oleh Ihsan Tandjung
Salah satu
penyakit menonjol kaum Muslimin dewasa ini ialah terjangkiti Defeated Mentality
(Mental Pecundang). Tidak sedikit saudara muslim kita yang malu menampilkan
identitas ke-Islam-annya di tengah masyarakat. Ia sangat khawatir bila dirinya
memperlihatkan segala sesuatu yang terkait dengan nilai-nilai Islam maka ia
akan diejek, dipandang rendah, diasingkan, dikucilkan, ditolak bahkan dimusuhi.
Inilah yang menyebabkan tidak sedikit pegawai kantoran yang membiarkan dirinya
menunda bahkan meninggalkan sholat bila mendapati dirinya sedang “terjebak” di
dalam suatu meeting panjang. Tidak sedikit muslimah yang ragu untuk berjilbab
karena tidak siap menghadapi “komentar negatif” orang-orang di sekelilingnya.
Dan banyak daftar contoh lainnya. Padahal menampilkan identitas Islam merupakan
perintah Allah سبحانه و تعالى :
فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Jika
mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (QS. Ali Imran [3] : 64)
Keberpalingan
orang lain dari agama Allah سبحانه و تعالى tidak berarti kitapun harus ikut-ikutan
berpaling darinya. Berjalanlah di tengah masyarakat dengan identitas Islam yang
jelas terlihat. Sebab menampilkan identitas Islam merupakan bukti seorang
muslim siap beribadah kepada Rabbnya dalam situasi dan kondisi apapun. Di
manapun dan di hadapan siapapun. Memperlihatkan perilaku dan akhlak Islam
merupakan bukti seorang muslim meyakini bahwa sosok Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم merupakan teladan utama bagi dirinya yang perlu ia contoh
begaimanapun situasi dan kondisi yang melingkupi dirinya. Seorang muslim tidak
dibenarkan membiarkan dirinya berperilaku laksana bunglon. Berubah warna
menyesuaikan diri dengan warna di sekitar dirinya. Warna Islam harus menjadi
warna seorang muslim betapapun ramainya aneka warna lainnya di sekitar dirinya.
Muslim yang tidak konsisten menampilkan identitas Islamnya merupakan orang yang
memiliki mentalitas pecundang. Ia telah kalah sebelum bertarung.
Apa
sebenarnya yang menyebabkan banyak muslim dewasa ini ber-mental pecundang?
Banyak sebabnya. Di antaranya ialah:
- Tidak memiliki keyakinan yang mantap bahwa sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى pasti menolong orang yang menolong (agama) Allah سبحانه و تعالى. Dia ragu apakah benar jika dirinya tampil dengan identitas Islam ia bakal ditolong Allah سبحانه و تعالى? Sehingga akhirnya dia menawar dalam hal ini. Dia mulai mencari identitas lain yang dia sangka jika ia tampilkan –baik bersama dengan identitas Islam maupun tidak- maka manusia di sekitar akan memberikan apresiasi kepada dirinya. Ia akan dianggap sebagai orang yang lebih “mudah diterima”. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ
أَقْدَامَكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
(QS. Muhammad [47] : 7)
- Dia silau melihat kaum kafir yang Allah sedang berikan kesempatan memimpin dunia dewasa ini di zaman yang penuh fitnah (baca: ujian) bagi kaum yang beriman. Lalu dalam rangka supaya bisa segera menyaingi keberhasilan kaum kafir, maka diapun mengikuti jejak langkah, tabiat dan kebiasaan kaum kafir. Jika kaum kafir bisa meraih kemenangan tanpa menghiraukan keterlibatan agama dalam urusan kehidupan sosial, politik dan ekonomi, maka iapun menganggap bahwa hal itu juga bisa diraih oleh ummat Islam jika paham sekularisme turut dikembangkan di tengah kaum muslimin. Akhirnya ia beranggapan bahwa identitas berdasarkan kesamaan bangsa lebih dapat diandalkan daripada identitas berdasarkan kesamaan aqidah dan ketundukan kepada Allah, Rabb Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya. Paham nasionalisme yang merupakan ideologi produk manusia dipercaya dapat “lebih menjual” daripada ideologi dienullah (agama Allah) Al-Islam yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى . Alhasil keyakinan bahwa Allah سبحانه و تعالى merupakan sebab bersatunya hati manusia digantikan dengan man-made ideologies sebagai sebab persatuan dan kesatuan umat manusia. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:
وَأَلَّفَ
بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًامَا أَلَّفْتَ بَيْنَ
قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
“Dan
(Allah) Dialah Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu
tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan
hati mereka.” (QS. Al-Anfal [8] : 63)
