22 Agustus 2009

Ramadhan Telah Tiba ...

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa, {Qs. Al-Baqarah (2) : 183}.

Tak terasa..., kita semua telah berjumpa kembali dengan bulan yang penuh dengan keberkahan, yaitu bulan ramadhan dimana setiap amal akan dibalas dengan berlipat ganda. Bulan yang khusus diberikan untuk ummat Rasulullah saw. Bulan yang diwajibkan untuk berpuasa bagi seluruh kaum muslimin.

Sebelas bulan lamanya kita menanti bulan ini dengan kerinduan layaknya ketika akan kedatangan saudara yang sudah bertahun-tahun tak bersua, betapa besar rasa rindu kita kepada saudara kita. Apalagi dengan tamu yang satu ini, merupakan tamu spesial selain akan menghantarkan diri kita kepada derajat ketaqwaan, juga kedatangannya sangat langka dan jarang, dalam satu tahun hanya satu kali. Itu pun kalau kita panjang umur.

Keutamaan Bulan Ramadhan

Ada beberapa keutamaan yang menjadi kekhususan dan keistimewaan ramadhan, tamu yang kita nanti ini yang harus kita buru, juga di dalamnya kita harus mendulang pahala amal shalih sebanyak-banyaknya, diantaranya:

  1. Shaum adalah rukun keempat dalam Islam. Ibadah shaum merupakan salah satu sarana penting untuk mencapai taqwa. Dan salah satu sebab mendapatkan ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan kebaikan dan pengangkatan derajat.
  2. Pada bulan ramadhan diturunkan Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi ummat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk dan pembeda antara yang haq dan yang bathil. Membaca ayat-ayat al Qur’an adalah ibadah yang paling utama di bulan ramadhan. Bersungguh-sungguhlah untuk mengkhatamkan al Qur’an di bulan ramadhan nanti. Rasulullah saw bersabda, “Bacalah al Qur’an, karena ia akan datang pada hari kiamat sebagai pemberi syafa’at bagi pembacanya”. (HR. Muslim dari Abu Umamah).
  3. Pada bulan ini disunahkan shalat tarawih, yakni shalat malam pada bulan ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi dan para sahabat dan Khulafaur Rasyidin. Nabi bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan shalat malam ramadhan karena iman dan mengharapkan pahala dari Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Mutafaqun ‘alaihi).
  4. Meningkatkan kualitas shaum kita. Karena didalamnya terkandung pahala yang besar. Nabi bersabda, “Barangsiapa yang shaum satu hari di jalan Allah Azza wa Jalla maka Allah menjauhkan wajahnya dari neraka sejak hari tersebut selama tujuh puluh tahun.” (HR. Bukhari dan Muslim).
  5. Memperbanyak sedekah di bulan ramadhan. Diriwayatkan dalam shahih al Bukhari dan Muslim, dari Ibnu Abbas ra, ia berkata, “Nabi adalah orang yang amat dermawan, dan beliau lebih dermawan pada bulan ramadhan Rasulullah ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan daripada angin yang menghembus.” Diriwayatkan dalam hadits Zaid bin Khalid ra dari Nabi, beliau pernah bersabda, “Barangsiapa memberi makan kepada orang yang bershaum maka baginya seperti pahala orang bershaum itu tanpa mengurangi sedikitpun dari pahalanya.” (HR. Ahmad dan At -Tirmidzi).
  6. Bertaubat dan beristighfar meminta ampun dari segala dosa-dosa. Bulan ramadhan merupakan bulan dimana Allah memberikan keutamaan dan mengabulkan semua do’a. Nabi bersabda, “Ada tiga macam orang yang tidak ditolak do’anya diantaranya, orang yang bershaum hingga berbuka.” (HR. Ahmad, At Tirmidzi, Nasa’i , Ibnu Majah).
  7. Bertahan untuk melakukan i’tikaf di-dalam masjid. I’tikaf adalah sunnah yang selalu dilakukan Rasulullah saw pada sepuluh hari terakhir bulan ramadhan. Bahkan pada kurun terakhir ketika beliau wafat, Rasulullah melakukan I’tikaf selama 20 hari. I’tikaf adalah tinggal di dalam masjid untuk melakukan ibadah, meninggalkan urusan dunia dan kesibukannya.
  8. Terdapat pada bulan ini Lailatul Qadar (malam mulia), yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan atau sama dengan 83 tahun 4 bulan. Malam dimana pintu-pintu langit dibukakan, do’a dikabulkan, dan segala taqdir yang terjadi pada tahun tersebut ditetapkan. Nabi bersabda, “Barang siapa mendirikan shalat pada Lailatul qadar karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”(Muttafaqun ‘Alaihi).
  9. Dibelenggunya syaitan dan ditutupnya pintu-pintu neraka serta dibukanya pintu-pintu surga. Rasulullah pernah bersabda, “Jika bulan Ramadhan tiba maka pintu-pintu surga dibuka, sedangkan pintu-pintu neraka ditutup, dan syaitan pun dibelenggu.” [HR. Bukhari].

Ramadhan dan Gaya Hidup Islami


Ramadhan sebagai bulan penuh berkahpun tidak luput dari kepentingan duniawi ini. Jangan heran jika masyarakat kita akan selalu antusias untuk menyambut bulan mulia ini, namun apa yang menjadi orientasinya? Tidak pelak lagi keuntungan duniawi yang selalu berada di pelupuk mata mereka.

Sebenarnya sah-sah saja ketika ummat Islam ingin mendapatkan keuntungan dari bulan mulia ini, namun yang menjadi permasalahan adalah kenapa mereka justru menjadikan momen mulia ini sebagai sarana untuk menyebarkan gaya hidup yang bukan dari ajaran Islam.

Contoh yang paling ringan adalah betapa pusingnya kaum bapak ketika ramadhan semakin dekat, yang ada dalam benak mereka adalah bisa nggak ya beli kebutuhan selama ramadhan dan persiapan hari raya? Hal ini karena ketika ramadhan tiba tentu anggaran rumah tangga dengan sendirinya akan meningkat. Hitung-hitung dengan shoum akan lebih menghemat justru malah sebaliknya anggaran rumah tangga membengkak dua kali lipat.

Sementara kaum ibu lebih sibuk lagi, kalau pada hari-hari biasa menu makan bisa dengan lauk sederhana maka di ramadhan menu yang disediakan harus “wah” minimal ada kolak, daging, es campur dan lain-lain.

Ditengah kesibukan itu masih ada juga sebagian masyarat yang memanfaatkan bulan mulia ini menambah penghasilan keluarga dengan berdagang musiman, atau ketika menjelang lebaran yang seharusnya disibukkan dengan berbagai ketaatan justru mendapat order pekerjaan yang menumpuk, pesanan kue lebaran, baju, paket lebaran dan lain-lain.

Lalu dimana sebenarnya letak keberkahan ramadhan ini? Apakah hanya keuntungan duniawi?

Pada dasarnya gaya hidup seorang muslim tidaklah berbeda, baik di dalam maupun di luar ramadhan. Kita harus tetap berpegang teguh pada gaya hidup Islami, tidak ada pemborosan, kesibukan yang melalaikan akhirat, makan yang berlebihan dan aktifitas yang membawa pada membuang-buang watu, uang dan nikmat yang telah diberikan Allah Ta`ala.

Perbedaan yang seharusnya menjadi nilai plus adalah bahwa pada bulan mubarok ini kita harus lebih bisa memanfaatkan momen ramadhan untuk beribadah kepada-Nya. Terutama di akhir-akhir bulan ini. Sehingga kesibukan-kesibukan dunia tidak sampai melalaikan kita dari mengisi bulan yang penuh berkah ini.

Sekali lagi jangan sampai gaya hidup kita berubah dan disesuaikan dengan zaman.

Referensi :
  • Risalah Romadhon, Abd. bin Jarulloh Ibrohim al Jarulloh, Al-Sofwa.
  • Buletin Al-Huda.


Stop Press ...........


Ramadhan dan Budaya Kita

Setiap kali bertemu Ramadhan, ada yang khas dinegeri kita ini: kenaikan harga bahan pokok sehari-hari. Tidak kita pungkiri, kenaikan BBM menjadi salah satu pemicunya. Namun, Ramadhan-Ramadhan sebelumnya pun, budaya kenaikan harga bahan pokok ini juga tetap menjadi menu langganan di negeri kita, dengan atau tanpa kenaikan BBM.

Ada hal menarik dari sini, ketika Ramadhan diidentikkan dengan aneka kebutuhan makanan yang meningkat. Bangsa ini ternyata memang cukup konsumerisme (suka membeli barang yang tidak diperlukan) dan konsumtif terhadap urusan perut. Ketika sebagian orang ramai-ramai mempersiapkan Ramadhan dengan bekal ilmu dan latihan implementasi amalan-amalan terbaik, sebagian masyarakat kita masih melihat Ramadhan sebagai sebuah ritual puasa (baca: pengorbanan) yang harus dibayar dengan kenikmatan-kenikmatan sesudahnya sebagai kompensasi berpuasa. Salah satunya yakni memanjakan diri dengan hidangan berbuka dan sahur yang spesial, berbeda dari menu makan hari-hari biasanya. Maka tidak heran jika kemudian kenaikan harga bahan pokok ini pun menjadi fokus perhatian masyarakat kita saat ini.

Tidak kita pungkiri makin banyak masyarakat miskin dinegeri ini. Puasa Ramadhan pun sudah keluar dari esensinya sebagai latihan tepa selira (tenggang rasa) terhadap saudara-saudara kita yang dhuafa. Jika melihat perilaku konsumtif yang ternyata menempatkan Ramadhan sebagai sebuah momen memindahkan waktu makan. Tidak mengherankan memang jika kemudian masyarakat kita menganggap puasa sebagai sebuah kondisi untuk berakit-rakit kehulu, berenang-renang ketepian. Berlapar-lapar dahulu, berkenyang-kenyang kemudian. Lalu, latihan tepa selira mana yang sedang kita lakukan?

Semoga setiap bertemunya kita dengan Ramadhan makin terus memantapkan diri kita tentang makna esensial Ramadhan, bukan sekadar ritual berpuasa, tarawih, berzakat, berbelanja, berlebaran, setelah itu kembali pada rutinitas semula tanpa hikmah atau kesan apapun yang tertinggal.

Semoga kita dijauhkan dari ketumpulan batin dan ketebalan hijab dengan Dzat pemberi Rahmat dibulan yang mulia ini. Amin. *****

(Buletin Nurul Haq No. NH / 07 / 002 / September 2007 M / Ramadhan 1428 H).

19 Agustus 2009

Hakekat Mensyukuri Nikmat

Di setiap tanggal 17 Agustus, hampir seluruh rakyat Indonesia mulai dari kalangan para pejabat pemerintah hingga rakyat jelata, tepatnya di pagi hari, mereka pergi ke lapangan untuk melaksanakan upacara dalam rangka memperingati kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka merayakan kemerdekaan dengan perasaan gembira. Ungkapan kegembiraan pun beragam caranya, dimulai dengan perlombaan-perlombaan dan biasanya ditutup dengan pementasan-pementasan musik.

Begitu semangat dan gembiranya mereka dalam merayakan hari yang ditunggu-tunggu itu, karena mereka beranggapan bahwa di hari inilah hakekat kemerdekaan bisa dirasakan sampai sekarang.

Benarkah ?

Saudaraku....
Sekian lama kaum Quraisy bertindak sewenang-wenang terhadap Rasulullah SAW dan pengikutnya. Terakhir, Quraisy telah melanggar salah satu klausul perjanjian Hudaibiyah dengan menyerang sekutu Rasulullah bani Khuza`ah. Berangkat dari peristiwa itu Nabi Muhammad SAW yang ma`shum memutuskan tidak akan lagi memberikan toleransi kepada kaum Quraisy. Beliau memerintahkan agar semua orang mempersiapkan diri dan memberitahukan mereka bahwa sasarannya adalah Makkah.

Lewat sepuluh hari pada bulan Ramadhan 8 H, Rasulullah SAW meninggalkan Madinah, beranjak menuju Makkah bersama 10 ribu sahabatnya.

Rombongan melaju memasuki Makkah tanpa ada perlawanan yang berarti dari pihak Quraisy. Selanjutnya Rasulullah bersama kaum Muhajirin dan Anshor berjalan memasuki Masjidil Haram. beliau berthawaf disekeliling Ka`bah sambil memegang busur sementara disekitar ka`bah bertebaran 360 berhala. Beliau mengarahkan busurnya kearah berhala-berhala tersebut sambil mengucapkan; “...Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” {Qs. Al-Israa` (17): 81}. Seketika itu pula berhala-berhala itu roboh dihadapan beliau SAW.

Pada akhirnya, beliau berdiri di pintu Ka`bah dan orang-orang Quraisy berkumpul di bawahnya, sambil menunggu keputusan yang akan beliau ambil. Dengan berpegang pada kedua kusen pintu, beliau SAW bersab-da, “Wahai orang-orang Quraisy, menurut kalian apa kira-kira yang akan aku lakukan terhadap kalian?” mereka membayangkan Rasulullah SAW akan menghabisi mereka semua. Dibenak mereka, kematian adalah harga yang pantas yang harus dibayar atas kedzaliman yang dahulu mereka lakukan terhadap nabi Muhammad SAW. Namun mereka masih mengharapkan terbetiknya rasa belas kasihan dihati Rasulullah SAW, maka mereka menjawab, “Kamu akan memperlakukan kami dengan baik, karena engkau adalah saudara kami yang mulia dan anak saudara kami yang mulia.” beliau SAW pun bersabda: “Sesungguhnya aku akan katakan kepada kalian sebagaimana yang dikatakan Yusuf as kepada saudara-saudaranya; Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu). Pergilah, kalian semua bebas!”. Ya, Rasulullah memaafkan mereka.

Tatkala misi penaklukan Makkah berhasil, orang-orang tersadar bahwa kemenangan berada ditangan Rasulullah SAW dan para Sahabatnya, maka mereka pun berbondong-bondong masuk kedalam Islam. Jika sebelumnya yang masuk Islam orang-perorang, itu pun sering kali dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, kini utusan dari kabilah-kabilah datang secara terang-terangan kepada Beliau dan menyatakan bahwa dirinya beserta kaumnya ingin masuk Islam.

Ini adalah penaklukan terbesar yang dengannya Allah memuliakan agama, Rasul-Nya, para prajurit dan pasukan-Nya yang dapat dipercaya, yang dengan ini pula Dia menyelamatkan negeri dan Rumah-Nya, yang telah dijadikan sebagai petunjuk bagi semesta alam, menyelamatkannya dari cengkraman orang-orang kafir dan musyrik. Ini merupakan penaklukan dan sekaligus kemenangan yang telah di khabarkan penduduk langit, yang kemudian semua manusia masuk kedalam Islam secara berbondong-bondong, sehingga wajah bumi berseri-seri memancarkan cahaya dan keceriaan.

Pada awalnya kaum muslimin menerima berbagai intimidasi dan penyiksaan lantaran mengkampanyekan ideologi tauhid, yakni penyembahan kepada Allah semata. Satu hal yang asing dan tidak bisa diterima oleh akal orang-orang jahiliyah saat itu.

Renugkanlah sirah atau sejarah diatas, niscaya kita akan menemukan satu paradigma baru tentang kemerdekaan. Sejarah tersebut menyampaikan pesan bahwa kemerdekaan dalam kacamata Islam adalah tegaknya kedaulatan Allah di muka bumi. Rasulullah tak mungkin sudi jika harus hidup dibawah aturan selain Islam, karena beliau diutus untuk menyeru manusia agar menyembah Allah saja, “Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan); `sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thagut itu.” {Qs. An-Nahl (16) : 36}.

Jadi apapun bentuk aturan yang bukan produk Islam, kemudian diterapkan kepada ummat Islam, walaupun dianggap baik serta hasilnya dipandang positif, maka pada hakekatnya itu tetaplah sebuah tirani.

Seorang muslim tentu yakin bahwa Allah menciptakan bani Adam hanya untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” {Qs. Adzariyaat (51) : 56}.

Ayat ini menjadi tolok ukur merdeka atau tidaknya seorang muslim. Tatkala seorang muslim benar-benar menjadikan Allah sebagai sesembahannya, termasuk bentuk penyembahan-Nya yaitu dengan menjadikan aturannya sebagai pedoman hidup, maka sungguh ia telah merdeka. Ia menjadi orang yang tertindas, ketika menyimpangkan atau dipaksa menyimpangkan penyembahannya kepada selain Allah.
Itulah arti kemerdekaan dalam versi Islam, yaitu:

“Terbebasnya manusia dari penyembahan sesama makhluk menuju penyembahan kepada Allah SWT semata.”

Saat hal itu terjadi barulah label merdeka tersematkan.

Jadi, sudahkah kita merdeka?
Jawabannya tentu belum, kaum muslimin masih terjajah oleh Iblis yang dijalankan oleh antek-anteknya dari orang-orang kafir yang merupakan musuh-musuh Islam. Mereka terus bekerja keras untuk menghancurkan generasi-generasi Islam. sehingga kita bisa menyaksikan kebanyakan kaum muslimin mengikuti seruan mereka, mulai dari mengikuti cara berpakaian, bahkan mengikuti cara beragamanya mereka.

Saudaraku....
Coba anda lihat di kuburan-kuburan yang dikeramatkan; mereka berdo`a, meminta pertolongan, meminta jodoh, meminta rizki kepada ahli mayit, mereka menyerahkan segala urusannya kepada selain Allah. Bukankah itu belum merdeka?

Belum lagi, masih banyak yang mengaku muslim yang belum terbebas dari benda-benda keramat, isim, jimat-jimat dan lain sebagainya. Mereka takut jika benda-benda tersebut dilenyapkan maka akan terjadi sesuatu yang menimpa mereka berupa hal-hal yang tidak diinginkan; seperti kesempitan rizki, kecelakaan, sakit, bangkrut dagangannya dan lain sebagainya. Itu artinya mereka belum merdeka.

Saudaraku....
Kaum muslimin sekarang ini belum merdeka menjalankan sunnah dengan sempurna, belum bebas menghancurkan kebid`ahan, kesyirikan, kemaksiatan. Selalu saja ada penghalangnya dari musuh-musuh yang tidak suka kepada orang-orang yang memperjuangkan kemerdekaan negara Islam dimuka bumi ini.

Walaupun demikian, orang-orang yang beriman, mereka tetap bersabar dengan perjuangannya, mereka yakin apa yang dijanjikan Allah itu berupa kemenangan pasti akan datang. Sebagaimana firmannya,

“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” {Qs. Muhammad (47) : 7}.

Dengan kemenangan tersebut Islam terbebas dari jajahan kaum kafir dan antek-anteknya. Dalam kata lain Islam telah mendapatkan kemerdekaan yang hakiki sehingga mereka hanya beribadah hanya kepada Allah semata dengan perasaan tenang; tanpa gangguan, mereka menyerahkan seluruh perkaranya hanya kepada Allah semata, mereka ridha dengan ketetapan-Nya yang baik maupun yang buruk. Mereka tidak resah dengan kehidupan yang dijalaninya, mereka hidup dengan damai, penuh dengan kasih sayang, persaudaraan karena keimanan, dengan begitulah terciptalah masyarakat Islami yang kita damba-dambakan, masyarakat yang hidup dibawah naungan wahyu Ilahi.

Referensi : Buletin Al-Huda.

13 Agustus 2009

Bagaimana Menyambut Bulan Romadhon?

Saudaraku muslimin dan muslimah…!

Bagaimana perasaan anda ketika seorang tamu yang anda cintai dan ditunggu-tunggu kehadirannya akan datang dan akan tinggal bersama anda beberapa hari, kira-kira apa yang harus anda lakukan?

Yang pasti anda akan berbahagia dan penuh suka cita menyambutnya dan bersiap-siap dalam penyambutannya dengan yang terbaik, baik itu dari tempatnya yang harus bersih selalu, jamuannya pun harus yang menarik agar sang tamu itu tidak kecewa ketika berada dirumahnya.

Begitupula saat ini wahai saudaraku…
Kita akan kedatangan tamu yang sangat mulia melebihi tamu-tamu yang kita muliakan karena tamu ini bukan hanya anda yang harus cintai dan memuliakannya akan tetapi Alloh swt, Rosululloh saw dan kaum muslimin yang lainnya mencintai dan memuliakan bulan ini yaitu bulan suci Romadhon yang didalamnya penuh keberkahan kasih-sayang dan ampunan dari Robb semesta alam, dan tamu anda ini akan tinggal dengan anda selama 1 bulan penuh dengan membawa kebaikan dan keberkahan.

Tahukah anda apa itu bulan Romadhon? Bulan Romadhon adalah bulan diturunkannya al-Qur’an, bulan ampunan, bulan dibukanya pintu-pintu surga dan dikuncinya pintu-pintu neraka dan dibelenggunya para syetan, dan bulan didalamnya ada satu hari lebih baik dari pada seribu bulan.

Kalau anda tahu akan datangnya bulan suci Romadhon ini apa yang harus kita lakukan?
Bagi kita sebagian orang yang beriman yang siap menerima panggilan dari Robb kita hendaknya melakukan hal berikut ini:

1. Berdo’a

Kita berdo’a, semoga Alloh swt memperpanjang umur kita sehingga bisa bertemu dengan bulan Romadhon dan meminta pertolongan kepada Alloh swt agar memberikan taufik dan hidayah agar dapat melakukan segala peribadatan yang ada di bulan mulia ini baik itu qiyamul lail-nya, qiroh al-Quran-nya dan amalan-amalan shalih lainnya yang dicintai dan diridhoi oleh Alloh swt.

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya:
“Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. {Qs. Al-Fatihah (1) : 5}.

Dan berdoa seperti yang diajarkan Rosululloh saw, (yang artinya):
“Ya Alloh pertemukanlah aku dengan Romadhon dan pertemukanlah Romadhon kepadaku..”

2. Bertaubat dan Banyak Beristighfar

Banyak-banyak bertaubat dan beristighfar atas kesalahan dan dosa yang pernah kita lakukan dengan hati yang tulus dan penuh keikhlasan, dan kembali kepada Alloh swt dengan melakukan ketaatan - ketaatan seperti shalat lima waktu harus kita jaga betul-betul, dan meninggalkan pekerjaan-pekerjaan haram, sebab bagaimana mungkin anda mengharapkan pahala dan ampunan dari Alloh swt dibulan mulia ini kalau shalat lima waktu yang menjadi dasar pokok Islam banyak dilalaikan atau mungkin ditinggalkan sama sekali dan makanan yang haram masih senantiasa mengisi perut-perut kita dan anak-anak kita.

Sebab barangsiapa yang meninggalkan kemaksiatan yang disenanginya karena mengharapkan balasan dari Alloh swt, maka Alloh swt akan menyediakan pahala dan balasan yang sangat besar, dan taubat sangat berpengaruh pada psikologi dan batin seseorang dimana orang yang senantiasa bertaubat maka hati dan jalan pikirannya akan menjadi bersih dari hal-hal yang menjurus kepada keburukan, yang manfaatnya seseorang mampu melakukan perintah Alloh swt dengan hati yang khusu’.

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, maka Allah tidak membutuhkan puasanya dari makan dan minum.” (HR. al-Bukhari).

Maka bertobatlah dengan tobat yang tulus dan sebenar-benar tobat. Pintu tobat alhamdulillah masih terbuka, dan tobat itu bukanlah sekedar meninggalkan perbuatan dosa, akan tetapi dengan mengembalikan hati dan hawa nafsu Anda kepada Dzat Yang Maha Mengetahui alam ghaib: “Maka segeralah kembali kepada (menaati) Allah ...” {Qs. Adz-Dzariat (51) : 50}.

3. Mendalami Ilmu Dinul Islam

Mendalami ilmu agama khususnya ilmu yang berkaitan dengan bulan Romadhon, baik ilmu aqidah sebagai landasan dasar seseorang menjadi muslim yang ikhlas dalam ketaatan, fiqh ibadah-nya, amalan-amalan sunnah-nya dan seluruh cabang ilmu yang dapat memberikan suatu pemahaman berpuasa dengan benar sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rosululloh saw, sebab karena kejahilan dalam memahami agama dan menjadikan kejahilan sebagai landasan dalam beramal, menyebabkan seseorang seharusnya mendapatkan pahala dan ampunan dari Alloh swt akan tetapi justru mendapatkan dosa dan laknat dari Alloh swt. Kenyataannya banyak saudara-saudara kita ketika berpuasa masih melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membatalkan bahkan mendatangkan dosa, dan hal ini kebanyakan dilakukan oleh orang-orang yang ikut-ikutan saja dalam berpuasa tanpa mendasari ibadahnya dengan ilmu yang benar, yang akhirnya puasa yang dilakukannya dari pagi buta sampai waktu berbuka tiba tidak mendapatkan apa-apa kecuali kehausan dan rasa lapar saja, hal ini sesuai dengan sabda Rosululloh saw:

“Berapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan dari puasanya itu kecuali lapar dan dahaga.” (Diriwayatkan oleh Nasa’i dan Ibnu Majah).

Agar anda tidak termasuk kedalam golongan yang merugi alangkah baiknya kalau dari saat ini mengikuti kajian-kajian agama atau membaca buku-buku tuntunan berpuasa yang benar yang sesuai dengan yang dicontohkan oleh Rosululloh saw terlebih kalau hal itu berkaitan dengan etika berpuasa, pembatal-pembatal puasa dan kewajiban-kewajiban yang harus ditunaikan dibulan suci ini.

4. Mempersiapkan Materi

Persiapan ini bukan dimaksudkan untuk membeli baju baru ketika lebaran sudah tiba, atau mengumpulkan ongkos dan bekal untuk pulang kampung, tapi hal itu untuk infaq, shodaqoh dan zakat sebab nilai ibadah ini di bulan Romadhon Alloh swt lipat gandakan sampai tak seorangpun mengetahui berapa lipatan yang akan Alloh swt balas, karena Allah swt-lah yang langsung membalasnya.

Rosululloh saw pernah ditanya sedekah apakah yang paling utama? Beliau menjawab, “Seutama-utamanya sedekah adalah bersedekah di bulan Romadhon.” (HR.Tirmidzi).

Dan harus kita tanamkan juga bahwasannya bulan Romadhon harus menjadi bulan muwasah (bulan santunan) semaksimal mungkin kita bersedekah berapapun jumlahnya walaupun dengan sebutir kurma atau seteguk air, terlebih memberikan makan orang yang sedang berpuasa, menyantuni fakir miskin dan lain sebagainya.

Diceritakan bahwa Rosululloh saw kalau bulan Romadhon tiba maka beliau menjadi orang yang paling dermawan, sampai santunan beliau merata keseluruh lapisan masyarakat, hal ini sesuai dengan hadits yang diceritakan oleh Ibnu Abbas ra, “Nabi saw adalah orang yang paling dermawan, dan beliau lebih dermawan lagi dibulan Romadhon, saat beliau ditemui Jibril as untuk membacakan kepadanya al-Qur’an, Jibril menemui Nabi saw setiap malam pada bulan Romadhon, lalu membacakan kepadanya al-Qur-an. Rosululloh saw ketika ditemui Jibril lebih dermawan dalam kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (HR. Bukhori dan Muslim).

Dan hal ini barang tentu tidak mungkin bisa dilakukan kecuali jauh hari sebelum Romadhon kita persiapkan, dan termasuk kedalam persiapan harta adalah mempersiapkan dana agar dapat beri’tikaf dengan tenang tanpa memikirkan beban ekonomi untuk keluarga.

5. Persiapan Fisik

Maksudnya selama bulan Romadhon ini kita berusaha agar tubuh kita prima karena bulan Romadhon bulan penggemblengan dan tarbiyah, baik jiwa maupun batin, maka seyogyanya anda tampil prima.

Kita berdo’a semoga Allah berkenan memberi taufiq dan hidayahNya kepada kita agar dapat beramal shalih pada bulan Romadhon.

Kebenaran yang ada dalam risalah ini, semata-mata datangnya dari Allah. Sedangkan kesalahan, kekurangan, atau penyimpangan dalam bentuk apa saja, semuanya itu datang dari kami dan dari setan. Alloh dan RosulNya terlepas dari semua itu, semoga Alloh merahmati mereka yang berkenan menunjukkan kesalahan dan kekurangan kami.

“Ya Allah, pertemukan kami dengan bulan Ramadhan dan berilah kami pertolongan untuk dapat menunaikan shiyam, qiyam dan amal shalih di bulan Ramadhan dan di bulan-bulan lainnya. Teguhkanlah kami pada keta’atan sampai kami menemuiMu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar lagi Maha mengabulkan segala do’a.” Amin...

Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada nabi Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya.

Referensi :
  1. Buletin Al-Huda.
  2. Abu Mush’ab Riyadh bin Abdur Rahman al-Haqiil - Yayasan al-Sofwa Po. Box 7805/ 13708 JATCC JAKARTA 13340.
  3. Buletin Nurul Haq No. NH / 051 / 08 / 29 Agustus 2008 M / 27 Sya’ban 1429 H.
  4. Buletin Nurul Haq No. NH / 07 / 003 / September 2007 M / Ramadhan 1428 H.

07 Agustus 2009

Ada Apa di Bulan Sya’ban?

Jika kita perhatikan, di setiap tanggal 15 Sya`ban, kita akan melihat banyak orang yang berbondong-bondong ke masjid-masjid yang berada ditempat masing-masing, mereka membawa satu buku yang didalamnya berisi surat Yasin dan surat-surat tertentu lainnya sambil membawa air dalam botol, kendi bahkan ada juga yang membawa air dalam galon. Apa yang akan mereka lakukan di masjid dan untuk apa mereka membawa air? Tentunya kita sudah faham bahwa mereka akan mengadakan ritual “Malam Nishfu Sya`ban”.

Malam Nishfu Sya`ban adalah malam yang mereka yakini memiliki kedudukan khusus disisi Allah sehingga mereka menghidupkannya dengan berkumpul untuk dzikir, berdo`a, membaca surat tertentu, biasanya Yasin. Mereka berkumpul di masjid setelah shalat Maghrib untuk melaksanakan shalat khusus (Shalat Nishfu Sya`ban) kemudian membaca surat Yasin dengan suara keras kemudian mereka membaca do`a Nishfu Sya`ban (meskipun dengan tidak benar bacaannya) mereka mengulang-ulang hal itu tiga kali. Pertama meminta dengan niat panjang umur, yang kedua dengan niat tolak bala, yang ketiga dengan niat merasa cukup dari orang lain (untuk kaya), mereka meyakini bahwa orang yang tidak ikut, dia diancam pendek umurnya, banyak musibah yang menimpanya dan akan selalu membutuhkan orang lain, dalam artian selalu miskin. Adapun air yang mereka bawa diletakkan ditengah-tengah para jama`ah untuk mendapatkan khasiat atau keberkahan dari apa yang dibaca oleh para jama`ah terutama dari para kyainya.

Diantara isi do`a mereka itu adalah meminta kepada Allah agar menghapus semua nasib jeleknya yang termaktub di dalam ummul kitab dan menggantikannya dengan nasib yang baik, mereka beralasan dengan firman Allah, yang artinya :
“Allah menghapuskan apa yang dia kehendaki dan menetapkan (apa yang dia kehendaki), dan di sisi-Nya-lah terdapat Ummul Kitab (Lauh mahfuzh)”. {Qs. Ar-Ra`du (13) : 39}.

Ini merupakan pemalingan dan penyelewengan dari makna ayat yang sebenarnya, karena sebenarnya ayat ini menjelaskan bahwa Allah menghapus hukum-hukum syariat ummat terdahulu yang tidak sesuai dengan kemampuan ummat sesudahnya (umat Rasulullah), dan menjelaskan bahwa pokok-pokok ajaran yang selalu pasti dibutuhkan oleh semua umat (seperti tauhid, kebangkitan, kerasulan, pengharaman hal-hal yang keji) tidak dirubah dan itu disebut ummul kitab Al Ilahy yang tidak mungkin ada perubahan atau perombakan. Jadi ayat itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan hal-hal atau nasib yang terjadi di alam ini. Oleh sebab itu do`a ini bukan pada tempatnya, bahkan termasuk dalam hal yang melampaui batas dalam berdo`a, dan ini dilarang. Sebagaimana firmannya, (yang artinya): “Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (dalam berdo`a). {Qs. Al-A`raf (7) : 55}.

Adapun sebab kenapa mereka menganggap lailah Nisfi Sya’ban (malam Nishfu Sya’ban) sesuatu yang istimewa adalah karena salah pemahaman dari ayat pertama surat ad Dukhan, Juga karena berpegang pada hadits palsu.

Adapun ayat surat ad-Dukhan adalah firman-Nya, (yang artinya) :“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kamilah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, yaitu urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul, sebagai rahmat dari Rabb-mu, sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. {Qs. Ad Dukhan (44) : 3-6}.

Mereka beranggapan bahwa Lailah Mubarakah (malam yang penuh berkah) itu adalah malam Nishfu Sya’ban, sehingga mereka melakukan apa yang mereka lakukan. Dan anggapan itu sangat salah sekali, bertentangan dengan konteks ayat dan juga bertentangan dengan ayat-ayat lain. Yang benar menurut konteks ayat dan sesuai dengan ayat-ayat lain adalah bahwa Lailah Mubarakah itu adalah Lailatul Qadar di bulan Ramadhan. Ayat-ayat itu adalah salah satu dari tiga ayat yang berbicara tentang turunnya Al Qur’an juga tentang waktunya. Adapun ayat yang kedua adalah, (yang artinya) : “Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al Qur’an dimalam (Lailatul Qadar). {Qs. Al Qadr (97) : 1} dan ayat ketiga menjelaskan bahwa itu di bulan Ramadhan: artinya, “Adalah bulan Ramadhan yang didalamnya diturunkan permulaan Al Qur’an”. {Qs. Al Baqa-rah (2) : 185}. Jadi Lailah Mubarakah itu adalah Lailatul Qadr yang ada di bulan Ramadhan, malam itu disebut malam yang penuh berkah (Lailah Mubarakah) sebagaimana kitab suci Al Qur’an dinamai atau disifati Kitab yang diberkahi (Mubarak). Artinya: “Dan ini (Al Qur’an) adalah kitab yang telah Kami turunkan yang diberkahi”. {Qs. Al An’am (6) : 92}. Jadi bukan pada tempatnya menjadikan ayat itu sebagai dalil untuk mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban dengan ibadah tertentu.

Ibnu Katsir Asy Syafi’i, berkata: “Dan orang yang mengatakan bahwa itu adalah malam nishfu Sya’ban sungguh telah terlalu jauh (menyimpang dari kebenaran)” [Tafsir Ibnu Katsir 4/167]. Dan adapun hadits yang mereka jadikan dalil adalah:

Hadits ini adalah hadits maudhu (palsu) diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Abdurrazaq dari Abu Bakar Ibnu Abdillah Ibnu Abi Sabrah, Ibnu Main dan Imam Ahmad mengatakan: Dia (Abu Bakar ibnu Abdillah...) suka membuat “Hadits Palsu”. An Nasa’i mengatakan dia itu matruk. [lihat ta’liq Al-‘Itisham oleh Rasyid Ridha 1/39].

Jadi jelas sekali apa yang dilakukan sebagian kaum muslimin di Nishfu Sya’ban adalah Bid’ah Munkarah yang tak punya dasar. Imam Asy Syathiby Al-Andalusy mengatakan, “Dan diantara hal yang bid’ah adalah rutin melakukan ibadah tertentu diwaktu tertentu yang tidak pernah ada penentuan (waktu atau malam) nya dari syari’ah seperti (mengkhususkan puasa dipertengahan bulan Sya’ban dan beribadah dimalamnya”. [Al ‘Itisham 1/39].

Adakah Shalat Nishfu Sya’ban?
Syaikh Mahmud Syaltut (Rektor Al Azhar), mengatakan: “Adapun khusus malam Nishfu Sya’ban dan kumpul-kumpul untuk menghidupkannya dan mengadakan shalat khusus di malam itu serta berdo’a dengan do’a (khusus) semuanya tidak bersumber sedikitpun dari Nabi. Dan tak pernah dikatakan (dan dikenal) oleh seorangpun di masa-masa awal (Islam)” (Al -Fatawa: 191).

Yang ada dari Rasulullah adalah banyak berpuasa di bulan itu untuk mempersiapkan diri menghadapi Ramadhan tanpa membedakan hari-hari tertentu.

Ini adalah hal yang berkaitan dengan apa yang banyak dilakukan oleh masyarakat kita yang mengaku bermadzhab Syafi’i, namun amalan dan perbuatan mereka sangat bertolak belakang dengan apa yang mereka anut, bahkan para kiyai dan orang yang mengaku tokoh sekalipun.

Dalam kaitan ini dirasa perlu mendudukkan ulang keberadaan Shalat Nishfu Sya’ban, yang oleh sementara orang masih diyakini sebagai amalan istimewa dibulan Sya’ban.

A. Raka’at dan sifatnya
Dari riwayat-riwayat yang ditemukan yang masih harus kita lihat keabsahannya dapat disimpulkan bahwa jumlah raka’at dan sifat Shalat Nishfu Sya’ban adalah sebagai berikut: Pertama: 12 raka’at, pada setiap raka’atnya membaca surah al-Ikhlas sebanyak 30 kali.; Kedua: 13 raka’at, pada setiap raka’atnya membaca surah al-Ikhlas sebanyak 30 kali.; Ketiga: 100 raka’at, dengan membaca surah al-Fatihah dan surah al-Ikhlas 10 kali setiap raka’at.

B. Riwayat-riwayat yang mendasari Shalat Nishfu Sya’ban

“Barangsiapa shalat pada malam pertengahan bulan Sya’ban sebanyak 12 raka’at, yang pada tiap raka’atnya membaca surah al-Ikhlas 30 kali (al-Jauzaqanie, Kitabul Maudhu’at II:129).

“Barangsiapa shalat pada malam Nishfu Sya’ban 13 raka’at dengan membaca surah al-Ikhlas sebanyak 30 kali pada setiap raka’atnya, niscaya ia akan disyafa’ati (Al-Asrar al-Marfu’ah fil-Akhbar al-Maudhu’ah 462).

“Wahai Ali, barangsiapa shalat pada malam Nishfu Sya’ban 100 raka’at dengan membaca surah al-Fatihah dan surah al-Ikhlas 10 kali pada setiap raka’at, tidak lain melainkan Allah akan memenuhi semua hajat keperluannya (Al-Fawaid al-Majmu’ah 51, al-Maudhu’at II:129).
Tiga riwayat ini yang sering dibawa-bawa untuk mendasari amalan-amalan yang dianggapnya benar itu.

C. Keabsahan riwayat-riwayatnya
Riwayat pertama : ini masuk dalam kategori Maudhu’ (palsu), sedang rawi-rawinya disamping banyak yang majhul, ada pula yang Dha’if yaitu Baqiyyah bin al-Walid bin Shaid bin Ka’ab al-Kala’i dan Laits bin Abi Sulaim (al-Maudhu’at II:129).

Sebab kelemahan keduanya:
a. Baqiyyah bin al-Walid bin Shaid bin Ka’ab al-Kala’i; Dia memang orang yang Shaduq, hanya saja ia banyak Tadlis dari orang-orang Dha’if.
b. Laits bin Sulaim; Dia orang yang Shaduq, hanya saja dia sangat kacau sehingga tidak dapat dibedakan haditsnya, maka akhirnya dia ditinggalkan. Imam Ahmad menyatakan bahwa dia termasuk orang yang goncang haditsnya. Kata Yahya dan Nasa’i : Dia adalah Dha’if (Mizanul I’tidal III:420, dan Taqribut Tahdzib 464).

Riwayat kedua : ini juga maudhu’. Dalam Al-Asrar al-Marfu’ah fil Akhbar al-Maudhu’ah 462 dinyatakan bahwa Shalat Nishfu Sya’ban ini diada-adakan setelah 400 tahun dan berkembang dari Baitul Maqdis, baru kemudian dibuat beberapa hadits tentang shalat Nishfu Sya’ban, yang diantaranya adalah riwayat ini.

Riwayat ketiga : ini juga Maudhu’. Dalam al-Fawaid al-Majmu’ah 51,52, dikomentari bahwa hadits (riwayat) tentang Shalat Nishfu Sya’ban adalah bathil semua. Didalam sanad riwayat ini disamping banyak rawinya Majhul, ada juga rawi-rawinya yang dhaif. (Kitabul Maudhu’at II:129, dan al-Fawaid 51,52).

Melihat keterangan diatas nyata bagi kita bahwa riwayat-riwayat yang mendasari adanya Shalat Nishfu Sya’ban adalah Maudhu’ alias Palsu.

D. Kesimpulan dan Hukum
Semua riwayatnya Maudhu’, karena itu melaksanakan Shalat Nishfu Sya’ban adalah bid’ah yang tercela (Baca I’anatuth Thalibin 1:270).
An-Nawawi menegaskan: Shalat Rajab dan Nishfu Sya’ban adalah dua hal yang bid’ah, yang munkar lagi jelek (buruk) (as-Sunan wal-Mubtada’at 93).
Sebagai penutup dari pembahasan ini, mungkin diantara pembaca ada yang merasa tersinggung bahkan kesal dengan adanya tulisan ini, namun perlu diketahui kami hanya bisa menyampaikan apa yang kami ketahui berupa kebenaran, terlepas dari menerima atau tidaknya para pembaca semuanya.

“Dan taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-Nya, jika kamu berpaling Sesungguhnya kewajiban Rasul kami hanyalah menyampaikan (amanat Allah) dengan terang” {Qs. At Taghabun (64) : 12}.

Dan kami hanya bisa berdo`a semoga Allah SWT memberikan petunjuk jalan yang lurus kepada kita semua; yaitu jalan yang ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya yang mulia serta semoga Allah memberikan kemampuan untuk mengamalkannya. Aamiin.....

Referensi :
  1. Buletin Al-Huda;
  2. Fiqh Ibadat, Ibnu Arham.