MUQODDIMAH
Bulan Sya’ban begitu istimewa,
karena hanya di bulan inilah Rosulullah SAW banyak melakukan shoum diselain
bulan Ramadlon. Disebutkan dalam hadits:
....فَمَا رَاَيْتُ رَسُولَ اللهِ صعلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ
شَهْرٍ اِلاَّ رَمَضَانَ وَ مِا رَاَيْتُهُ اَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ شَعْبَانَ
“...... Aku tidak melihat Rosulullah
SAW bershoum sebulan penuh kecuali di bulan Ramadlon dan aku tidak melihatnya
bershoum yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (Muttafaqun’Alaih)
Tradisi kaum jahiliyah yang suka
menggonta-ganti bahkan menyungsangkan urutan bulan suci menjadi sebab turunnya
surah al-Baqorah ayat 197, dan suroh at-Taubah ayat 36
الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ
وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ
اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي
اْلأَلْبَابِ
“(Musim) haji adalah beberapa bulan
yang dimaklumi[1], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan
mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[2], berbuat Fasik dan
berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan
berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya
Sebaik-baik bekal adalah takwa[3] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang
yang berakal.” (al-Baqoroh: 197)
[1] Ialah bulan Syawal,
Zulkaidah dan Zulhijjah.
[2] Rafats artinya
mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau
bersetubuh.
[3] Maksud bekal takwa di
sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau
minta-minta selama perjalanan haji.
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ
كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada
sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[1]. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri[2] kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta
orang-orang yang bertakwa.” (At-Tawbah:36)
[1] Maksudnya antara lain
Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah
Haram (Mekah) dan ihram.
[2] Maksudnya janganlah kamu
Menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar
kehormatan bulan itu dengan Mengadakan peperangan.
Ibnu Hajar dalam Fathu Bariy Juz 6 hal. 237,
mengatakan:”Sya’ban bulan cari bekal buat orang ‘Arab sedangkan Ramadlon bulan
menabur amal. Orang ‘Arab Jahiliyah suka menjungkir balikkkan asyhurul haram
atau bulan-bulan haram termasuk sucinya bulan Rajab yang kemudian mereka geser
ke bulan Sya’ban”. Mereka berhajji dua kali dalam setahun, yaitu Zulqo’dah dan
Zulhijjah. Bisa jadi data ini yang di-ambil/diadopsi oleh Masdan F Mas’udi yang
membolehkan haji di lauh bulan Zulhijjah
Contoh lainnya adalah orang Yahudi
berpuasa Asy-Syuro tadinya pada tanggal 10 Muharram mereka rubah ke bulan
Rabi’al Awwal. Rahib (pendeta) Nasrani suka menambah dan kebanyakan mengurangi
hitungan shoum Ramadlon. Imam az-Zajjaj melaporkan bulan hajji mereka
rubah terkadang di musim dingin terkadang di musim panas, hal yang sama mereka
lakukan terhadap shoum Ramadlon. Imam Sya’bi berkata:”Mereka juga pernah
merubah bulan Ramadlon jadi bulan syamsiyah sehingga shoum mereka di luar
ketentuan.
TA’RIF SYA’BAN
Sya’ban bulan ke-delapan qomariyah
dan nama ini sudah ada sejak penciptaan langit dan bumi yang terdapat di surah
At-Taebah ayat 36 yang berbunyi
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ
اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ
الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ
كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
“Sesungguhnya bilangan bulan pada
sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia
menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[1]. Itulah
(ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri[2] kamu dalam
bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun
memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang
yang bertakwa.” (At-Tawbah:36)
Ketentuan ini kembali Nabi SAW
tegaskan dalam butir-butir khuthbah Wada’ di padang ‘Arofah di hari jum’at pada
tanggal 9 zulhijjah 9 H.
A.
Lughoh
Sya’ban atau jama’nya
sya’bnat atausya’abin berasal dari akar kata
شَعَبَ يَشْعَبُ شَعْبٌا . Sementara menurut
kamus amat banyak artinya, diantaranya:
Mengumpulkan = شعَب ـَـ شَعبًا الشيءَ : جمَعه memisah-misahkan, mencerai-beraikan -kata berlawanan = شعَب الشيءَ : فرّقه
memperbaiki = شعَب الشيءَ : أصلحه
merusakan -kata berlawanan = شعَب الشيءَ : أفسده tampak, muncul, lahir = شعَب الشيءُ : ظهَر berpisah-pisah, bercerai-berai = شعَب القومُ : تفرّقوا mati = شعَب الرجلُ : مات menyibukkan
= شعَب فلانًا
: شغَله mengirimkan
= شعَب رسولاً
إليه : أرسله berilah aku sebagian hartamu = اشعَبْ لي شُعبَةً من المالِ berpisah untuk selama-lamanya dengan meninggalkannya = أشعب و شعّب عنه : فارقه membagi ke dalam
bagian-bagian, membuat bercabang-cabang
= شعّب :
فرّق
Masdar dari fiil…
= الشَعب : مصدر شعَب
sama, serupa = الشَعب ج شعوب : المِثل
kejauhan, jauh = الشَعب : البُعد والبَعيد pengumpulan, penghimpunan = الشَعب : الجَمع pemisahan, cerai-berai = الشَعب : التفريق والتفرّق perbaikan = الشَعب : الإصلاح pengrusakan
= الشَعب
: الإفساد bukit
= الشَعب
: الجَبَل suku yang besar = الشَعب : القبيلة العظيمة rakyat, kaum = الشَعب : القَوم
bangsa = الشَعب : الجمهور
proletariat, kaum murba = عامّة الشَعبِ jalan
di bukit = الشِعب ج شِعاب
celah di antara dua bukit = الشِعب : ما انفرج بين
الجَبَلَينِ aliran air dalam tanah = الشِعب : مَسيل الماءِ في بَطنِ الأرضِ kampung besar = الشِعب : الحَيّ العظيم
tanda unta = الشِعب : سِمَة للإبلِ
daerah, wilayah = الشِعب : الناحِيَة
jarak antara dua bahu atau dua tanduk
= الشَعَب
cabang, sekelompok-sebagian dari sesuatu
= الشُعبَة
ج شُعَب و شِعاب
jari-jari = شُعَب اليَدِ kedua tangan dan kaki = شُعَب الجِسمِ masalah yang banyak cabangnya = مسألة كثير الشُعَبِ penyakit bronchitis
= التهاب
الشُعَبِ الرِئَوِيَّةِ
Kalau diringkas kata sya’ban
artinya adalah muncul di antara dua bulan suci, yaitu bulan Rajab dan Ramadlon
B.
Ishthilah
شَعَبَ اَيْ ظَهَرَ بَيْنَ شَهْرَيْ رَجَبٍ
وَ رَمَضَانَ (
لِسَانُ اْلعَرَبِ ج 1 ص 501 )
Bisa juga dari kata
يَتَشَعَبُتَشَعَبَ artinya keluar
atau bercerai berai saat mencari air atau untuk penyerbuan. Terkadang ia
diartikan menghimpun sesuatu yang bercerai berai atau mengumpulkan dua jarak
yang berdekatan.
PERISTIWA
DI BULAN SYA’BAN
Bulan sya’ban banyak sekali
keistimewaannya, diantaranya
A.
Perintah kewajiban shoum
SYA’BAN dipilih oleh Allah SWT
sebagai bulan turunnya perintah wajib shoum Ramadlon pada tahun ke-dua Hijrah,
menyusul turunnya surah al-Baqoroh ayat 183-187 setelah delapanbelas bulan di
Madinah.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ
عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
“Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqoroh: 183)
B.
Muqoddimah lailatul qodar
SYA’BAN adalah muqoddimah Lailatu
Qodr, kaitannya dengan daur ulang qhodo’ dan qodar. Amal tahunan dilaporkan
pada bulan ini, untuk didaur ulang pada asyrul awakhir bulan Ramadlon, ini
adalah tafsiran dari surah ad-Dukhan ayat 3
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[#] dan
Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”
[#] Malam yang
diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya
dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
C.
Bulan terbaik setelah ramadhon
SYA’BAN adalah sebaik-baik bulan
setelah bulan suci Ramadlon yang Nabi SAW banyak bershoum di dalamnya.
عن انس قال سُئِلَ النَّبِيُ صعلم اَيُّ الصَّوْمِ اَفْضَلُ
بَعْدَ رَمَضَانَ فقال شَعْبَانُ لِتَعْظِيْمِ رَمَضَانَ
“Rosulullah SAW ditanya,”Shoum apa
yang paling utama setelah shoum Ramadlon? Maka Rosulullah SAWmenjawad: "Shoum
pada bulan Sya’ban karena untuk mengagungkan bulan Ramadlon........” (HR Abu
Dawud No. 4626 dari ‘Aisyah RA)
D.
Bulan yang terlalaikan dalam beramaliyah
SYA’BAN adalah bulan yang banyak
dilewatkan kaitannya dengan kebiasaan atau tradisi dalam beramal, padahal bulan
ini adalah bulan LAPORAN TAHUNAN MALAIKAT.
اُسَامَةَ بْنِ عَنْ زَيْدٍ رضي الله عنه
قَالَ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ لَمْ اَرَكَ تَصُوْمُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُوْرِ
مَا تَصُوْمُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَالِكَ شَهْرُ يَفْعَلُ النَّاسُ عَنْهُ
بَيْنَ رَجَبٍ وَ رَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرُ تُرْفَعُ فَيْهِ الأَعْمَالُ اِلَى
رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ فَأُحِبُّ اَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَ اَنَا صَائِمً
Usamah bin Zaid bertanya kepada
Rosulullah SAW, "Wahai Rosulullah SAW, aku tidak melihatmu bershoum di bulan
lain melebihi shoummu di bulan Sya’ban?” Jawab Nabi SAW: "Sya’ban bulan orang
yang suka lupa (beramal) di dalamnya, yaitu antara Rajab dan Ramadlon. Sya’ban
bulan yang diangkat di dalamnya amal-amal ke sisi Rabb semesta alam. Aku suka
saat amalku diangkat aku sedang dalam keadaan shoum.” (HR an-Nasay dan Ahmad)
E.
Perpindahan qiblat
SYA’BAN adalah bulan perpindahan
qiblat, tepatnya selasa 15 Sya’ban tahun ke-2 H surah al-Baqoroh ayat 142-143
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي
كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى
صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (*) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ
أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ
شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إلاَّ لِنَعْلَمَ مَنْ
يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً
إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ
“Orang-orang yang kurang akalnya[1]
diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat
Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?"
Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk
kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus"[2]. * Dan demikian
(pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[3]
agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad)
menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang
menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa
yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat)
itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh
Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha
Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al-Baqoroh: 142-143)
[1] Maksudnya: ialah
orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud
pemindahan kiblat.
[2] Di waktu Nabi Muhammad
s.a.w. berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke
Baitul Maqdis. tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah
ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk
mengambil ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa
dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan ka'bah itu menjadi tujuan,
tetapi menghadapkan diri kepada tuhan. untuk persatuan umat Islam, Allah
menjadikan ka'bah sebagai kiblat.
[3] Umat Islam dijadikan
umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan
orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.
Dalam riwayat Abu Hatim, Muhammad
bin Sa’ad dan al-Waqidi. Sedangkan menurut riwayat lain pada senin 15 Sya’ban 2
H, dua bulan sebelum perang Badar.
(Dr Syauqi Abu Kholil dalam kitab
Athlas Sierah h.91) Perpindahan qiblat adalah kemenangan politik umat Islam, ini sebagai bukti
independensi Islam di mata golongan lain, sekaligus monumen kebanggaan kaum
muslimin sepanjang sejarah. Rombongan hijrah ke Habasyah berangkat bulan Rajab
dan bermukim di sana selama dua bulan yaitu Sya’ban dan Ramadlon. Dan kembali
ke kot Mekah pada bulan Syawal. Hijrah adalah standar nilai sekaligus alat
bukti iman islamnya seseorang.
F.
Nabi SAW menikah
SYA’BAN adalah di mana Nabi SAW
menikahi Hafshah bin ‘Umar bi Khothob pada tahun ke-3 H setelah 30 bulan
berdiam di Madinah sehingga posisi ‘Umar setara dengan Abu Bakar ash-Shidqi RA.
G.
Wafatnya Ummu Kultsum
SYA’BAN adalah bulan wafatnya Ummu
Kultsum binti Muhammad SAW. Dan Nabi SAW sangat sedih atas kematian
putrinya. Jenazah Ummu Kultsum
dimandikan oleh Asma’ binti Umais sedangkan Shofiyah binti Abd Mutholib dan
Ummu ‘Ayhiyah Abu Tholhah menyambutnya di liang lahat. Kepada suaminya Utsman
bin ‘Affan, Nabi SAW berkata:”
أم كلثوم بنت رسول الله صم كان عقد عليها عتيبة بن أبي لهب أخو عتبة وفارقها
قبل الدخول بها لما أنزل الله تبت يدا أبي لهب وتب قال أبو لهب لابنيه عتبة وعتيبة
رأسي من رءوسكما حرام إن لم تطلقا ابنتي محمد وقالت أم جميل بنت حرب حمالة الحطب طلقاهما
فإنهما قد صبأتا فطلقاهما فجمعهما الله لذي النورين عثمان بن عفان لما ماتت رقية زوجها
النبي صم من عثمان فتوفيت في حياة رسول الله صم بعد ثمان سنين وشهر وعشرة أيام من الهجرة
فقال صم لَوْ كُنْتُ عِنْدِي ثَالِثَةٌ
لِزَوَّجْتُكَهَا
“Andaikan Aku punya putri yang lain
akan aku nikahkan yang ketiganya denganmu (Utsman bin ‘Affan.)
H.
Hari lahirnya cucu Nabi SAW
SYA’BAN adalah hari kelahiran cucu
Nabi SAW yang bernama Hasan dan Husain pada tahun ke- 4 H hasil pernikahan
Fathimah dengan ‘Ali bin Abi Tholib
I.
Sababun nuzul ayat li’an
SYA’BAN di mana diturunkan ayat
li’an pada tahun ke-9 H di surah an-Nuur ayat 6 sampai 9.jo an-Nisaa ayat 15
وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلاَّ
أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ
الصَّادِقِينَ (*) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ
اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (*) وَيَدْرَأُ عَنْهَا
الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ
(*) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ
عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Dan orang-orang yang menuduh
isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri
mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan
nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. * Dan
(sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang
yang berdusta[#]. * Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat
kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang
yang dusta. * Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika
suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.” (An-Nur/24: 6-9)
[#] Maksud ayat 6 dan 7:
orang yang menuduh Istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang
saksi, haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa Dia adalah benar
dalam tuduhannya itu. kemudian Dia bersumpah sekali lagi bahwa Dia akan kena
laknat Allah jika Dia berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan Li'an.
وَالللاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ
أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ
الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً
“Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan
perbuatan keji [1], hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang
menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka
kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya,
atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya[2].” (An-Nisaa:15)
[1] Perbuatan keji: menurut
jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang
menurut Pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo
sek dan yang sejenisnya. menurut Pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud
dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).
[2] Menurut jumhur
mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat An Nuur.
J.
Bulan maghfirah
SYA’BAN adalah bulan pengampunan,
sekaligus shoum terbaik setelah Ramadlon
عن انس قال سُئِلَ النَّبِيُ صم اَيُّ الصَّوْمِ اَفْضَلُ
بَعْدَ رَمَضَانَ فقال شَعْبَانُ لِتَعْظِيْمِ رَمَضَانَ
“Rosulullah SAW ditanya,”Shoum apa
yang paling utama setelah shoum Ramadlon? Maka Rosulullah SAWmenjawad:”Shoum
pada bulan Sya’ban karena untuk mengagungkan bulan Ramadlon........” (HR Abu
Dawud)
يَطَّلِعُ اللهُ اِلَى جَمِيْعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ
النِّصْفِ مِنْ شَعْبِانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ اِلاَّ لِمُشْرِكٍ اَوْ
مُشَاحِنٍ
“Allah Ta’ala buka pada seluruh
makhluq-Nya pada malam nisfu Sya’ban, dimana Allah Ta’ala akan mengampuni dosa
seluruh makhluq-Nya kecuali terhadap orang musyrik dan orang yang kebangetan.”
(HR Ibnu Majah, Ahmad, Thobrani, Bayhaqi dan Ibnu Hibban)
K.
Perintah jihad
SYA’BAN di mana diturunkannya
perintah jihad qitali pada tahun ke-2 H pasca expedisi ‘Abdullah bin Jahys
menyusul turunnya ayat 190 sampai 193 dari surah al-Baqoroh.
وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا
إِنَّ اللَّهَ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (*) وَاقْتُلُوهُمْ
حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ
مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ
فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (*) فَإِنِ انْتَهَوْا
فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (*) وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ
إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ
“Dan perangilah di jalan Allah
orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas,
karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. *
Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari
tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah[#] itu lebih besar
bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil
haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi
kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang
kafir. * Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka Sesungguhnya
Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. * Dan perangilah mereka itu, sehingga
tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk
Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan
(lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (Al-Baqoroh: 190-193)
[#] Fitnah (menimbulkan
kekacauan), seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta
mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama.
Sementara ayat yang mewajibkan jihad
adalah surah al-Baqoroh ayat 216 yang berbunyi
كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا
شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ
وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ
“Diwajibkan atas kamu berperang,
Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci
sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai
sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui.”
Ayat ditafsirkan oleh Rosulullah SAW
sebagai puncak cita hidup muslim yang diriwayatkan oleh Tirmizi
رَأْسُ اْلأَمْرِ اْلإِسْلاَمُ وَ عُمُوْدُهُ الصَّلاَةُ وَ ذِرْوَةُ سَنَامِهِ اْلجِهَادُ
“Pangkal semua urusan adalah Islam,
dan tiangnya adalah sholat dan puncak tertingginya adalah jihad.” (HR Tirmizi)
Jihad yang terjadi pada bulan SYA’BAN adalah sebagai berikut:
1.
Ghozwah Badar al-akhir SYA’BAN 4 H. Ibnu ‘Ubay jadi wali Nabi SAW di
Madinah.
2. Bani Mustholiq, SYA’BAN 6 H. Abu Dzar al-Ghifariy dan Numaylah bin
‘Abdullah al-Laysti jadi wakil Nabi SAW di Madinah. Jalan damai perng ini
adalah pernikahan Nabi SAW dengan Juwairiyah binti hHarist adalah putri kepala
suku yang bernama al-Harist bin Abi Dhirar.
3.
Ghozwah Bani Lihyan, SYA’BAN 6 H
4. Sariyah (expedisi) Abdurrahman bin ‘Auf ke Dawmatul Jandal, SYA’BAN 6 H.
Asbagh bin ‘Amr al-Kalbi adalah kepala suku nashroni masuk Islam dan
Abdurrahmanpun menikahi putri kepala suku ini setelah tiga hari.
5.
Ghazwah al-Muraysi, SYA’BAN 5 H.
Zaid bin harist jadi wakil Nabi SAW di Madinah
6. Sariyah ‘Umar bin Khothob ke Turbah, jaraknya enam malam perjalanan berkuda
dari Mekah. ‘Umar dan pasukannya berjalan pada malam hari dan memilih istirahat
di siang hari.
7. Sariyah Basyir bin Sa’ad bersama tigapuluh orang pasukan ke Bani Murrah di
daerah Fadak, SYA’BAN 7 H. Saat itu musin panas dan nyaris kehausan.
8.
Sariyah Abu Bakar ash-Shiddiq ke Nejed, SYA’BAN 7 H.
9. Sariyah ‘Ali bin Abi Tholib ke Bani Sa’ad, SYA’BAN 6 H dengan seratus
pasukan ke markas Yahudi di Khaibar menempuh dengan enam malam perjalanan
berkuda dari Madinah.
10. Sariyah Abi Qotadah bin Rib’iy al-Anshoriy ke Nejed, SYA’BAN 8 H adalah
kawasan perang (Daerah oporasi militer=DOM) di zaman Nabi SAW.
SIFAT SHOUM
NABI SAW DI BULAN SYA’BAN
Nabi Muhammad SAW di bulan sya’ban
bersifat sebagai berikut
1.
Sunnah mustahabbah
Shoum SYA’BAN hukumnya sunnah
mustahabbah (yang disukai) Nabi SWA banyak bershoum di dalamnya, seperti
penyaksian banyak shohabat RA.
Disunnahkan memperbanyak shoum pada
bulan sya’ban untik mengikuti perintah dan perbuatan Rosulullah SAW dimana
beliau selalu bershoum pada bulan tersebut kecuali beberapa hari saja Nabi SAW
berbuka atau tidak shoum. Di antara nash/dalilnya adalah sebagai berikut
...فَمَا
رَاَيْتُ رَسُولَ اللهِ صعلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ اِلاَّ رَمَضَانَ وَ مِا
رَاَيْتُهُ اَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ شَعْبَانَ
“...... Aku tidak melihat Rosulullah
SAW bershoum sebulan penuh kecuali di bulan Ramadlon dan aku tidak melihatnya
bershoum yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (Muttafaqun ‘Alaih)
وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ
كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً
“Aku tidak pernah melihat Nabi SAW
bershoum dalam satu bulan melebihi banyaknya shoum yang beliau lakukan pada
bulan sya’ban. Kadang beliau bershoum pada bulan sya’ban sebulan penuh dan
terkadang hanya beberapa hari saja beliau berbuka pada bulan itu.” (HR Muslim)
لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صم يَصُومُ شَهْرًا
أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ
خُذُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا
وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى النَّبِيِّ صم مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَ إِنْ قَلَّتْ وَكَانَ
إِذَا صَلَّى صَلاَةً دَاوَمَ عَلَيْهَا
“Nabi SAW tidak pernah bershoum
dalam satu bulan melebihi banyaknya shoum yang beliau lakukan pada bulan
sya’ban. Beliau berkata:”Lakukan amal ibadah yang kalian mampu melakukannya,
sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah merasa bosan sehingga kalian sendiri
yang bosan. Sholat yang paling dicintai Nabi SAW adalah yang dilakukan secara
kontinyu walaupun sedikit. Dan Rosululullah SAW bila melakukan sholat, beliau
melakukannya secara kontinuyu.” (HR
Muslim)
وَلَمْ كَانَ رَسُواُاللهِ صم يَصُومُ شَعْبَانَ وَ رَمَضَانَ وَ
يَتَحَرَّى أْلإِثْنَيْنِ وَ الْخَمِيْسِ
“Rosulullah SAW bershoum pada
sya’ban dan ramadhon dan berupaya bershoum hari senin dan kamis.” (HR Tirmizi,
Nasai, Ibnu Majah dab Darimiy)
2.
Bukan nishfu sya’ban
Shoum SYA’BAN Nabi SAW itu bukan
nisfu (pertengahan), awa’il (permulaan) atau awakhir (penutup) saja. Siapa yang
mnentukannya berarti telah tega menodai sunnah Nabi SAW dan berani
mengada-ngadakan amalan baru atau bid’ah.
عن علقمة قُلتُ لِعَائِشَةَ رضي الله عنها هَلْ كَانَ رسول
الله صم يَخْتَصُّ مِنَ اْلأيَامِ شَيْئًا قَالَتْ لاَ كَانَ عَمَلُهُ دِيْمَةً وَ
اَيُّكُمْ يُطِيْقُ مَا كَانَ رسول الله صم يُطِيْقُ
Alqomah bertanyan pada
‘Aisyah: ”Apakah Nabi SAW pernah mengkhususkan hari tertentu?’’ Aisyah menjawab: ”Tidak. Amalan
Nabi SAW itu berkesinambungan.Oleh karena itu, siapa yang mampu mengamalkannya,
maka sungguh amalan Rosullullah terus-menerus.” (Muttafaqun’Alaih)
Untuk menjelaskan amaliyah qiyamul
ataupun shoum di nishfu sya’ban akan dibagian akhir risalah ini yang bernana di
NISHFU SYA’BAN
SHOUM SYA’BAN NABI SAW
1.
Dua bulan berturut-turut
Di tahun wafatnya, Nabi SAW shoum
penuh di bulan SYA’BAN, dan Nabi SAW juga i’tikaf duapuluh hari di bulan
Ramadlon terakhir di tahun wafatnya.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صم يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ
وَرَمَضَانَ
“Aku (Ummu Salamah) melihat Nabi SAW
shoum dua bulan berurutan hanya pada bulan Sya’ban dan Ramadlon.” (HR Abu
Dawud, Tirmizi, an-Nasa-i dan Ibnu Hibban)
2.
Kesinambungan amal
Sangat sibuk menjaga kesinambungan
amal di bulan SYA’BAN, ini berdasarkan hadits yang berbunyi
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صم يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لاَ يَتَحَفَّظُ مِنْ
غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلاَثِينَ
يَوْمًا ثُمَّ صَامَ
“Rosulullah SAW selalu menjaga/tidak
pernah terlewatkan shoum pada bulan Sya’ban tapi tidak pada bulan lainnya.
Kemudian Rosulullah SAW shoum Ramadlon karena melihat hilal, maka jika
terhalang/mendung genapkanlah (tigapuluh hari) bulan Sya’ban kemudian shoum
Ramadlon (pada besoknya).” (HR Abu Dawud)
3.
Hari syak/ragu-ragu
Nabi SAW melarang (makruh) bershoum
dua hari terakhir di bulan SYA’BAN, kecuali bagi orang yang sudah terbiasa
shoum. Demikian riwayat dari ‘Ali, ‘Umar, ‘Ammar, Huzaifah dan Ibnu Mas’ud RA
seperti disebutkan oleh Ibnu Qoyyim.
و قد روى ابن القاسم عن مالك اَنَّهُ كَرِهَ لِلرَّجُلِ
اَنْ يَجْعَلَ عَلَى نَفْسِهِ صِيَامَ يَوْمِ شَهْرٍ
Ibnu Abi Qosim meriwayatkan bahwa Malik
membenci orang yang menentukan hari atau bulan tertentu atas dirinya untuk
shoum khusus. Dasar yang di pegang adalah hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah
RA
كَانَ يَصُوْمُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ اَيَّامٍ وَ
مَا يُبَالِي مِنْ اَيِّ الشَّهْرِ صَامَ
“Nabi SAW suka shoum baidlo (tiga
hari tiap di tengah bulan), beliau tidak menentukan pada bulan apasaja (di luar
bulan Ramadlon).”
Berkata Ibnu Baththol:“Maksudnya, Nabi SAW tidak
pernah mengkhususkan sedikitpun dari hari-hari yang ada, baik secara
berkelanjutan maupun secara urutan kecuali di bulan SYA’BAN yang Nabi SAW banyak shoum di
dalamnya sebagaiman anjurannya untuk banyak bershoum pada senin kamis.
Mengenai shoum setelah paru kedua
SYA’BAN masih diperdebatkan berdasarkan hadits. Jika SYA’BAN telah
dioertengahan, maka jangan bershoum. (HR Abu Dawud no 2337, Ibnu Majah no 1651,
Ibnu Hibban no 3591 dan lain sebagainya.)
لاَ تُقَدِّمُوا صَوْمَ رَمَضَانَ بِيَوْمٍ
وَ لاَ يَوْمَيْنِ اِلاَّ اَنْ يَكُونَ صَوْمٌ يَصُومُهُ رَجُلٌ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ
الصَّوْمَ
“Janganlah kamu mendahului shoum
sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadlon melainkan kalau sudah terbiasa
shoum maka shoumlah.”
اِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانِ فَلاَ
صَوْمَ حَتَّى يَجِئَ رَمَضَانُ
“Janganlah kalian shoum pada
pertengahan bulan Sya’ban sampai datang bulan Ramadlon.”
Menanggapi hadits in al-Munawi
dalam kitab Faidh al-Qodir I/304, mengekesimpulkan ada empat hukum shoum pada
saat itu
a.
Boleh secara mutlak termasuk shoum di hari syak/ragu (tanggal 30 Sya’ban.
b.
Dibolehkan shoum di hari syak, ini juga pendapat Imam Malik dan ahli Fatea
c. Tidak boleh shoum pada paruh kedua dan hari syak kecuali disambung shoum
pada paruh pertama atau bertepatan dengan kebiasaannya bershoum, ini juga
pendapat asy-Syafi’i yang paling shohih
d. Haram shoum pada hari syak saja, tidak pada paruh kedua, ini adalah
pendapat jumhur/kebanyakan ulama.
Syaikh Sholih Bin Fauzan berkata
dalam menjawab pertanyaan:”Bolehkan melakukan qiyamul lail dan shoum pada
nishfu sya’ban”
“Tidak ada hadits yang shohih dari
Nabi SAW tentang anjuran sholat pada malam nishfu sya’ban secara khushush dan
shoum pada siang harinya secara khushush pula. Tidak ada satupun hadits shohih
dari Nabi SAW tentang hal itu yang dapat dijadikan acuan. Malam nishfu sya’ban
adalah malam yang sama dengan malam-malam lainnya. Bila seseorang memiliki
kebiasaan melakukan sholat malam, maka dia boleh melakaukannya padaa malaam
tersebut seperti pada malam-malam lainnya tampa ada keistimewaan yang khushush
yang dimiliki malam itu. Sebab menetapkan waktu tertentu untuk melakukan ibadah
harus memiliki dalil yang shohih dan jika dalil yang shohih tidak ada, maka itu
dapat disebut bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.
Demikian juga tidak ada dalil secara
khushush dari Nabi SAW tentang disyari’atkannya shoum pada tanggal 15 bulan
sya’ban atau pada nishfu sya’ban tersebut. Adapun hadits-hadits yang terdalam
dalam masalah ini, semuanya adalaah hadits palsu sebagaimana dikemukakan oleh
para ulama. Akan tetapi bagi orang yang memiliki kebiasaan bershoum pada
hari-hari putih/baydho (tanggal 13,14 dan 15 setiap bulan) maka ia boleh
melakukan shoum pada bulan sya’ban seperti pada bulan-bulan lainnya tampa
mengkhushushkan bulan itu saja. Misalnya Rosulullah SAW selalu bershoum dan
bahkan memperbanyak shoum pada bulan ini/sya’ban tampa mengkhushushkan hari itu
saja, tetapi hari itu termasuk secara kebetulan.”
NISFU SYA’BAN
Dasar nisfu SYA’BAN umumnya astar/sunnah
Isra’iliyat. Fuqoh Basroh menerima total sedangkan Fuqoha Hijaz menolak
total dan Fuqoha Syam mengambil pola pertengahan/kompromi. Syaik Mubarokfuri
di dalam kitab at-Tuhfah berkata:“Awal munculnya nisfu SYA’BAN tahun 448 H di al-‘Aqsho Palestina,
Mesir dan Damaskus di Syiria. Sebagai upaya tabarru’ terhadap pejabat negara
oleh ahli-ahli qiraah (mushafi) dan para muallaf dari agama majusi. Kemudian
dikembangkan oleh IBNU ABI HAMRO’ .”
Ada sebagian masyarakat terlalu
mengistimewakan satu malam di bulan ini, yaitu malam nisfu SYA’BAN. Mereka
melakukan beberapa ritual ibadah khusus yang masih perlu dipertanyakan dasar
atau sumber hukumnya, di antaranya adalah:
Hadits no.
1
3711 - أخبرنا أبو سعيد محمد بن
موسى نا أبو العباس الأصم أنا الربيع أنا الشافعي أنا إبراهيم بن محمد قال قال ثور
بن يزيد عن خالد بن معدان عن أبي الدرداء قال من قام ليلتي العيدين لله محتسبا لم يمت
قلبه حين تموت القلوب قال الشافعي و بلغنا أنه كان يقال إن الدعاء يستجاب في خمس ليال
في ليلة الجمعة و ليلة الأضحى و ليلة الفطر و أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان
3713 - و مما أنبأني أبو عبد الله الحافظ إجازة و رواه عنه الإمام أبو عثمان
إسماعيل بن عبد الرحمن الصابوني أنا أبو عبد الله محمد بن علي بن عبد الحميد نا إسحاق
بن إبراهيم أنا عبد الرزاق أخبرني من سمع ابن البيلماني يحدث عن أبيه عن ابن عمر قال خمس ليال لا يرد فيهن الدعاء ليلة الجمعة و أول ليلة من رجب و ليلة النصف من
شعبان و ليلتا العيد
6596 - خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة : أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان
و ليلة الجمعة و ليلة الفطر و ليلة النحر ( ابن عساكر ) عن أبي أمامة. قال الشيخ الألباني ( موضوع ) انظر حديث رقم 2852 في ضعيف الجامع
6596 - خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان
و ليلة الجمعة و ليلة الفطر و ليلة النحر. تخريج السيوطي
( ابن عساكر ) عن أبي أمامة. تحقيق الألباني ( موضوع ) انظر حديث رقم : 2852
في ضعيف الجامع .
خَمْسُ لَيَالٍ لاَ يُرَدُّ فِيْهِنَّ
الدَّعْوَةُ اَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
وَ لَيْلَةُ اْلجُمُعَةِ وَ لَيْلَةُ اْلفِطْرِ وَ لَيْلَةُ النَّحْرِ
“Lima malam yang tidak ditolak do’a ketika
itu, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam nisfu SYA’BAN, malam jum’at dan
malam ‘idzain.(fitri dan adho)
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (Syu’ab
al-Iman no 3713) dari Ibnu ‘Umar secara mauquf (disandarkan kepada Ibnu ‘Umar),
pada nomer sebelumnya al-Baihaqi menjelaskan ia adalah ucapan asy-Syafii.
Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir (Tarikh Dimasyq X/275-276) dan
al-Dailami no 2975 secara marfu’ (disandarkan kepada Rosulullah SAW). Menurut
Ibnu Hajar sebagaimana dikutip al-Munawi III/454-455, semua jalur hadits ini
cacat (mu’lulah). Di samping itu pada sanadnya terdapat Abu Said Bandar bin
‘Umar bin Muhammad ar-Rouyani yang menurut adz-Dzahabi (Mizan al-I’tidal no
1323) dan Ibnu Hajar (Lisan al-Mizan no 246) dengan mengutip pendapat
an-Nakhsyabi adalah tukang dusta?Kadzdzab. Al-Bani menghukumnya maudhu’/palsu
berdasarkan alasan di atas.
Hadits no.
2
1776 - وحدثنا ابن
أبي سلمة قال ثنا محمد بن معاوية ويوسف بن عدي يزيد أحدهما على صاحبه قالا جميعا عن
عمرو بن ثابت عن محمد بن مروان عن أبي يحيى عن أبيه قال حدثني بضعة وثلاثون رجلا من أصحاب النبي
صلى الله عليه وسلم رضي الله عنهم قالوا من
صلى ليلة النصف من شعبان وقال ابن أبي سلمة في حديثه وليلة النصف من رمضان مائة ركعة
يقرأ فيها ألف مرة قل هو الله أحد في كل ركعة عشر مرات لم يمت حتى يعطيه الله عز وجل
مائة من الملائكة ثلاثون منهم يبشرونه بالجنة وثلاثون منهم يؤمنونه من عذاب الله عز
وجل وثلاثون منهم يعصمونه من الخطايا والعشرة الباقية يكيدونه من أعدائه وقال محمد
بن علي في حديثه يكيدون له من عاداه
مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ خَمْسِيْنَ رَكْعَةً قَضَى اللهُ لَهُ كُلُّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ
اللَّيْلَةَ وَ اِنْ كَانَ كَتَبَ فِى اللَّوْحِ اْلمَحْفُوْظِشَقِيًا يَمْحُو
اللهُ ذَالِكِ وَ يَمْحُو لَهُ اِلَى السَّعَادَةِ وَ يَبْعَثُ اِلَيْهِ
سَبْعَمِائَةِ آلَفٍ مَلَكٍ يَكْتُبُونَ لَهُ اْلحَسَنَاتِ وَ سَبْعَمِائَةِ آلَفٍ
مَلَكٍ يَبْنُونَ لَهُ اْلقُصُوْرَ فِى اْلجَنَّةِ وَ يُعْطَى بِكُلِّ حَرْفٍ
قَرَأَهُ سَبْعِينَ حَوْرَاءَ مِنْهُنَّ مَنْ لَهَا سَبْعُونَ اَلْفَ وَ صِيْفٍ وَ
سَبْعُونَ اَلْفَ صِيْفَةٍ وَ يُعْطَى آخَرَ سَبْعَمِائَةِ آلَفٍ شَهِيْدٍ وَ
يَشْفَعُ فِى سَبْعِينَ َلْفَ مُوَحِّدٍ
اِلَى اَنْ قَالَ وَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صعلم يَقُولُ يُعْطَى بِكُلِّ حَرْفٍ مِنْ قُلْ هُوَ
اللهُ اَحَدُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ سَبْعِينَ حَوْرَاءَ
“Barangsiapa sholat di malam nisfu
SYA’BAN 50 rakaat maka Allah Ta’ala mengabulkan setiap keperluan yang
dipintanya. Jika tertulis di Lauh Mahfudz, ia orang yang celaka maka Allah
Ta’ala menghapuskannya dan merubahnya dengan kebahagian, akan diutus kepadanya
700.000 malaikat yang menuli baginya kebaikan-kebaikan. 700.000 malaikat yang mendirikan baginya gedung-gedung di surga.
Setiap huruf yang dibacanya diberikan berupa 70 bidadari masing-masing memiliki
70.000 pelayan laki-laki dan wanita dan diberikan pahala 700.000 pahala syuhada
dan ia dapat memberikan syafaat bagi 70.000 ahli tauhid..... akan diberikan
kepadanya dengan setiap huruf dari surat al-Ikhlash yang dibacanya pada malam
tersebut 70 bidadari ....
Hadits ini tidak didapati dalam
kitab hadits mu’tabar (dapat dijadikan rujukan). Hadits ini disebutkan
adz-Dzahabi (Mizan al-I’tidal no 7611) ketika membahas Muhammad bin Sa’id
al-Maili ath-Thobari yang tidak diketahui identitasnya, ia mencela orang yang
memalsukan hadits ini, karena didalamnya terdapat dusta dan kebohohongan.
Sebenarnya banyak dijumpai hadits
semisal yang sama palsunya, seperti bahwa Rosulullah SAW bersabda kepada
‘Ali:”Barangsiapa sholat di malam nisfu
SYA’BAN sebanyak 100 rakaat, tiap rakaatnya membaca al-Fatihah dan
al-Ikhlash 10 kali. Maka Allah Ta’ala memenuhi segala keperluan yang dimintanya
pada malam tersebut. Jika ia ditakdirkan sebagai orang yang celaka, maka
diganti sebagai orang yang bahagia dan seterusnya. (al-Maudhu’at II/50).
Juga seperti hadits bahwa Rosulullah
SAW bersabda:”Barangsiapa sholat di malam nisfu SYA’BAN 12 rakaat. Tiap
rakaatnya membaca al-Ikhlash 30 kali, maka ia tidak ke luar (dari dunia)
sebelum melihat tempatnya di surga dan ia dapat memberikan syafaat bagi sepuluh
orang anggota keluarganya yang telah dipastikan masuk neraka. (al-Maudhu’at
II/51-52).
Bahkan al-Gozali menyebutkan dalam (Ihya ‘Ulumud Din I/203-204):”Sholat
di malam ke 15 SYA’BAN dilakukan 100 rakaat dengan salam pada tiap dua rakaat,
setiap rakaat membaca al-Ikhlash 11 kali. Sholat ini bisa dilakukan sepuluh
rakaat, setiap rakaatnya membaca al-Ikhlash 100 kali. Menurutnya sholat model
ini telah dilakukan ulama salaf, ia dinamakan sholat al-Khoir (kebaikan), bisa
dilakukan dengan berjamaah. Lanjutmya, diriwayatkan dari al-Hasan, bahwa
Rosulullah SAW bersab-da:”Barangsiapa mengerjakan sholat seperti ini pada malam
ini, maka Allah Ta’ala memandangnya sebanyak 70 kali dan memenuhi baginya
dengan setiap pandangan 70 hajat, yang paling rendah adalah ampunan.
Menurut Zainuddi al-Iroqi,
ketika mengomentari hadits ini, hadits sholat nisfu SYA’BAN ini adalah palsu.
Disimpulkan bahwa tidak ada satupun hadits shohih yang menerangkan adanya
sholat nisfu SYA’BAN.
Hadits no 3
1378 - حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلاَّلُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا ابْنُ
أَبِي سَبْرَةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صم اِذَا كَانِتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ
شَعْبَانَ فَقُوْمُوا لَيْلَهَا وَ صُومُوا نَهَارَهَا فَاِنَّ اللهَ يَنْزِلُ
فِيْهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ اِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ اَلاَمِنْ مُسْتَغْفِرٍ
لِي فَاغْفِرُ لَهُ اَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَاَرْزَقُهُ اَلاَ مُبْتَلِى
فَاُعَافِيْهِ اَلاَ كَذَا اَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلَعَ اْلفَجْرِ
3822 - حدثنا عبد الله بن يوسف الأصبهاني أنا أبو إسحاق
إبراهيم بن أحمد بن فراس المكي نا محمد بن علي بن زيد الصائغ نا الحسن بن علي بن عبد
الرزاق نا ابن أبي سبرة عن إبراهيم بن محمد عن معاوية بن عبد الله بن جعفر عن أبيه
عن أبي طالب قال قال رسول الله صم إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلتها و صوموا
يومها فإن الله تعالى يقول ألا من مستغفر فأغفر له ألا من مسترزق فأرزقه ألا من سأل
فأعطيه ألا كذا حتى يطلع الفجر
في الزوائد إسناده ضعيف لضعف ابن يسرة واسمه أبو بكر بن عبد الله بن محمد بن
أبي يسرة . قال فيه أحمد بن حنبل وابن معين يضع الحديث [ ش ( فقوموا ليلها ) أي الليلة
التي هي تلك الليلة . فالإضافة بيانية . وليست هي كالتي في قوله فصوموا يومها ] قال
الشيخ الألباني : ضعيف جدا أو موضوع
203 (إذا كانت ليلة النصف من شعبان
فقوموا ليلها وصوموا يومها فإن الله تبارك وتعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى السماء
الدنيا فيقول ألا من مستغفر فأغفر له ألا من مسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا
كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر ) رواه ابن ماجه ج1/1388.قال العراقى في تخريج أحاديث الإحياء:
حديث صلاة النصف من شعبان باطل وإسناده ضعيف. ( ضعيف جداً ) وقال الألبانى في ضعيف
الترغيب والترهيب 623: موضوع
"Jika tiba malam nisfu SYA’BAN
maka sholatlah di malam harinyan dan shoumlah di siang harinya, karena Allah
Ta’ala turun pada malam hari ini ketika matahari terbenam ke langit dunia, lalu
berfirman:”Adakah yang beristigfar, maka Aku ampumi. Adakah yang meminta rijzi,
maka Aku berikan. Adakah yang tertimpa musibah, Maka Aku hilangkan dan
seterusnya hingga terbit fajar.”
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no 1378)
dan al-Baihaqi (Syua’ab al-Iman no. 3822) dari ‘Ali bin Abi Tholib. Hadits ini
dihukumi palsu oleh Syaik al-Bani (no. 2132) karena pada sanadnya terdapat Abu
Bakr bin ‘Abdullah bin Muhummad bin Abi Sabrah. Ia dituduh membuat hadits
maudlu’/palsu (Taqribal-Tahdzib no 7973), al-Haistami menilainya sebagai perawi
yang ditinggalkan (matruk) pemalsu dan pendusta hadist (Majma’ al-Zawaid I/213
IV/4 dan Vi/268. Dalam mizanut I’tidal (no 10032) al-Dzahabi mengutip pendapat
ulama:al-Bukhori dan lainnya menganggapnya dloif, Ahmad mengatakan ia
memalsukan hadits, an-Nasai menganggapnya perawi yang ditinggalkan dan Ibnu
Ma’in menganggap haditsnya sebagai sesuatu yang tidak dianggap, al-Fatani
memasukan hadits ini dalam Tadzkiroh al-Maudhu’at (h. 45) dan menurut Ibnu
Jauzi, hadits ini tidak shohih (al-Illat al-Mutanahiyah no 923).
Hadits no. 4
وأما حديث علي رضي الله عنه الذي رواه بن ماجه بلفظ إذا كانت ليلة النصف من
شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها الخ فقد عرفت أنه ضعيف جدا ولعلي رضي الله عنه فيه
حديث آخر وفيه فإن أصبح في ذلك اليوم صائما كان كصيام ستين سنة ماضية وستين سنة مستقبلة
رواه بن الجوزي في الموضوعات وقال موضوع وإسناده مظلم
وروى ابن ماجه من رواية ابن أبي سبرة عن إبراهيم بن محمد عن معاوية بن عبد الله
بن جعفر عن أبيه عن علي بن أبي طالب كرم الله وجهه قال قال رسول الله إذا كانت ليلة
النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى
سماء الدنيا فيقول ألا من يستغفرني فأغفر له ألا من يسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه
ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر وإسناده ضعيف وابن أبي سبرة هو أبو بكر بن عبد الله
بن محمد بن سبرة مفتي المدينة وقاضي بغداد ضعيف وإبراهيم بن محمد هو ابن أبي يحيى ضعفه
الجمهور ولعلي بن أبي طالب حديث آخر قال رأيت رسول الله ليلة النصف من شعبان قام فصلى
أربع عشرة ركعة ثم جلس فقرأ بأم القرآن أربع عشرة مرة الحديث وفي آخره من صنع هكذا
لكان له كعشرين حجة مبرورة وكصيام عشرين سنة مقبولة فإن أصبح في ذلك اليوم صائما كان
له كصيام ستين سنة ماضية وستين سنة مستقبلة رواه ابن الجوزي في ( الموضوعات ) وقال
هذا موضوع وإسناده مظلم ولعلي رضي الله تعالى عنه حديث آخر رواه أيضا في ( الموضوعات
) فيه من صلى مائة ركعة في ليلة النصف من شعبان الحديث وقال لا شك أنه موضوع وكان بين
الشيخ تقي الدين بن الصلاح والشيخ عز الدين بن عبد السلام في هذه الصلاة مقاولات فابن
الصلاح يزعم أن لها أصلا من السنة وابن عبد السلام ينكره
أبو القاسم عبد الخالق بن على المؤذن حدثنا أبو جعفر محمد بن بسطام القومسى
حدثنا أبو جعفر أحمد بن محمد بن جابر حدثنا أحمد بن عبد الكريم حدثنا خالد الحمصى عن
عثمان بن أبى سعيد بن كثير عن محمد بن المهاجر عن الحكم بن عتيبة عن إبراهيم قال قال
على بن أبى طالب رضى الله عنه رأيت رسول الله صم ليلة النصف من شعبان قام فصلى أربع
عشرة ركعة ثم جلس بعد الفراغ فقرأ بأم القرآن أربع عشرة مرة وقل هو الله أحد أربع عشرة
مرة وقل أعوذ برب الفلق أربع عشرة مرة وقل أعوذ برب الناس أربع عشرة مرة وآية الكرسي
مرة ولقد جاءكم رسول الآية، فلما فرغ من صلاته سألت عما رأيت من صنيعه فقال من صنع مثل الذى رأيت كان له كعشرين حجة مبرورة وكصيام عشرين سنة مقبولة فإن
أصبح في ذلك اليوم صائما كان كصيام ستين سنة ماضية وسنة مستقبلة وهذا موضوع أيضا وإسناده
مظلم وكان واضعه يكتب من الاسماء ما وقع له ويذكر قوما ما يعرفون وفى الاسناد محمد بن مهاجر قال ابن حنبل يضع الحديث.وقد رويت صلوات أخر موضوعة، فلم أر التطويل بذكره إلا لخفى بطلانه. صلاة لليلة الفطر أنبأنا محمد بن ناصر أنبأنا أبو غالب
أحمد بن عبيدالله الدلال أنبأنا أبو محمد الحسن بن محمد الخلال أجازه قال قرأت على
أبى الفتح يوسف بن عمر بن مسروق القواص حدثنا عمر بن محمد بن الصباح البزاز حدثنا أبو
زكريا يحيى بن القاسم حدثنا محمد بن أبى صالح عن سعيد بن سعيد عن أبى طيبة عن كرز بن
وبرة عن الربيع بن خيثم عن عبدالله بن مسعود قال قال النبي صلى الله عليه وسلم:
" والذى بعثنى بالحق إن جبريل عليه السلام أخبرني عن إسرافيل عن ربه
438-حديث علي رأيت رسول الله قام ليلة النصف أربع عشرة ركعة -ثم وصفها- وقال
يا علي من كصلاتي كلن له عشرون حجة مبرورة وكصيام عشرين سنة فإن صام من الغد كان له
كصيام ستين سنة ماضية وسنة مقبلة إسناده مظلم وفيه كذاب
لاَ فَإِنْ اَصْبَحَ فِى ذَلِكَ الْيَومِ
صَائِمًا كَانَ كَصِيَامِ سِتِّينَ سَنَةً مَاضِيَةً وَ سِتِّينَ سَنَةً
مُسْتَقْبَلَةً
“Bila pada hari itu seseorang
bershoum maka ia seperti bershoum selama enam puluh tahun yang lalu dan enam
puluh tahun yang akan datang.”
Hadits ini diriwayatkan dari Ali bin
Abi Tholib ra oleh Ibnu Al-Jauzi dalam kitab
al-Maudlu’at. Hadits-hadits yang palsu dan dalam
komentarnya ia mengatakan: ”Sanadnya gelap”.