu makan dan minum, manusia tidak akan mampu bertahan hidup dan juga peradaban dan generasi manusia tidak akan pernah ada.

Kedua, nafsu yang menyertai kehidupan rohani manusia. Pada umumnya, nafsu yang satu ini selalu dimanifestasikan lewat panca indra seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan indra perasa. Sebagai contoh, penyaluran nafsu rohani lewat lidah, seperti menggunjing dan mencela orang lain. Ini adalah sifat yang sangat tercela. Dengan menggunjing atau mencela orang lain, seseorang telah menghancurkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Keharmonisan dan kerukunan masyarakat akan kacau bahkan hilang begitu saja.

Nafsu rohani yang diarahkan dengan tuntunan ilahi akan melahirkan kebaikan. Untaian kata-kata yang baik akan menyejukkan dan menentramkan jiwa seperti membaca kalam ilahi. Begitupun dengan indra telinga, jiwa dan psikologis seseorang akan menjadi tenang jika mendengarkan hal-hal yang positif. Dan hal ini sama saja dengan panca indera yang lain. Jika seluruhnya dikendalikan dengan baik, maka akan menghasilkan jiwa yang positif dan sebaliknya, jika panca-indera itu dituruti begitu saja tanpa adanya pengarahan maka hal itu hanya akan menuju kepada kehancuran.

Menurut ilmu jiwa, kemampuan manusia dalam mengendalikan diri, adalah ciri bagi jiwa yang sehat. Bagi umat Islam, keimanan adalah alat bagi pengendalian diri. Keimanan yang tertancap akan menjadikan dirinya lebih bersikap tegar dan disiplin tinggi. Keimanan inilah yang semestinya menjadi kepribadian seorang muslim.

Problema utama kesehatan seseorang, adalah timbulnya berbagai gangguan sosial kejiwaan pada masyarakat. Seperti: ketidakmampuan dalam mengikuti perkembangan jaman, kesenjangan sosial, beban kerja yang menumpuk, atau persaingan yang tidak sehat.

Akibatnya, banyak orang yang mengalami perasaan tegang, depresi, stress, dan lain sebagainya. Menurut ilmu jiwa agama, ada juga faktor yang dapat mengganggu kesehatan jiwa seseorang, seperti yang disebutkan oleh Al-Ghazali sebagai penyakit hati, yaitu sifat riya, takabur, sombong, dendam, fitnah, dan berburuk sangka (suuzon). Penyakit-penyakit tersebut dapat menyulut penyakit fisik. Dalam ilmu kedokteran dikatakan bahwa pengendalian diri dapat mencegah berbagai penyakit. Dr. Franklin Ebough dari Amerika menerangkan bahwa sikap-sikap negatif dapat menurunkan daya tahan tubuh. Al Qur’an telah menyinggungnya,
َُّ
“Apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Alloh tidak akan menampakkan kedengkian mereka?” {QS. Muhammad (47) : 29}

Selain daripada itu, shaum juga memiliki banyah hikmah yang bermanfaat bagi rohani seseorang. Termasuk diantara hikmahnya adalah terfokusnya hati dalam berdzikir dan berpikir. Kelalaian dari berdzikir dan berfikir timbul dari berbagai keinginan yang dikonsumsi, bahkan hal itu akan mematikan dan mengeraskan hati dari kebenaran.

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Abdul Malik Al Himshi telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb telah menceritakan kepadaku Ibuku dari Ibunya bahwa dia berkata; saya mendengar Al Miqdam bin Ma’dikarib berkata, “Aku mendengar Rosululloh bersabda:

“Tidaklah anak Adam memenuhi tempat yang lebih buruk daripada perutnya, ukuran bagi (perut) anak Adam adalah beberapa suapan yang hanya dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika jiwanya menguasai dirinya, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas.” (HR. Ibnu Majah)




04 Agustus 2011

Ramadhan dan Al-Quran

Alloh swt berfirman:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (١٨٥)


“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Alloh menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Alloh atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” {QS. Al Baqarah (2) : 185}.


Sunnah Mengkhatam Al-Quran Pada Bulan Ramadhan

Ramadhan adalah bulan paling istimewa berbanding bulan-bulan lain. Diantara keistimewaan bulan itu adalah diturunkannya al-Quran, terdapat lailatulqadar, digandakan amalan, setan-setan dirantai dan berbagai keistimewaan lain yang tidak terdapat pada bulan-bulan lain. Antara amalan paling utama yang patut dilakukan oleh setiap muslim di bulan Ramadhan yang diberkati ini ialah mengkhatamkan al-Quran. Dalam riwayat yang shahih dikatakan bahwa Nabi mengkhatamkan al-Quran sebanyak dua kali bersama Jibril pada tahun beliau diwafatkan. Abu Hurairah berkata:

“Sesungguhnya Jibril sentiasa membacakan al-Quran kepada Nabi sekali dalam setahun. Pada tahun Nabi di wafatkan, Jibril telah datang membaca al-Quran pada beliau sebanyak dua kali.” (HR. Bukhari).


Al-Quran Mampu Menggetarkan Jiwa

Al-Quran bukan sekadar kitab suci buat umat Islam saja tapi lebih umum adalah seruan bagi orang-orang kafir dan musyrik. Maka bagi siapapun yang membacanya secara tadabur (mengahayati makna dan kandungannya) baik dia kafir terlebih lagi bagi seorang muslim, Al-Quran akan mengembalikannya kepada fitrahnya sebagai hamba, hingga tidakkah kita pernah mendengar orang-orang kafir yang kembali kepada agama Islam ini ketika mereka membaca dan mengahayati isi dari al-Quran. Alloh berfirman:

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Alloh gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” {QS. Al-Anfal (8) : 2}.

Demikianlah bagi siapapun yang didalam hatinya masih ada keimanan, hatinya akan tergerak untuk kembali mendekatkan diri kepada Alloh swt. Sebab itulah golongan kuffar berusaha keras menghalangi anak-anak mereka dari membaca dan menghayati al-Quran.

Jika keadaan orang kafir yang membaca dan mengkaji al-Quran saja seperti demikian, apalah lagi jika dibaca dan dihayati oleh seorang muslim.


Satu Huruf Al Quran Dibalas Dengan Sepuluh Kebaikan

Betapa rugi umat Islam yang diberi kelebihan dan pahala yang berlipat oleh Rabbnya sendiri tetapi diabaikan begitu saja. Apakah mereka merasa bahwa amalan mereka sudah mencukupi untuk ditimbang di atas al-Mizan kelak? Firman Alloh :

“Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barangsiapa yang membawa perbuatan jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan). {QS. Al-an ‘am (6) : 160}.

Bukankah membaca al-Quran mampu menambahkan timbangan amalan kita di akhirat kelak? Marilah berlomba-lomba membaca al-Quran ini, yang tidak pernah diberikan kepada umat-umat terdahulu terutama di bulan Ramadhan ini. Dari Abdullah bin Mas’ud Nabi telah bersabda:

“Barangsiapa yang membaca satu huruf dari Kitabullah, baginya satu kebaikan. Dan setiap satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak pernah mengatakan bahwa alif lam mim itu satu huruf. Tetapi, alif itu satu huruf, lam itu satu huruf dan mim itu satu huruf.” (HR. Tirmizi, al-Darimi dan selainnya).

Bahkan hanya dengan mendengarkannya saja Alloh mencurahkan rahmat-Nya.
Alloh berfirman:

“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. {QS. Al ‘Araaf (7) : 204}.

Namun pada hari ini, bukan saja umat Islam sudah tidak ingin memahami isi kandungan kitab suci yang telah diturunkan kepada mereka, bahkan sebagian besar diantara mereka tidak tahu membaca al-Quran. Maka tidak heran jika akidah mereka mudah luntur dari pegangan agama. Muda-mudi pada hari ini sangat jauh dari Al-Quran.

Pada masa awal diturunkannya al-Quran, para sahabat yang memeluk Islam dan menjadi pengikut Nabi sangat gembira dengan turunnya wahyu. Hingga mereka menangis ketika Rasulullah wafat. Bukan karena dukacita diatas kematian baginda semata-mata, tetapi paling sedih karena wahyu agung dari langit telah terhenti. Ini karena, al-Quran yang telah menunjuki hidup mereka dari kejahilan, menggembirakan hati mereka dengan janji-janji yang akan diberikan oleh Alloh , menerangkan hukum-hukum yang selama ini mereka tidak ketahui.

Sungguh amat berbeda keadaan orang beriman dan golongan munafik yang membaca al-Quran. Hati golongan munafik yang sentiasa gelisah dan resah setiap kali menemui ayat-ayat hukum. Jiwa mereka memberontak dengan apa yang diharamkan oleh Alloh swt. Mereka berusaha mentakwil dan memutar-mutar maknanya. Berbeda dengan mukmin sejati. Apa yang diperintahkan mereka lakukan dan apa yang dilarang mereka tinggalkan tanpa mempersoalkannya. Menurut Abu Musa al-Asy’ari Nabi telah bersabda:

“Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Quran seolah-olah seperti buah al-Utrujah. Baunya wangi dan rasanya juga sedap. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al-Quran seperti buah kurma. Tidak berbau tetapi rasanya manis. Perumpamaan munafik yang membaca al-Quran seperti raihanah. Baunya wangi tetapi rasanya pahit. Manakala munafik yang tidak membaca al-Quran pula seperti hanzolah. Tidak berbau dan rasanya terlalu pahit.” (HR. Bukhari, Muslim, al-Tirmizi, al-Nasaai dan Abu Daud).


Tadabbur Al-Quran

Yang lebih mengherankan adalah terdapat segelintir umat yang diberikan al-Quran tetapi semakin angkuh dan fasiq. Akal yang dianugerahkan oleh Alloh kepada mereka tidak digunakan sebaik-baiknya. Sedangkan, jika sendainya al-Quran diturunkan ke atas bumi, langit dan seluruh isinya pasti semuanya akan hancur lebur karena tidak sanggup menerimanya. Alloh berfirman:

“Kalau sekiranya Kami turunkan Al-Quran ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan ketakutannya kepada Alloh. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia supaya mereka berfikir.” {QS. al-Hasyr (59) : 21}.

Hanya diri yang dikuasai setan dan tidak menggunakan akal saja memandang remeh perkara ini. Kelak, mereka pasti menyesal di hadapan Alloh .


Al-Quran Sudah Ditinggalkan

Tidakkah kita sebagai umat Muhammad merasa sedih setelah melihat umatnya yang ditinggalkan melebihi 1400 tahun telah kembali ke zaman jahiliah? Semuanya gara-gara meninggalkan harta pusaka Nabi yang paling bermakna, yaitu al-Quran. Sedangkan, sebelum meninggalkan umatnya beliau berpesan agar tidak meninggalkan al-Quran dan berpegang teguh padanya. Hari ini, ayat-ayat al-Quran hanya dijadikan hiasan pada dinding masjid, rumah dan lain-lain. Hakikatnya, al-Quran diturunkan bukan untuk digantung sebagai perhiasan, bukan juga untuk dijadikan alat penangkal sebagai ‘penghalau’ hantu atau setan. Tetapi, al-Quran diturunkan untuk dibaca, difahami dan diamalkan hukum-hukumnya. Hal ini sesuai dengan firman Alloh (artinya):

“Berkatalah Rosul: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Quran ini sesuatu yang tidak diacuhkan.” {QS. Al-Furqon (25) : 30).


Kecelakaan Bagi Umat Yang Mempermainkan Al-Quran

Berhati-hatilah terhadap sifat-sifat munafik wahai pembaca al-Quran. Mereka itu adalah orang yang membaca al-Quran atau qari dan qariah yang pandai melagu-lagukan al-Quran atau pelajar di bidang al-Quran tetapi ia hanya bertujuan meraup keuntungan dunia, atau sekadar ingin menunjukan kelebihan yang dia miliki. Menurut ‘Uqbah bin ‘Amir , Nabi bersabda:

“Kebanyakan munafik dari kalangan umatku terdiri dari orang yang pandai membaca al-Quran.” (HR. Ahmad).

Selain sifat munafik di atas, sifat munafik lain yang lebih berbahaya adalah golongan orang yang mempermainkan agama dengan membacakan ayat al-Quran sambil mentakwilkan maknanya sesuai hawa nafsunya dan tidak sesuai dengan yang dikehendaki oleh Alloh dan Rosul-Nya. Sehingga apa yang mereka lakukan itu menyesatkan banyak manusia.

Marilah sama-sama kita mendekati al-Quran dan menjadikan ia sebagai teman di dunia dan akhirat. Di bulan Ramadhan al-Mubarak ini, dimana Alloh swt melipatgandakan segala amal kebajikan, alangkah meruginya jika kita melewatkan kesempatan ini. Karena kita tidak akan pernah tahu, apakah kita akan bertemu kembali dengan Ramadhan di tahun depan.

Allohu A’lam.

Referensi : Romadhon Bulan Qur’an (Tazkirah Romadhon), Penulis: Abu Ruwais al-Syubrawi.