- Dia mudah terjebak oleh paham-paham sesat modern yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara ada sebagian ummat Islam bahkan tokoh Islam yang justeru mendukung paham-paham tersebut. Dukungan yang diberikan kadang-kala dijabarkan dalam tulisan-tulisan yang berdalilkan ayat dan hadits pula. Di antaranya adalah seperti paham Pluralisme, Sekularisme, Humanisme serta Demokrasi. Memang harus diakui bahwa jika seorang muslim tidak memiliki ilmu yang cukup dan rajin membaca berbagai tulisan para ulama dan pemikir Islam yang kritis membedah kesesatan paham-paham tersebut, niscaya dia akan dengan mudah menelan berbagai pandangan yang mendukung dan menjustifikasi keabsahan paham-paham tadi. Sebab media yang pada umumnya sekuler lebih condong memuat pendapat yang sejalan dengannya. Hanya sedikit sekali media Islam yang cukup cerdas membongkar bahayanya paham-paham tadi. Karena disamping kecerdasan juga diperlukan keberanian untuk menentang arus yang mengkampanyekannya. Itulah rahasianya Allah سبحانه و تعالى memerintahkan ummat Islam agar tidak mudah ikut arus yang ramai.
وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِإِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
"Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap
Allah)." (QS. Al-An’aam [6] : 116)
- Dia tidak cukup sabar meniti jalan sulit dan mendaki sesuai sunnah (tradisi) cara berjuang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم untuk meraih janji kemenangan agama Allah سبحانه و تعالى di dunia. Dia mengira bahwa jadwal kemenangan ummat Islam mesti ditentukan oleh perhitungan akal dirinya sendiri. Padahal segala sesuatu memiliki dan mengikuti sunnatullah. Akhirnya demi segera tercapainya kemenangan ia rela berjalan dan berjuang tidak lagi mencontoh sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم Mulailah dia memandang para mujahidin yang sejatinya berada di atas jalan Allah سبحانه و تعالى justeru sebagai kalangan yang bodoh, tidak progressif dan tidak realistis. Sedangkan para kolaborator (baca: para pengkhianat) justeru dipandangnya sebagai kalangan yang berpandangan luas, progressif dan realistis dalam berjuang. Mereka lupa bahwa kalah dan menang merupakan tabiat hidup di dunia. Tidak mungkin ummat Islam terus-menerus meraih kemenangan di dunia sebagaimana tidak mungkin kaum kafir pasti selalu mengalami kekalahan di dunia. Allah سبحانه و تعالى menggilir masa kejayaan dan kemenangan di antara ummat manusia. Ada masanya ummat Islam berjaya, ada masanya ummat Islam terpuruk. Ada masanya kaum kafir terpuruk, ada masanya mereka diizinkan Allah meraih kemenangan di dunia.
إِنْ
يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُوَتِلْكَ الأيَّامُ
نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُواوَيَتَّخِذَ
مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Jika
kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun
(pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan
orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai)
syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran [3] : 140)
Yang
pasti, hanya kaum beriman sejati sajalah yang selamanya akan berjaya dan
bahagia di akhirat. Dan hanya kaum kafirlah —beserta kaum munafiq yang
berkolaborasi dengan mereka— yang selamanya bakal merugi dan menderita
kekalahan sejati di akhirat kelak nanti.
Begitu
kita menyadari bahwa secara konteks zaman kita ditaqdirkan Allah سبحانه و تعالى
lahir ke dunia di era dimana giliran kekalahan sedang menimpa ummat Islam dan
giliran kejayaan sedang Allah taqdirkan berada di tangan kaum kuffar, maka kita
segera sadar bahwa ini merupakan era badai fitnah (baca: badai ujian). Dengan legowo
kita harus mengakui bahwa ummat Islam dewasa ini sedang babak belur dan kaum
kafir sedang berjaya secara duniawi. Tapi itu bukan alasan untuk kemudian kita
meniti kehidupan di dunia ini dengan defeated mentality (mental pecundang). Ini
sama sekali bukan alasan ummat Islam untuk meninggalkan jalan hidup Islam dan
malah mengadopsi jalan hidup kaum kuffar.
وَلا
تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS. Ali Imran [3] : 139)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ
Dari
Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: 'Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan
asing,maka beruntunglah orang-orang yang terasing'." (HR. Muslim No. 208)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar