11 Agustus 2011

Pengaruh Puasa Terhadap Kesehatan Rohani

Selain memiliki pengaruh pada kesehatan jasmani, puasa juga memiliki pengaruh besar bagi sisi rohani manusia yang lebih baik.

Akhir-akhir ini telah ditemukan hasil dari penelitian ilmu kedokteran yang menyimpulkan, bahwa puasa dapat meningkatkan derajat perasaan manusia atau yang lebih dikenal dengan istilah emotional quotient (EQ). Secara psikologis, manusia tidak hanya diukur dari sisi derajat kecerdasan atau intelligence quotient (IQ) nya, tetapi diukur juga dari EQ-nya karena EQ bisa menjadikan seseorang lebih santun, dermawan, jujur, bertanggung jawab dan memiliki nilai-nilai positif lainnya.

Sedangkan IQ mampu meningkatkan daya ingat dan daya nalar seseorang. Terlepas dari penelitian ilmiah itu semua, sejak dahulu kala, sebenarnya Alloh telah mengajarkan kepada manusia akan pentingnya arti puasa, yaitu bahwasanya puasa dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan seseorang serta mengobati penyakit-penyakit hati seperti riya, dendam, sombong dan lain sebagainya.

Puasa adalah wahana mental yang erat kaitannya dalam sikap mengendalikan diri untuk lebih bersabar dalam menghadapi ujian dan tegar dalam merintangi perjuangan. Ibadah ini juga dapat melatih kedisiplinan seseorang.

Mengendalikan diri sangat luas cakupannya, seperti mengendalikan diri dari sikap berlebih-lebihan, mengendalikan diri dari nafsu ingin berkuasa atau mengendalikan diri dari sikap merasa paling benar. Memenej diri dari sikap berlebih-lebihan dapat menjadikan diri kita sadar bahwa semua yang kita miliki ada hak bagi orang lain. Kaum fakir dan miskin, anak yatim, dan para mustahik lainnya berhak mendapatkan bagian dari harta yang kita miliki. Oleh karenanya, ketika telah memiliki keluasan rizki, ilmu pengetahuan, kepandaian, kesehatan dan nikmat-nikmat lainnya, diwajibkan untuk berbagi bersama mereka yang berhak. Konsep inilah yang disebut dengan ibadah zakat. Alloh berfirman,


“Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan, maka sesungguhnya Alloh mengetahuinya.” {QS. Ali Imran (3) : 92}

Zakat adalah sarana yang dapat membersihkan rizki dan efeknya dapat menyucikan jiwa. Sedangkan puasa adalah sarana membersihkan jiwa yang efeknya menyucikan hati dalam mencari rizki. Jika keduanya dilakukan dengan benar dan penuh dengan rasa kepasrahan, maka akan membentuk jiwa yang mulia, sebagai seseorang yang pandai mengendalikan diri dan mimiliki rasa solidaritas sosial yang kuat.

Nafsu adalah ukuran bagi sikap pengendalian diri seseorang. Orang yang tidak mampu mengendalikan nafsunya maka dia tidak akan mampu mengendalikan hati dan pikirannya. Jika kita analogikan, nafsu ibarat mesin bagi sebuah mobil sedangkan hati dan pikirannya seperti pedal kopling dan pedal gas. Pengemudi bisa celaka jika ia tidak mampu mengendalikan mobil tanpa memperhatikan kinerja alat-alat pengendalinya. Pada dasarnya, nafsu selalu menyuruh kepada perbuatan buruk. Sebagaimana Alloh menyatakan dalam firman-Nya:


“... Karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku”... {QS. Yusuf (12) : 53}

Jika kita melihat fungsi dari nafsu itu sendiri, kita bisa mengklarifikasikan menjadi dua bagian.

Pertama
, nafsu yang melayani dan menyertai jasmani manusia seperti nafsu makan, minum, dan nafsu seks. Nafsu semacam ini perlu demi kelangsungan hidup manusia. Tanpa adanya nafsu makan dan minum, manusia tidak akan mampu bertahan hidup dan juga peradaban dan generasi manusia tidak akan pernah ada.

Kedua, nafsu yang menyertai kehidupan rohani manusia. Pada umumnya, nafsu yang satu ini selalu dimanifestasikan lewat panca indra seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, dan indra perasa. Sebagai contoh, penyaluran nafsu rohani lewat lidah, seperti menggunjing dan mencela orang lain. Ini adalah sifat yang sangat tercela. Dengan menggunjing atau mencela orang lain, seseorang telah menghancurkan nilai-nilai sosial kemasyarakatan. Keharmonisan dan kerukunan masyarakat akan kacau bahkan hilang begitu saja.

Nafsu rohani yang diarahkan dengan tuntunan ilahi akan melahirkan kebaikan. Untaian kata-kata yang baik akan menyejukkan dan menentramkan jiwa seperti membaca kalam ilahi. Begitupun dengan indra telinga, jiwa dan psikologis seseorang akan menjadi tenang jika mendengarkan hal-hal yang positif. Dan hal ini sama saja dengan panca indera yang lain. Jika seluruhnya dikendalikan dengan baik, maka akan menghasilkan jiwa yang positif dan sebaliknya, jika panca-indera itu dituruti begitu saja tanpa adanya pengarahan maka hal itu hanya akan menuju kepada kehancuran.

Menurut ilmu jiwa, kemampuan manusia dalam mengendalikan diri, adalah ciri bagi jiwa yang sehat. Bagi umat Islam, keimanan adalah alat bagi pengendalian diri. Keimanan yang tertancap akan menjadikan dirinya lebih bersikap tegar dan disiplin tinggi. Keimanan inilah yang semestinya menjadi kepribadian seorang muslim.

Problema utama kesehatan seseorang, adalah timbulnya berbagai gangguan sosial kejiwaan pada masyarakat. Seperti: ketidakmampuan dalam mengikuti perkembangan jaman, kesenjangan sosial, beban kerja yang menumpuk, atau persaingan yang tidak sehat.

Akibatnya, banyak orang yang mengalami perasaan tegang, depresi, stress, dan lain sebagainya. Menurut ilmu jiwa agama, ada juga faktor yang dapat mengganggu kesehatan jiwa seseorang, seperti yang disebutkan oleh Al-Ghazali sebagai penyakit hati, yaitu sifat riya, takabur, sombong, dendam, fitnah, dan berburuk sangka (suuzon). Penyakit-penyakit tersebut dapat menyulut penyakit fisik. Dalam ilmu kedokteran dikatakan bahwa pengendalian diri dapat mencegah berbagai penyakit. Dr. Franklin Ebough dari Amerika menerangkan bahwa sikap-sikap negatif dapat menurunkan daya tahan tubuh. Al Qur’an telah menyinggungnya,
َُّ
“Apakah orang-orang yang ada penyakit dalam hatinya mengira bahwa Alloh tidak akan menampakkan kedengkian mereka?” {QS. Muhammad (47) : 29}

Selain daripada itu, shaum juga memiliki banyah hikmah yang bermanfaat bagi rohani seseorang. Termasuk diantara hikmahnya adalah terfokusnya hati dalam berdzikir dan berpikir. Kelalaian dari berdzikir dan berfikir timbul dari berbagai keinginan yang dikonsumsi, bahkan hal itu akan mematikan dan mengeraskan hati dari kebenaran.

Telah menceritakan kepada kami Hisyam bin Abdul Malik Al Himshi telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Harb telah menceritakan kepadaku Ibuku dari Ibunya bahwa dia berkata; saya mendengar Al Miqdam bin Ma’dikarib berkata, “Aku mendengar Rosululloh bersabda:

“Tidaklah anak Adam memenuhi tempat yang lebih buruk daripada perutnya, ukuran bagi (perut) anak Adam adalah beberapa suapan yang hanya dapat menegakkan tulang punggungnya. Jika jiwanya menguasai dirinya, maka sepertiga untuk makanan, sepertiga untuk minum dan sepertiga untuk bernafas.” (HR. Ibnu Majah)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar