Dianggap
lumrah, biasa
Sangat disayangkan sekali, dunia
jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut diatas menjadi
pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua tontonan
dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah
mengikuti bujukan setan, sekaligus
melanggar aturan Alloh. Alloh swt memerintahkan agar kita menahan
sebagian pandangan kita terhadap lain jenis, Alloh swt berfirman:
“ Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya,
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah
kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan
kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang
(biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke
dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka,
atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau
putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan
mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau
pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau
anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka
memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan
bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya
kamu beruntung.”
(QS. An-Nuur: 30-31)
Dalam ayat diatas dijelaskan, Alloh
swt memerintahkan agar kita menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis
namun justru orang-orang yang mendukung dunia jahil ini menarik-narik manusia
agar membuka mata-lebar-lebar untuk “menikmati” wanita yang mereka pajang. Itu
semua alurnya adalah mendekatkan kepada zina. Sedangkan Alloh swt menegaskan:
“ dan
janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa': 32)
Dalam ayat itu ditegaskan, tidak
boleh mendekati zina. Ini telah mencakup larangan segala hal yang menghantarkan
kepada perbuatan zina. Memajang wanita-wanita dalam aneka pergaulan hidup yang
dimaksudkan untuk menarik konsumen ataupun pelanggan atau penonton itu sudah
termasuk sarana mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu sudah merupakan sarana
atau penghantar, maka terkena kaidah ‘hukum itu mencakup sarananya’. Mendekati
zina itu jelas telah dilarang dengan tegas oleh Alloh swt. Maka mengadakan
sarana untuk dekat dengan zina atau yang jurusannya mendekati zina berarti
haram pula.
Lebih dari itu, ayat tersebut
mengandung makna, lebih terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri. Karena
mendekati zina saja sudah dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh
disebut Qiyas Aulawi. Contohnya, mengatakan uf atau huskepada orang tua saja
diharamkan, apalagi memukulnya, maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina
saja dilarang, apalagi berzina. Itulah pengertiannya.
Dengan demikian, ayat tersebut
sangat strategis sifatnya. Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan perbuatan yang
menjurus pada pendekatan zina sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan
zina itu sendiri lebih terlarang lagi.
Aturan dalam islam sebegitu jelas
dan gamlang, namun dalam dunia yang jahil orang yang menyepelekan bahkan justru
menggalakkan hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan membolehkan
perzinaan itu sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.
Wanita
sholihah sangat terpuji
Islam memberikan imbalan pahala
sesuai dengan kadar kepayahan atau usaha manusia. Wanita dari zaman ke zaman,
oleh orang-orang jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk dijadikan daya
pikat. Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah merupakan
pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas. Maka islam memberika antisipasinya
atau pencegahannya, yaitu pertama dengan melarang manusia mendekati zina, dan
kedua memberikan tempat yang terpuji bagi wanita yang sholihah.
Islam menempatkan wanita sholihah
daalam kedudukan yang terpuji itu bisa difahami pula bahwa untuk membina wanita
agar jadi shalihah, serta wanita itu sendiri dalam berupaya menjadi wanita
shalihah adalah perkara yang besar. Perkara yang banyak godaannya. Kenapa?
Karena, manusia jahil telah menjadikan wanita sebagai sasaran untuk dijadikan
daya pikat, dan itu jelas bertentangan dengan islam. Sedangkan wanita itu
sendiri didudukkan oleh manusia-manusia jahil pada posisi yang enak, yang
menggiurkan, bila mau melanggar aturan islam. Sehingga wanita itu sendiri akan
sulit mempertahankan diri agar menjadi orang yang sholihah alias taat aturan
Alloh dan RosulNya. Maka sesuai dengan istilah “aljazaa’u min jinsil ‘amal,”
imbalan itu sesuai dengan perbuatan, maka wanita sholihah sangat dihormati
dalam islam karena memang sulit melakukannya. Bukan sulit karena secara
naluriah, namun sulit karena lebih banyak godaannya, baik dari dalam nafsu
wanita itu sendiri maupun faktor dari luar, lingkungan yang jahil.
Dari sini bisa difahami batapa
terpujinya wanita yang baik yang istilahnya wanita sholihah. Yaitu wanita yang
menuruti aturan agama suci dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap
dan perilaku tanpa melanggar ajaran ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi
kebahagiaan dunia dan akhirat. Terhadap wanita sholiha itu, ada pula pujian
simpati dari Rosululloh saw:
“Dunia ini adalah perhiasan yang
menyenangkan hati. Dan sebaik-baik perhiasan yang menyenangkan itu adalah
wanita yang sholihah/baik” (HR. Muslim dan an-Nasa’i)
Di sini jelas, betapa tingginya
nilai wanita shaliha itu. Dia paling baik di antara hal yang mesti disenangi
manusia. Berarti sudah merupakan puncak yang tiada saingannya lagi.
Bilaa kita perbandingkan, kejadian
manusia itu sendiri adalah bentuk yang paling baaik. Seperti firman Alloh swt
dalam surat at-Tin:
“ Sesungguhnya
Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. kemudian Kami
kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang
yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada
putus-putusnya.”
(QS. at-Tin:4-6)
Di dalam ayat itu dinyatakan,
manusia dibuat dalam bentuk yang paling baik. Di balik bentuknya yang paling
baik, ternyata disebutkan, akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah
di antara yang rendah, kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau
diperbandingkan, wanita disebut hiasan yang paling menyenangkan berarti di
balik itu ada yang bahkan paling tidak menyenangkan. Ya, memang betul demikian
adanya. Hasil perbandingan itu diperkuat atau punya alas an hadits Nabi saw:
“Di antara (unsur) kebahagiaan anak
adam (manusia) adalah tiga hal. Dan di antara (unsur) sengsaranya ibnu Adam ada
tiga (juga). Di antara unsure kebahagiaan manusia yaitu, wanita/isteri yang
shalihah/ baik, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan diantara
(unsur) penderitaan manusia adalah: wanita/isteri yang buruk (tidak shalihah),
tempat tinggal yang jelek, dan kendaraan yang jelek.” (HR. Ahmad, at-Thobroni,
dan al-Bazzar dari Sa’ad bin Abi Waqosh)
Nah, dalam hadits itu dijelaskan,
wanita/isteri yang sholihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi sebaliknya, wanita/
isteri yang jahat adalah unsure penderitaan. Dalam hadits itu ternyata wanita
atau isteri disebut sebagai unsure pertama dalam hal kebahagiaan maupun
kesengsaraan. Wanita diucapkan dalam deretan yang pertama dari tiga unsur
kebahagiaan maupun kesengsaraan. Jadi wanita merupakan unsure yang paling
ekstrim, sebagai andalan. Berarti sejalan pula dengan pernyataan perbandingan
tadi. Bahwa wanita shalihah itu paling menyenangkan, tapi sebaliknya, wanita
yang bukan shalihah itu adalah paling menyebalkan.
Wanita
shalihah dan suami takwa
Nabi saw membela dan mengangkat martabat wanita, sampai
memuji dan menyebutkan fungsi kedudukan wanita shalihah lagi menyenangkan. Hal
itu bisa disimak pandangan Rosululloh saw, yang memuji wanita sholihah:
“Tidak ada keuntungan orang mukmin
setelah taqwa kepada Alloh azza wa Jalla yang lebih baik baginya dibandingkan
mempunyai isteri yang sholihah/baik. Apabila dia (lk) menyuruhnya maka ditaati.
Apabila dia (lk) melihatnya, maka isteri itu menggembirakannya. Apabila ia
memberi bagian padanya maka dia menerimanya dengan baik. Dan apabila ia tidak ada
dirumah maka isteri yang sholihah itu tetap memurnikan cintanya untuk sang
suami dalam menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya” (HR. Ibnu Majah dari
Abi Umamah, berderajat hasan/ baik)
Jelas sekali pujian Rosululloh saw
terhadap derajat wanita yang sholihah. Smpai didudukkan sebagai hal yang paling
menguntungkan bagi orang yang taqwa. Berarti dijadikan pendamping paling baik
bagi para muttaqin. Sedang derajat takwa itu adaalah derajat paling tinggi di
hadapan Alloh swt:
“…
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. …” (QS. Al Hujuraat: 13).
Jadi, posisi wanita sholihah itu
memang benar-benar terpuji dan mulia, sebab dijadikan pendamping orang yang
bertaqwa alias yang paling mulia di sisi Alloh swt, dengan disebut sebagai
unsure yang paling memberikan keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya
itu ternyata adalah Rosululloh saw lewat hadits tersebut diatas.
Kita percaya, aapa yang disabdakan
itu pasti betul. Maka, sebagai penganut ajaran suci dari Nabi Muhammad saw,
seharusnya kita berlombaa membina wanita, baik itu isteri kita, keluarga kita
maupun kerabat agar mencapai derajat prestasi unggul yang sesuai dengan anjuran
beliau, yaitu wanita sholihah. Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita
berlomba membentuk wanita sholihah dalam keluarga dan masyarakat islam.
Mudah-mudahan hal ini bisa kita laksanakan. Aamiin