Saudaraku,
....Pembunuhan itu terbagi menjadi tiga jenis: Pertama, pembunuhan yang
dilatarbelakangi oleh kekeliruan yang mirip dengan pembunuhan yang disengaja
atau pembunuhan tidak terencana. kedua, pembunuhan yang murni karena
tidak sengaja, seperti kecelakaan, kekeliruan (salah sasaran buruan binatang)
dan semisalnya. Ketiga, Pembunuhan murni karena kesengajaan.
Pada edisi yang
lalu, kami sudah bahas jenis pembunuhan ke satu dan ke dua. dan alhamdulillah
pada edisi kali ini kami akan melanjutkan jenis pembunuhan yang ke tiga yaitu,
Pembunuhan Murni karena Kesengajaan
Pembunuhan Murni karena Kesengajaan
yaitu seseorang
berniat/bersengaja (untuk membunuh) orang lain yang dia ketahui berstatus
ma’shum (jiwa dan hartanya terjaga) dengan menggunakan alat yang pada umumnya
dapat digunakan untuk membunuh, baik dengan benda tajam, seperti pedang dan
semisalnya, atau dengan benda tumpul seperti landasan besi (tempat penempaan
untuk pandai besi) dan tongkat yang kuat. Atau dia menggunakan metode lain dalam
membunuh orang tersebut, seperti dengan membakar, menenggelamkan, melemparnya
dari tempat yang tinggi, mencekik, memegang (memencet) biji kemaluan hingga ruh
orang tersebut melayang (mati), membekap wajahnya hingga mati, meminumkan racun
kepadanya, atau dengan perbuatan-perbuatan lain yang semisal.
Niat/bersengaja adalah syarat pembunuhan yang
disengaja. “Diniatkan” tidak termasuk orang yang tidak meniatkan hal itu,
(seperti jika) dia tidak bermaksud (membunuh) seseorang yang ma’shum (orang
yang tidak boleh dibunuh). Dia hanya bermaksud melempar ke binatang buruan,
lalu mengenai seseorang yang ma’shum, lalu ia terbunuh. Maka hal ini tidak
disengaja. Begitu pula dengan, jika dia tidak mengetahuinya ma’shum, seperti
jika dia melihat seseorang yang berjalan di barisan orang-orang kafir (dalam
peperangan) lalu dia membunuhnya dengan sangkaan bahwa dia adalah kafir atau
tidak ma’shum. Atau dia melihat seseorang yang telah murtad (dia mengira bahwa
dia murtad [padahal dia muslim]), dan dia tidak kembali (memeluk) islam setelah
diseru kepada islam, lalu dia membunuhnya, maka ini bukanlah kesengajaan,
tetapi pembunuhan tidak disengaja karena ketidak-tahuan. Begitu pula jika dia
melihat sesuatu yang menakutkan (dalam kegelapan), dia mengira pohon kurma,
anjing, atau apa-apa yang serupa dengannya, lalu dia membunuhnya. Ini bukanlah
kesengajaan karena dia tidak mengetahuinya (sebagai) orang yang ma’shum.
Adapun jika dia
membunuh dengan menggunakan apa-apa (/alat) yang umumnya tidak dapat digunakan
untuk membunuh, maka bukanlah kesengajaan. Atau jika dia memukulnya dengan
tongkat yang kecil, lalu dia meninggal, maka ini bukanlah kesengajaan. Akan
tetapi jika dia membunuh dengan alat (cara) yang pada umumnya bisa membunuh,
maka hal itu adalah kesengajaan.
Apabila hal ini
(pembunuhan dengan disengaja) dilakukan, Maka sanksi qishosh wajib
(diberlakukan), yaitu kerabat terbunuh diberi kesempatan (untuk menetapkan
hukuman) kepada pembunuh. Jika mereka mau, mereka bisa memilih satu di antara
tiga alternatif, yaitu hukuman mati, memaafkan pelaku pembunuhan atau mengambil
diyat dari keluarga pembunuh. Dan kerabat korban tidak boleh membunuh orang
lain selain pembunuhnya, karena Alloh Ta’ala berfirman:
وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا
“Dan
janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk membunuhnya, melainkan
dengan suatu alasan yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zhalim, Maka
Sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi
janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya dia
adalah orang yang mendapatkan pertolongan.” (QS. Al-Isro’: 33)
Menurut salah
satu pendapat, tafsir ayat ini adalah janganlah dia membunuh selain pelaku
pembunuhan.
Alloh swt
memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya , yakni kekuasaan syar’i dan
kekuasaan qodri (kewenangan menangkap dan lain-lain), kedua-duanya.
Kekuasaan syar’i adalah
ahli waris diberi kesempatan membunuh si pembunuh berdasarkan syari’at.
Kekuasaan qodri adalah
karena pembunuh itu walaupun bersembunyi atau kabur, umumnya dia dapat
ditangkap dan dibawa. Ini adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh fakta.
Oleh karenanya Alloh berfirman:
“Maka janganlah dia berlebih-lebihan dalam membunuh.” Seakan-akan dia pasti
ditemukan adalah sesuatu yang sudah maklum. Akan tetapi janganlah dia melampaui
batas dalam membunuh (membunuh selain pembunuh). Atau janganlah dia dibawa oleh
semangat dan kebencian untuk membunuh melebihi pembunuhan (yang dilakukan) si
pembunuh tersebut. contohnya, janganlah dia melakukan pembunuhan sadis
terhadapnya (dalam menghukum mati) dan jangan pula dia membunuh dengan alat
yang lebih keras dari alat yang digunakan pembunuh. akan tetapi (hendaknya)
sama atau bahkan lebih ringan
Terhadap
anggota tubuh (qishosh pada anggota tubuh), janganlah melebihi apa yang
dipotong oleh orang yang melakukan pemotongan. Contohnya, jika dia memotongnya
berawal dari persendian telapak tangan, maka janganlah dia memotong dari
persendian siku.
Akan tetapi,
apakah memungkinkan (dibolehkan) untuk membius pelaku supaya dia tidak
merasakan sakitnya pemotongan anggota tubuh? Jawabannya, tidak boleh. Jika hal
ini dilakukan terhadapnya, makna qishosh menjadi kurang. Sebab, Orang yang
menjadi korban merasakan sakitnya pemotongan dan hilangnya anggota tubuh. Oleh
karena itu, kita menjadikan hal ini sama agar orang yang diqishosh merasakan
sakitnya pemotongan dan hilangnya anggota tubuh.
Kekuasaan Qodri
itu banyak terjadi. Seluruh kejadian-kejadian yang kita dengar menunjukkan
bahwa hal itu terjadi. Akan tetapi, lihatlah firman Alloh! “Barangsiapa
dibunuh secara zhalim,” karena terkadang dia berlaku zholim, lalu dia
dibunuh oleh orang yang dizholimi, lalu pembunuh terkadang kabur dan tidak bisa
ditangkap. Akan tetapi, barangsiapa yang membunuh orang yang dizholimi, maka
orang ini –Subhanalloh- harus di tangkap. keputusan syari’at mempunyai peranan
dalam hal ini, yakni Alloh swt memberikan bantuan dan pertolongan, dan pelaku
akan dipersulit (hidupnya) oleh Alloh sehingga dia akan datang dan memberikan
pengakuan.
Diriwayatkan
dari Abu Syuroih al-khuza’i ra, dia berkata, “Rosululloh saw bersabda,
“Barangsiapa
yang ditimpa pembunuhan atau mengalami luka pada anggota badan, maka dia berhak
memilih salah satu diantara tiga hal, jika dia menginginkan yang keempat maka
cegahlah. Ketiga hal tersebut adalah menghukum mati, memaafkan atau mengambil
diyat. Maka barangsiapa yang telah memilih salah satu dari ketiga hal tersebut
kemudian ia berbuat aniaya, maka sesunguhnya baginya neraka Jahannam, dia kekal
lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya.” (HR. Abu Dawud)
Maka
barangsiapa yang membunuh (si pembunuh atau kerabatnya) setelah memberikan maaf
atau setelah mengambil diyat, maka hal tersebut merupakan dosa yang lebih besar
dari pembunuhan yang dilakukan oleh pihak pertama. Jadi, membunuh si pembunuh
setelah diambilnya diyat lebih besar dosanya dari pembunuhan pertama kali. hal
ini disebabkan karena mereka itu menodai perjanjian. Karena pengambilan diyat
sebagai ganti dari hukuman mati mempunyai kedudukan yang sama dengan perjanjian
agar mereka tidak menghukum mati saudaranya. Maka jika dia menghukum mati, maka
hal itu menjadi pelanggaran terhadap perjanjian dan pelanggaran terhadap
kehormatan terpidana mati. adapun pembunuhan pertama kali, di dalamnya tidak
terdapat kecuali pelanggaran terhadap kehormatan orang yang terbunuh saja. Oleh
karenanya, hal ini menjadi lebih besar dosanya. Oleh karena itu Alloh swt
berfirman: “Maka barangsiapa yang berlaku sewenang-wenang setelah itu, maka
baginya adzab yang pedih.”
Jika dia
(keluarga korban) membunuh si pembunuh setelah diambilnya diyat, maka hal ini
sangat biadab sehingga sebagian ulama berpendapat wajib membunuh orang tersebut
sebagai bentuk hadd kepadanya dan perkara tersebut bukanlah urusan kerabat
korban yang terbunuh. Alloh Ta’ala berfirman:
“Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan
orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan
hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan
dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik,
dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada pihak yang memberi
ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan
dari Robb-mu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu,
Maka baginya siksa yang sangat pedih. dan dalam qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu
bertakwa.” (QS. al-Baqoroh: 178-179)
Perhatikan ayat
diatas!!! “dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu”
. kalimat ini ringkas, tetapi mencakup makna yang besar. Terkadang orang
menyangka bahwa qishosh itu menambah pembinasaan jiwa. Apabila seseorang
membunuh kemudian dia dihukum mati, jadilah orang yang terbunuh itu ada dua
orang. Apabila tidak dibunuh maka orang yang terbunuh itu hanya satu. Orang
yang berprasangka itu menyangka bahwa qishash bertujuan menambah orang yang
terbunuh. Alloh Ta’ala berfirman, “dan dalam qishaash itu ada (jaminan
kelangsungan) hidup”. Ada kehidupan. Apabila pembunuh diqishash,
maka tidak ada seorangpun yang mengulangi hal seperti itu dan orang-orang
tercegah darinya. Setiap orang juga menjadi takut untuk membunuh. Oleh karena
itu Alloh swt berfirman, “ Wahai orang-orang yang berakal”. Alloh Ta’ala
berbicara kepada manusia melalui (perantaraan) akal karena hal ini membutuhkan
perhatian dan pecermatan dalam akibat-akibatnya. Selain itu dampak lainnya jika
hukum Alloh tidak dilakukan adalah akan adanya fitnah dan permusuhan yang
besar, (terkadang) akan ada bunuh membunuh yang dikarenakan dendam dan tidak
akan ada habisnya pembunuhan tersebut, atau kedua pihak akan memiliki sekutu
dari kaum yang lain dan akan menjadi perang yang besar. atau terkadang si
pembunuh tidak mendapatkan hukuman dari perbuatannya disebabkan status dia
(pembunuh) adalah orang yang dimuliakan dan dihormati sehingga mendorong
kerabat orang yang dibunuh untuk melakukan pembalasan dengan membunuh kerabat
si pembunuh yang berada dalam kekuasaan mereka.
Semua itu
disebabkan perbuatan mereka yang tidak mau menempuh jalur keadilan, yaitu
dengan menerapkan qishosh dalam masalah pembunuhan. Maka Alloh swt telah
menetapkan qishosh bagi kita yang mengandung keadilan dalam masalah pembunuhan
dan Dia telah memberitahukan bahwa dalam qishosh terdapat kehidupan, karena
qishosh akan menyelamatkan jiwa orang yang tidak bersalah dari kedua pihak yang
bertikai (yaitu kerabat pihak yang membunuh dan yang terbunuh). Selain itu,
qishosh merupakan metode yang adil, karena jika orang yang ingin membunuh itu
mengetahui bahwa dia pun akan dibunuh (jika melakukan pembunuhan), niscaya dia
akan menahan diri untuk membunuh orang lain.
Sumber:
- Politik Islam (Ta’liq Siyasah Syar’iyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), oleh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin –rohimahulloh-.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar