Di setiap tanggal 17 Agustus, hampir seluruh rakyat Indonesia mulai dari kalangan para pejabat pemerintah hingga rakyat jelata, tepatnya di pagi hari, mereka pergi ke lapangan untuk melaksanakan upacara dalam rangka memperingati kemerdekaan Republik Indonesia. Mereka merayakan kemerdekaan dengan perasaan gembira. Ungkapan kegembiraan pun beragam caranya, dimulai dengan perlombaan-perlombaan dan biasanya ditutup dengan pementasan-pementasan musik.
Begitu semangat dan gembiranya mereka dalam merayakan hari yang ditunggu-tunggu itu, karena mereka beranggapan bahwa di hari inilah hakekat kemerdekaan bisa dirasakan sampai sekarang.
Benarkah ?
Saudaraku....
Sekian lama kaum Quraisy bertindak sewenang-wenang terhadap Rasulullah SAW dan pengikutnya. Terakhir, Quraisy telah melanggar salah satu klausul perjanjian Hudaibiyah dengan menyerang sekutu Rasulullah bani Khuza`ah. Berangkat dari peristiwa itu Nabi Muhammad SAW yang ma`shum memutuskan tidak akan lagi memberikan toleransi kepada kaum Quraisy. Beliau memerintahkan agar semua orang mempersiapkan diri dan memberitahukan mereka bahwa sasarannya adalah Makkah.
Lewat sepuluh hari pada bulan Ramadhan 8 H, Rasulullah SAW meninggalkan Madinah, beranjak menuju Makkah bersama 10 ribu sahabatnya.
Rombongan melaju memasuki Makkah tanpa ada perlawanan yang berarti dari pihak Quraisy. Selanjutnya Rasulullah bersama kaum Muhajirin dan Anshor berjalan memasuki Masjidil Haram. beliau berthawaf disekeliling Ka`bah sambil memegang busur sementara disekitar ka`bah bertebaran 360 berhala. Beliau mengarahkan busurnya kearah berhala-berhala tersebut sambil mengucapkan; “...Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” {Qs. Al-Israa` (17): 81}. Seketika itu pula berhala-berhala itu roboh dihadapan beliau SAW.
Pada akhirnya, beliau berdiri di pintu Ka`bah dan orang-orang Quraisy berkumpul di bawahnya, sambil menunggu keputusan yang akan beliau ambil. Dengan berpegang pada kedua kusen pintu, beliau SAW bersab-da, “Wahai orang-orang Quraisy, menurut kalian apa kira-kira yang akan aku lakukan terhadap kalian?” mereka membayangkan Rasulullah SAW akan menghabisi mereka semua. Dibenak mereka, kematian adalah harga yang pantas yang harus dibayar atas kedzaliman yang dahulu mereka lakukan terhadap nabi Muhammad SAW. Namun mereka masih mengharapkan terbetiknya rasa belas kasihan dihati Rasulullah SAW, maka mereka menjawab, “Kamu akan memperlakukan kami dengan baik, karena engkau adalah saudara kami yang mulia dan anak saudara kami yang mulia.” beliau SAW pun bersabda: “Sesungguhnya aku akan katakan kepada kalian sebagaimana yang dikatakan Yusuf as kepada saudara-saudaranya; Pada hari ini tak ada cercaan terhadap kamu, mudah-mudahan Allah mengampuni (kamu). Pergilah, kalian semua bebas!”. Ya, Rasulullah memaafkan mereka.
Tatkala misi penaklukan Makkah berhasil, orang-orang tersadar bahwa kemenangan berada ditangan Rasulullah SAW dan para Sahabatnya, maka mereka pun berbondong-bondong masuk kedalam Islam. Jika sebelumnya yang masuk Islam orang-perorang, itu pun sering kali dilakukan dengan sembunyi-sembunyi, kini utusan dari kabilah-kabilah datang secara terang-terangan kepada Beliau dan menyatakan bahwa dirinya beserta kaumnya ingin masuk Islam.
Ini adalah penaklukan terbesar yang dengannya Allah memuliakan agama, Rasul-Nya, para prajurit dan pasukan-Nya yang dapat dipercaya, yang dengan ini pula Dia menyelamatkan negeri dan Rumah-Nya, yang telah dijadikan sebagai petunjuk bagi semesta alam, menyelamatkannya dari cengkraman orang-orang kafir dan musyrik. Ini merupakan penaklukan dan sekaligus kemenangan yang telah di khabarkan penduduk langit, yang kemudian semua manusia masuk kedalam Islam secara berbondong-bondong, sehingga wajah bumi berseri-seri memancarkan cahaya dan keceriaan.
Pada awalnya kaum muslimin menerima berbagai intimidasi dan penyiksaan lantaran mengkampanyekan ideologi tauhid, yakni penyembahan kepada Allah semata. Satu hal yang asing dan tidak bisa diterima oleh akal orang-orang jahiliyah saat itu.
Renugkanlah sirah atau sejarah diatas, niscaya kita akan menemukan satu paradigma baru tentang kemerdekaan. Sejarah tersebut menyampaikan pesan bahwa kemerdekaan dalam kacamata Islam adalah tegaknya kedaulatan Allah di muka bumi. Rasulullah tak mungkin sudi jika harus hidup dibawah aturan selain Islam, karena beliau diutus untuk menyeru manusia agar menyembah Allah saja, “Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan); `sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thagut itu.” {Qs. An-Nahl (16) : 36}.
Jadi apapun bentuk aturan yang bukan produk Islam, kemudian diterapkan kepada ummat Islam, walaupun dianggap baik serta hasilnya dipandang positif, maka pada hakekatnya itu tetaplah sebuah tirani.
Seorang muslim tentu yakin bahwa Allah menciptakan bani Adam hanya untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya, yang artinya: “Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” {Qs. Adzariyaat (51) : 56}.
Ayat ini menjadi tolok ukur merdeka atau tidaknya seorang muslim. Tatkala seorang muslim benar-benar menjadikan Allah sebagai sesembahannya, termasuk bentuk penyembahan-Nya yaitu dengan menjadikan aturannya sebagai pedoman hidup, maka sungguh ia telah merdeka. Ia menjadi orang yang tertindas, ketika menyimpangkan atau dipaksa menyimpangkan penyembahannya kepada selain Allah.
Itulah arti kemerdekaan dalam versi Islam, yaitu:
“Terbebasnya manusia dari penyembahan sesama makhluk menuju penyembahan kepada Allah SWT semata.”
Saat hal itu terjadi barulah label merdeka tersematkan.
Jadi, sudahkah kita merdeka?
Jawabannya tentu belum, kaum muslimin masih terjajah oleh Iblis yang dijalankan oleh antek-anteknya dari orang-orang kafir yang merupakan musuh-musuh Islam. Mereka terus bekerja keras untuk menghancurkan generasi-generasi Islam. sehingga kita bisa menyaksikan kebanyakan kaum muslimin mengikuti seruan mereka, mulai dari mengikuti cara berpakaian, bahkan mengikuti cara beragamanya mereka.
Saudaraku....
Coba anda lihat di kuburan-kuburan yang dikeramatkan; mereka berdo`a, meminta pertolongan, meminta jodoh, meminta rizki kepada ahli mayit, mereka menyerahkan segala urusannya kepada selain Allah. Bukankah itu belum merdeka?
Belum lagi, masih banyak yang mengaku muslim yang belum terbebas dari benda-benda keramat, isim, jimat-jimat dan lain sebagainya. Mereka takut jika benda-benda tersebut dilenyapkan maka akan terjadi sesuatu yang menimpa mereka berupa hal-hal yang tidak diinginkan; seperti kesempitan rizki, kecelakaan, sakit, bangkrut dagangannya dan lain sebagainya. Itu artinya mereka belum merdeka.
Saudaraku....
Kaum muslimin sekarang ini belum merdeka menjalankan sunnah dengan sempurna, belum bebas menghancurkan kebid`ahan, kesyirikan, kemaksiatan. Selalu saja ada penghalangnya dari musuh-musuh yang tidak suka kepada orang-orang yang memperjuangkan kemerdekaan negara Islam dimuka bumi ini.
Walaupun demikian, orang-orang yang beriman, mereka tetap bersabar dengan perjuangannya, mereka yakin apa yang dijanjikan Allah itu berupa kemenangan pasti akan datang. Sebagaimana firmannya,
“Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” {Qs. Muhammad (47) : 7}.
Dengan kemenangan tersebut Islam terbebas dari jajahan kaum kafir dan antek-anteknya. Dalam kata lain Islam telah mendapatkan kemerdekaan yang hakiki sehingga mereka hanya beribadah hanya kepada Allah semata dengan perasaan tenang; tanpa gangguan, mereka menyerahkan seluruh perkaranya hanya kepada Allah semata, mereka ridha dengan ketetapan-Nya yang baik maupun yang buruk. Mereka tidak resah dengan kehidupan yang dijalaninya, mereka hidup dengan damai, penuh dengan kasih sayang, persaudaraan karena keimanan, dengan begitulah terciptalah masyarakat Islami yang kita damba-dambakan, masyarakat yang hidup dibawah naungan wahyu Ilahi.
Referensi : Buletin Al-Huda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar