“Ilmu
itu lebih baik daripada harta. Ilmu itu menjaga engkau dan sedangkan engkau menjaga harta.
Ilmu itu penghukum (hakim) dan sedangkan harta terhukum”
15 Januari 2013
Defeated Mentality (Mental Pecundang)
oleh Ihsan Tandjung
Salah satu
penyakit menonjol kaum Muslimin dewasa ini ialah terjangkiti Defeated Mentality
(Mental Pecundang). Tidak sedikit saudara muslim kita yang malu menampilkan
identitas ke-Islam-annya di tengah masyarakat. Ia sangat khawatir bila dirinya
memperlihatkan segala sesuatu yang terkait dengan nilai-nilai Islam maka ia
akan diejek, dipandang rendah, diasingkan, dikucilkan, ditolak bahkan dimusuhi.
Inilah yang menyebabkan tidak sedikit pegawai kantoran yang membiarkan dirinya
menunda bahkan meninggalkan sholat bila mendapati dirinya sedang “terjebak” di
dalam suatu meeting panjang. Tidak sedikit muslimah yang ragu untuk berjilbab
karena tidak siap menghadapi “komentar negatif” orang-orang di sekelilingnya.
Dan banyak daftar contoh lainnya. Padahal menampilkan identitas Islam merupakan
perintah Allah سبحانه و تعالى :
فَإِنْ
تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
Jika
mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami
adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)." (QS. Ali Imran [3] : 64)
Keberpalingan
orang lain dari agama Allah سبحانه و تعالى tidak berarti kitapun harus ikut-ikutan
berpaling darinya. Berjalanlah di tengah masyarakat dengan identitas Islam yang
jelas terlihat. Sebab menampilkan identitas Islam merupakan bukti seorang
muslim siap beribadah kepada Rabbnya dalam situasi dan kondisi apapun. Di
manapun dan di hadapan siapapun. Memperlihatkan perilaku dan akhlak Islam
merupakan bukti seorang muslim meyakini bahwa sosok Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم merupakan teladan utama bagi dirinya yang perlu ia contoh
begaimanapun situasi dan kondisi yang melingkupi dirinya. Seorang muslim tidak
dibenarkan membiarkan dirinya berperilaku laksana bunglon. Berubah warna
menyesuaikan diri dengan warna di sekitar dirinya. Warna Islam harus menjadi
warna seorang muslim betapapun ramainya aneka warna lainnya di sekitar dirinya.
Muslim yang tidak konsisten menampilkan identitas Islamnya merupakan orang yang
memiliki mentalitas pecundang. Ia telah kalah sebelum bertarung.
Apa
sebenarnya yang menyebabkan banyak muslim dewasa ini ber-mental pecundang?
Banyak sebabnya. Di antaranya ialah:
- Tidak memiliki keyakinan yang mantap bahwa sesungguhnya Allah سبحانه و تعالى pasti menolong orang yang menolong (agama) Allah سبحانه و تعالى. Dia ragu apakah benar jika dirinya tampil dengan identitas Islam ia bakal ditolong Allah سبحانه و تعالى? Sehingga akhirnya dia menawar dalam hal ini. Dia mulai mencari identitas lain yang dia sangka jika ia tampilkan –baik bersama dengan identitas Islam maupun tidak- maka manusia di sekitar akan memberikan apresiasi kepada dirinya. Ia akan dianggap sebagai orang yang lebih “mudah diterima”. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ
أَقْدَامَكُمْ
Hai
orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan
menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.
(QS. Muhammad [47] : 7)
- Dia silau melihat kaum kafir yang Allah sedang berikan kesempatan memimpin dunia dewasa ini di zaman yang penuh fitnah (baca: ujian) bagi kaum yang beriman. Lalu dalam rangka supaya bisa segera menyaingi keberhasilan kaum kafir, maka diapun mengikuti jejak langkah, tabiat dan kebiasaan kaum kafir. Jika kaum kafir bisa meraih kemenangan tanpa menghiraukan keterlibatan agama dalam urusan kehidupan sosial, politik dan ekonomi, maka iapun menganggap bahwa hal itu juga bisa diraih oleh ummat Islam jika paham sekularisme turut dikembangkan di tengah kaum muslimin. Akhirnya ia beranggapan bahwa identitas berdasarkan kesamaan bangsa lebih dapat diandalkan daripada identitas berdasarkan kesamaan aqidah dan ketundukan kepada Allah, Rabb Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya. Paham nasionalisme yang merupakan ideologi produk manusia dipercaya dapat “lebih menjual” daripada ideologi dienullah (agama Allah) Al-Islam yang bersumber dari Allah سبحانه و تعالى . Alhasil keyakinan bahwa Allah سبحانه و تعالى merupakan sebab bersatunya hati manusia digantikan dengan man-made ideologies sebagai sebab persatuan dan kesatuan umat manusia. Padahal jelas Allah سبحانه و تعالى berfirman:
وَأَلَّفَ
بَيْنَ قُلُوبِهِمْ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الأرْضِ جَمِيعًامَا أَلَّفْتَ بَيْنَ
قُلُوبِهِمْ وَلَكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ
“Dan
(Allah) Dialah Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman).
Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu
tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan
hati mereka.” (QS. Al-Anfal [8] : 63)
- Dia mudah terjebak oleh paham-paham sesat modern yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara ada sebagian ummat Islam bahkan tokoh Islam yang justeru mendukung paham-paham tersebut. Dukungan yang diberikan kadang-kala dijabarkan dalam tulisan-tulisan yang berdalilkan ayat dan hadits pula. Di antaranya adalah seperti paham Pluralisme, Sekularisme, Humanisme serta Demokrasi. Memang harus diakui bahwa jika seorang muslim tidak memiliki ilmu yang cukup dan rajin membaca berbagai tulisan para ulama dan pemikir Islam yang kritis membedah kesesatan paham-paham tersebut, niscaya dia akan dengan mudah menelan berbagai pandangan yang mendukung dan menjustifikasi keabsahan paham-paham tadi. Sebab media yang pada umumnya sekuler lebih condong memuat pendapat yang sejalan dengannya. Hanya sedikit sekali media Islam yang cukup cerdas membongkar bahayanya paham-paham tadi. Karena disamping kecerdasan juga diperlukan keberanian untuk menentang arus yang mengkampanyekannya. Itulah rahasianya Allah سبحانه و تعالى memerintahkan ummat Islam agar tidak mudah ikut arus yang ramai.
وَإِنْ
تُطِعْ أَكْثَرَ مَنْ فِي الأرْضِ يُضِلُّوكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِإِنْ
يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنْ هُمْ إِلا يَخْرُصُونَ
"Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti
persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap
Allah)." (QS. Al-An’aam [6] : 116)
- Dia tidak cukup sabar meniti jalan sulit dan mendaki sesuai sunnah (tradisi) cara berjuang Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم untuk meraih janji kemenangan agama Allah سبحانه و تعالى di dunia. Dia mengira bahwa jadwal kemenangan ummat Islam mesti ditentukan oleh perhitungan akal dirinya sendiri. Padahal segala sesuatu memiliki dan mengikuti sunnatullah. Akhirnya demi segera tercapainya kemenangan ia rela berjalan dan berjuang tidak lagi mencontoh sunnah Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم Mulailah dia memandang para mujahidin yang sejatinya berada di atas jalan Allah سبحانه و تعالى justeru sebagai kalangan yang bodoh, tidak progressif dan tidak realistis. Sedangkan para kolaborator (baca: para pengkhianat) justeru dipandangnya sebagai kalangan yang berpandangan luas, progressif dan realistis dalam berjuang. Mereka lupa bahwa kalah dan menang merupakan tabiat hidup di dunia. Tidak mungkin ummat Islam terus-menerus meraih kemenangan di dunia sebagaimana tidak mungkin kaum kafir pasti selalu mengalami kekalahan di dunia. Allah سبحانه و تعالى menggilir masa kejayaan dan kemenangan di antara ummat manusia. Ada masanya ummat Islam berjaya, ada masanya ummat Islam terpuruk. Ada masanya kaum kafir terpuruk, ada masanya mereka diizinkan Allah meraih kemenangan di dunia.
إِنْ
يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُوَتِلْكَ الأيَّامُ
نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُواوَيَتَّخِذَ
مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لا يُحِبُّ الظَّالِمِينَ
“Jika
kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun
(pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan
kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat
pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan
orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai)
syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali Imran [3] : 140)
Yang
pasti, hanya kaum beriman sejati sajalah yang selamanya akan berjaya dan
bahagia di akhirat. Dan hanya kaum kafirlah —beserta kaum munafiq yang
berkolaborasi dengan mereka— yang selamanya bakal merugi dan menderita
kekalahan sejati di akhirat kelak nanti.
Begitu
kita menyadari bahwa secara konteks zaman kita ditaqdirkan Allah سبحانه و تعالى
lahir ke dunia di era dimana giliran kekalahan sedang menimpa ummat Islam dan
giliran kejayaan sedang Allah taqdirkan berada di tangan kaum kuffar, maka kita
segera sadar bahwa ini merupakan era badai fitnah (baca: badai ujian). Dengan legowo
kita harus mengakui bahwa ummat Islam dewasa ini sedang babak belur dan kaum
kafir sedang berjaya secara duniawi. Tapi itu bukan alasan untuk kemudian kita
meniti kehidupan di dunia ini dengan defeated mentality (mental pecundang). Ini
sama sekali bukan alasan ummat Islam untuk meninggalkan jalan hidup Islam dan
malah mengadopsi jalan hidup kaum kuffar.
وَلا
تَهِنُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
“Janganlah
kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah
orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang
beriman.” (QS. Ali Imran [3] : 139)
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
بَدَأَ الْإِسْلَامُ غَرِيبًا وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ غَرِيبًا فَطُوبَى
لِلْغُرَبَاءِ
Dari
Abu Hurairah dia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: 'Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan kembali dalam keadaan
asing,maka beruntunglah orang-orang yang terasing'." (HR. Muslim No. 208)
MURAQOBAH (merasa Diawasi Alloh)
Firman Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
“ yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk
sembahyang), dan (melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang
yang sujud.” (Q.S Asy Syuraa 218-219)
“Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. dan Allah
Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” ( QS Al Hadiid 4)
“ Sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mengawasi.” (QS Al Fajr
14)
Muraqobah artinya Hendaklah
seorang muslim menjadikan dirinya dalam pengawasan dan penjagaan Alloh
Subhanahu wa Ta’ala dan mengingatkan diri sepenuhnya kepada pengawasan dan
penjaggan tersebut sepanjang hidupnya hingga timbul keyakinan bahwa
sesungguhnya Alloh melihatnya, mengetahui segala rahasia dirinya, mengawasinya
dan berkuasa terhadap dirinya dan terhadap setiap jiwa atas apa yang mereka
perbuat.
Muraqobah
mempunyai dua aspek :
1.
Merasa bahwa Alloh senantiasa mengawasi
Merasa diawasi Alloh berarti kita tahu bahwa Alloh
mengetahui apa yang kita kerjakan, apa yang kita lakukan bahkan mengetahui apa
yang kita yakini. Alloh berfirman :
Dan bertawakkallah kepada (Allah) yang Maha Perkasa lagi
Maha Penyayang, yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang), dan
(melihat pula) perobahan gerak badanmu di antara orang-orang yang sujud.( Asy
syu’raa 217-219)
2.
Sesungguhnya Alloh senantiasa mengawasimu,
Alloh berfirman :
Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.( QS. Al Azab
52)
Bahwa Alloh senantiasa mengawasi kita semua, baik terhadap
apa yang kita rahasiakan perlihatkan maupun apa yang trbersit oleh hati kita
semua. Lihatlah !!!! apa yang ada dalam hati kita? adakah kesyirikan pada
Alloh, riya dalam ibadah, dengki terhadap sesama, benci terhadap orang-orang
yang beriman, mencintai orang – orang yang kafir, dan hal-hal yang tidak dicintai
Alloh? Hendaknya kita mengawasi hati kita, karena Alloh Ta’ala befirman:
“dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya,” (QS. Qaaf. 16).
Tingkat pertama adalah beribdah karena senang dan tamak.
Sedang tingkat kedua adalah beribadah karena rasa takut dan cemas. Ini
cerminan dari hadis Nabi Shalallahu Alaihi wa Sallam. “ kalian menyembah
Alloh seakan-akan meliht-Nya, dan jika kalian tidak mampu melihatnya maka
sesungguhnya Alloh pasti melihat kalian”(HR.Bukhori wa Muslim).
Ketahuilah!! Bahwa Alloh akan senantiasa bersama hamba-Nya
dimana pun mereka berada. Ini menunjukan kesempurnaan pengawasan Alloh kepada
kita baik dalam ilmu, kekuasaan, kemampuan, pengaturan dan lain-lain. Dan tidak
berarti bahwa Alloh bersama kita ditempat kita berada. Dia berada diatas segala
susuatu, sebagaimana firman-Nya:
(yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas
‘Arsy. (QS. Tohaa 5)
Bersemayam di atas ‘Arsy ialah satu sifat Allah yang wajib
kita imani, sesuai dengan kebesaran Alloh dan kesucian-Nya.
Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di
langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan
tiba-tiba bumi itu bergoncang? (QS. Al Mulk.16)
Inilah contoh dalil yang menunjukkan bahwa Alloh berada di
atas segala sesuatu, tidak ada satu apapun yang menyerupai-Nya dalam
sifat dan keadaa-Nya. Dia Maha Tinggi dalam kedekatan-Nya dan Maha Dekat dengan
ketinggiaan-Nya. Sebagaimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat.
“ (QS. Al Baqoroh 186).
Namun wajib bagi kita ketahui bahwa Dia tidak berada di
bumi. Sebab jika kita memiliki asumsi seperti itu, maka akan membatalkan salah
satu sifat-Nya, bahwa Alloh adalah Zat Yang Maha Tinggi!!!
Kebersaamaan Alloh beserta makhluknya terbagi menjadi dua
kriteria :
1.
Kebersamaan Alloh dengan orang-orang yang beriman (khusus) yang mencakup.
PengetahuanNya, kekuasaan-Nya, cakupan-Nya, pengaturan-Nya dan lain-lain.
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan
orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS.an Nahl 128)
Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya
Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah)
mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika
keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah
kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” (QS.at Taubah 40)
2.
Kebersamaan Alloh bersama makhluk-Nya (umum)
Kebersamaan ini mencakup ; ilmu-Nya, pantauan-Nya, pengetahuan-Nya,
dll.
“dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan
mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya
daripada urat lehernya,” (QS. Qaaf. 16)
Alloh Maha mengetahui akan diri Anda, mendengar ucapan-ucapan
anda, mengetahui amal perbuatan anda, kuasa atas diri anda, hakim di antara
Anda semua, Maha besar Alloh di atas langit yang bersemayam di atas ‘Arsy-Nya,
Tiada sesuatu apapun yang menyerupai-Nya dalam semua sifatNya. Maha Suci Alloh
Yang Maha Tinggi pada kedekatan-Nya dan Maha Dekat pada ketinggian-Nya.
- Sumber: www.hasmi.org,
- Syarah Aqidah Wasithiyah, Syaikh Muhammad al- Utsaimin
- Lihat pula bulletin nurul haq edisi 218 dengan judul Alloh Maha Dekat
Gaya Hidup Islami Dan Gaya Hidup Jahili
Oleh: Surahmat (Yogyakarta)
Ada dua hal yang
umumnya dicari oleh manusia dalam hidup ini. Yang pertama ialah kebaikan (al-khair),
dan yang kedua ialah kebahagiaan (as-sa’adah). Hanya saja masing-masing
orang mempunyai pandangan yang berbeda ketika memahami hakikat keduanya.
Perbedaan inilah yang mendasari munculnya bermacam ragam gaya hidup manusia.
Dalam pandangan Islam gaya hidup tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua
golongan, yaitu:
1) gaya hidup Islami, dan
2) gaya hidup jahili.
Gaya hidup Islami mempunyai landasan yang mutlak dan
kuat, yaitu Tauhid. Inilah gaya hidup orang yang beriman.
Adapun gaya hidup jahili, landasannya bersifat relatif
dan rapuh, yaitu syirik. Inilah gaya hidup orang kafir.
Setiap Muslim sudah menjadi keharusan baginya untuk
memilih gaya hidup Islami dalam menjalani hidup dan kehidupan-nya. Hal ini
sejalan dengan firman Allah berikut ini:
Artinya:
Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah
yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik”. (QS. Yusuf: 108).
Berdasarkan ayat tersebut jelaslah bahwa bergaya hidup
Islami hukumnya wajib atas setiap Muslim, dan gaya hidup jahili adalah haram
baginya. Hanya saja dalam kenyataan justru membuat kita sangat prihatin dan
sangat menyesal, sebab justru gaya hidup jahili (yang diharamkan) itulah yang
melingkupi sebagian besar umat Islam. Fenomena ini persis seperti yang pernah
disinyalir oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam . Beliau bersabda:
لاَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى
تَأْخُذَ أُمَّتِيْ بِأَخْذِ الْقُرُوْنِ قَبْلَهَا شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا
بِذِرَاعٍ. فَقِيْلَ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، كَفَارِسَ وَالرُّوْمِ. فَقَالَ: وَمَنِ
النَّاسُ إِلاَّ أُولَـئِكَ. (رواه البخاري عن أبي هريرة، صحيح).
Artinya: “Tidak akan terjadi kiamat sebelum umatku mengikuti jejak
umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta”. Ada orang yang
bertanya, “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi?” Jawab Beliau,
“Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra, shahih).
لَتَتَّبِعَنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوْا جُحْرَ
ضَبٍّ تَبِعْتُمُوْهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ، اَلْيَهُوْدُ
وَالنَّصَارَى. قَالَ: فَمَنْ. (رواه البخاري عن أبي سعيد الخدري، صحيح).
Artinya: “Sesungguhnya kamu akan mengikuti jejak
orang-orang yang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi
sehasta, bahkan kalau mereka masuk ke lubang biawak, niscaya kamu mengikuti
mereka”. Kami bertanya,”Ya Rasulullah, orang Yahudi dan Nasrani?” Jawab Nabi,
“Siapa lagi?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Sa’id Al-Khudri ra, shahih)
Hadits tersebut menggambarkan suatu zaman di mana sebagian besar umat Islam
telah kehilangan kepribadian Islamnya karena jiwa mereka telah terisi oleh
jenis kepribadian yang lain. Mereka kehilangan gaya hidup yang hakiki karena
telah mengadopsi gaya hidup jenis lain. Kiranya tak ada kehilangan yang patut
ditangisi selain dari kehilangan kepribadian dan gaya hidup Islami. Sebab
apalah artinya mengaku sebagai orang Islam kalau gaya hidup tak lagi Islami
malah persis seperti orang kafir? Inilah bencana kepribadian yang paling besar.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ
مِنْهُمْ. (رواه أبو داود وأحمد عن ابن عباس).
Artinya: “Barangsiapa menyerupai
suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka” (HR. Abu Dawud dan Ahmad,
dari Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu hasan).
Menurut hadits tersebut orang yang
gaya hidupnya menyerupai umat yang lain (tasyabbuh) hakikatnya telah
menjadi seperti mereka. Lalu dalam hal apakah tasyabbuh itu?
Al-Munawi berkata: “Menyerupai suatu
kaum artinya secara lahir berpakaian seperti pakaian mereka, berlaku/
berbuat mengikuti gaya mereka dalam pakaian dan adat istiadat mereka”.
Tentu saja lingkup pembicaraan
tentang tasyabbuh itu masih cukup luas, namun dalam kesempatan yang
singkat ini, tetap mewajibkan diri kita agar memprihatinkan kondisi umat kita
saat ini.
Satu di antara berbagai bentuk tasyabbuh
yang sudah membudaya dan mengakar di masyarakat kita adalah pakaian Muslimah.
Mungkin kita boleh bersenang hati bila melihat berbagai mode busana Muslimah
telah mulai bersaing dengan mode-mode busana jahiliyah. Hanya saja masih sering
kita menjumpai busana Muslimah yang tidak memenuhi standar seperti yang
dikehendaki syari’at. Busana-busana itu masih mengadopsi mode ekspose aurat
sebagai ciri pakaian jahiliyah. Adapun yang lebih memprihatinkan lagi adalah
busana wanita kita pada umumnya, yang mayoritas beragama Islam ini, nyaris tak
kita jumpai mode pakaian umum tersebut yang tidak mengekspose aurat. Kalau
tidak mempertontonkan aurat karena terbuka, maka ekspose itu dengan menonjolkan
keketatan pakaian. Bahkan malah ada yang lengkap dengan dua bentuk itu; mempertontonkan dan menonjolkan aurat.
Belum lagi kejahilan ini secara otomatis dilengkapi
dengan tingkah laku yang -kata mereka- selaras dengan mode pakaian itu. Na’udzubillahi
min dzalik.
marilah kita takut pada ancaman akhirat
dalam masalah ini. Tentu kita tidak ingin ada dari keluarga kita yang disiksa
di Neraka. Ingatlah, Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam pernah bersabda:
صِنْفَانِ مِنْ أَهْلِ النَّارِ لَمْ
أَرَهُمَا؛ قَوْمٌ مَعَهُمْ سِيَاطٌ كَأَذْنَابِ الْبَقَرِ يَضْرِبُوْنَ بِهَا
النَّاسَ، وَنِسَاءٌ كَاسِيَاتٌ عَارِيَاتٌ مُمِيْلاَتٌ مَائِلاَتٌ رُؤُوْسُهُنَّ
كَأَسْنِمَةِ الْبُخْتِ الْمَائِلَةِ لاَ يَدْخُلْنَ الْجَنَّةَ وَلاَ يَجِدْنَ
رِيْحَهَا، وَإِنَّ رِيْحَهَا لَتُوْجَدُ مِنْ مَسِيْرَةِ كَذَا وَكَذَا. (رواه
مسلم عن أبي هريرة، صحيح).
Artinya: “Dua golongan ahli Neraka yang aku belum
melihat mereka (di masaku ini) yaitu suatu kaum yang membawa cambuk seperti
ekor sapi, mereka memukuli manusia dengan cambuk itu. (Yang kedua ialah) kaum
wanita yang berpakaian (tapi kenyataan-nya) telanjang (karena mengekspose
aurat), jalannya berlenggak-lenggok (berpenampilan menggoda), kepala mereka
seolah-olah punuk unta yang bergoyang. Mereka itu tak akan masuk Surga bahkan
tak mendapatkan baunya, padahal baunya Surga itu tercium dari jarak sedemikian
jauh”. (HR. Muslim, dari Abu Hurairah ra, shahih).
Jika tasyabbuh dari aspek busana wanita saja sudah
sangat memporak-porandakan kepribadian umat, maka tidak ada alasan bagi kita
untuk tinggal diam. Sebab di luar sana sudah nyaris seluruh aspek kehidupan
umat bertasyabbuh kepada orang-orang kafir yang jelas-jelas bergaya hidup
jahili.
Nah, untuk penutup materi, Mari kita perhatikan, merenungi dan mentaati sebuah firman Allah
yang artinya:
“Hai orang-orang
yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan
bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang
keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkanNya kepada
mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim: 6).
Diposkan juga oleh Khutbah Jum'at
Langganan:
Postingan (Atom)