Awal bulan Ramadhan ditetapkan melihat hilal, tanggal satu
bulan Ramadhan walaupun hanya bersumber dari satu orang laki-laki yang adil,
terpercaya, atau dengan menyempurnakan bilangan bulan Sya’ban menjadi tiga
puluh hari.
Dari Ibnu Umar r.a. ia berkata, “Orang-orang pada
memperhatikan hilal (bulan Ramadhan), lalu saya informasikan kepada Rasulullah
saw. bahwa sesungguhnya saya telah melihatnya. Maka, beliau berpuasa dan
memerintah segenap sahabat agar berpuasa.“ (Shahih: Irwa-ul Ghalil no: 908,
Fiqhus Sunnah I:367 dan hadits yang diriwayatkan Imam Abu Daud dalam ‘Aunul
Ma’bud IV: 468 no: 2325).
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakkar bin Ar Rayyan, telah menceritakan
kepada kami Al Walid bin Abu Tsaur, dan telah diriwayatkan dari
jalur yang lain: Telah menceritakan kepada kami Al Hasan bin Ali, telah
menceritakan kepada kami Al Husain Al Ju’fi dari Zaidah secara makna,
dari Simak, dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata; seorang badui telah
datang kepada Nabi saw dan berkata; sesungguhnya aku telah melihat Hilal -Al
Hasan dalam haditsnya mengatakan; yaitu Hilal Ramadhan-, kemudian beliau
berkata; apakah engkau bersaksi bahwa
tidak ada tuhan yang berhak disembah disembah kecuali Alloh? Ia berkata; ya.
Beliau berkata; apakah engkau bersaksi bahwa Muhammad adalah
Rosululloh? Ia berkata; ya. Beliau berkata; wahai Bilal, umumkan kepada
orang-orang agar mereka berpuasa
besok.
(HR. Abu Daud).
Jika ternyata, hilal bulan Ramadhan tetap tidak terlihat
karena tertutup mendung atau semisalnya, maka hendaklah menyempurnakan bilangan
bulan Sya’ban menjadi tiga puluh hari, berdasar hadits riwayat Abu Hurairah di
atas.
Telah
menceritakan kepada kami Ahmad bin Hanbal, telah menceritakan kepadaku
Abdurrahman bin Mahdi, telah menceritakan kepadaku Mu’awiyah bin Shalih dari
Abdullah bin Abu Qais, ia berkata; saya mendengar Aisyah berkata; Rosululloh
memperhatikan Bulan Sya’ban tidak seperti
perhatian beliau kepada selainnya, kemudian
beliau
berpuasa karena melihat Ramadhan, apabila terhalang untuk melihatnya maka
beliau menggenapkan bilangan
tiga
puluh hari kemudian beliau berpuasa. (HR. Abu Daud)
Adapun hilal bulan Syawal, maka tidak boleh ditetapkan adanya,
kecuali dengan dua orang saksi laki-laki yang adil.
Telah
menceritakan kepada kami Musaddad, serta Khalaf bin Hisyam Al Muqri`, mereka
berkata; telah menceritakan kepada kami Abu ‘Awanah
dari Manshur dari Rib’i bin Hirasy dari seorang sahabat Nabi saw, ia berkata; orang-orang
berselisih mengenai akhir hari Ramadhan. Kemudian terdapat dua orang badui yang
datang dan memberikan persaksian di hadapan Nabi saw dengan
nama Alloh, sungguh mereka telah menyaksikan Hilal kemarin sore. Kemudian
Rosululloh memerintahkan orang-orang agar
berbuka. Khalaf menambahkan dalam haditsnya; dan agar mereka pergi ke lapangan.
Dari Abdurrahman bin Zaid bin Khattab, bahwa ia pernah
berkhutbah pada hari yang masih diragukan (apakah telah masuk bulan Ramadhan
atau belum, pengoreksi), ia berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya aku pernah
duduk/belajar kepada para sahabat Rasulullah saw. sambil bertanya kepada
mereka, lalu mereka menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Berpuasalah kamu bila sudah melihat hilal (bulan Ramadhan), dan berbukalah
kamu bila sudah melihat hilal (bulan syawal), serta beribadahlah (maksudnya:
berhajjah atau berkorbanlah, lihat ‘hasyiah Assindi ‘alaa Nasa’i 4/ 133
pengoreksi). Padanya. Jika mendung menyelimuti kamu, maka sempurnakanlah (bulan
Sya’ban) menjadi tiga puluh hari. Dan jika ada dua orang muslim yang
menyaksikan (hilal), maka hendaklah kamu berpuasa dan berbukalah!”
(Shahihul Jami’us Shaghir no: 3811, al-Fathur Rabbani IX: 264 dan 265 no: 50,
Nasa’i IV: 132-133 tanpa lafadz, “MUSLIMAANI”).
Dari Gubernur Mekkah, al-Harits bin Hathib, ia bertutur,
“Rasulullah mengamanatkan kepada kami agar kami melaksanakan ibadah puasa ini
bila sudah melihat hilal (bulan Ramadhan); jika kami tidak melihatnya, namun
ada dua orang laki-laki yang adil yang menyaksikan (nya), maka kami harus
melaksanakan ibadah puasa ini dengan kesaksian mereka berdua!” (Shahih: Shahih
Abu Daud no: 205, ‘Aunul Ma’bud VI: 463 no: 2321).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw., “Yaitu jika ada
dua orang yang muslim yang menyaksikan (hilal), maka hendaklah kamu berpuasa
dan berbukalah” dalam hadits Abdurrahman bin Zaid, dan satu riwayat, “Jika
kami tidak melihat hilal (bulan Ramadhan), namun ada dua orang adil yang
menyaksikan (nya), maka kami harus beribadah shiyam ini dengan kesaksian mereka
berdua” yang terekam dalam riwayat al-Harits bin Hatib ini, pengertian dari
keduanya menunjukkan bahwa satu orang laki-laki yang menyaksikan hilal tidak
dapat dijadikan sebagai dasar pijakan untuk memulai dan menyudahi ibadah puasa.
Kemudian dikecualikan untuk memulai shiyam Ramadhan (boleh dilakukan hanya
dengan seorang saksi yang telah melihat hilal), berdasar dalil yang
diriwayatkan Ibnu Umar r.a. itu. Tinggallah masalah menyudahi puasa Ramadhan,
karena tiada dalil yang membolehkan berbuka puasa dengan kesaksian satu orang
laki-laki.” Selesai, periksa Tuhfatun Ahwadzi III : 373-374 dengan sedikit
perubahan.
Tanbih
“peringatan”:
Barang siapa yang melihat hilal satu Ramadhan atau syawal,
sendirian maka ia tidak diperbolehkan berpuasa sebelum masyarakat berpuasa dan
tidak pula dan tidak pula berbuka hingga masyarakat berbuka. Hal ini didasarkan
pada hadits dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, “Puasa adalah
pada hari kamu sekalian berpuasa, berbuka (idul fitri) adalah pada hari kamu
sekalian berbuka, dan hari kurban adalah hari kamu sekalian menyembelih
binatang korban.” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 3869, Tirmidzi II: 101
no: 593).
Referensi:
- Adaptasi dari ‘Abdul ‘Azhim bin Badawi al-Khalafi, Al-Wajiz Fi Fiqhis Sunnah Wal Kitabil ‘Aziz, atau Al-Wajiz Ensiklopedi Fikih Islam dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah Ash- Shahihah, terj. Ma’ruf Abdul Jalil (Pustaka As-Sunnah), hlm. 388-391.
- Ensiklopedi Hadits, Lidwa Pusaka.
as salamu alaikum Wr. Wb
BalasHapusSetelah mendengar hasil laporan rukyatul hilal dan memantau, kemudian sidang isbat di kementrian Agama Jakarta yang hampir sudah bisa dipastikan hilal tidak terlihat, maka dapat diputuskan bahwa 1 Romadhon jatuh pada hari Sabtu, 21 Juli.
Wallohu a'lam bis-Showab
Rosululloh saw mengaitkan Shiyam Romadhon dengan terlihatnya hilal, bukan wujud/ adanya hilal. Buktinya: Jika mendung, beliau menggenapkan Sya'ban 30 hari.
BalasHapus