15 Desember 2011

Kepribadian Umar bin Khoththob ra

Nama Asli beliau adalah Abu Hafsh al Faruq, Umar bin Khoththob bin Nufail bin Abdil Uza. Nasabnya sampai kepada Adi bin Ka’ab bin Lu’ai, beliau lahir di Mekah 40 tahun sebelum Hijrahnya Rosululloh saw. Tumbuh ditengah keluarga terpandang dan mulia, tertarbiyah dengan penuh kejujuran dan amanah serta keberanian yang tinggi dalam mengatakan kebenaran.

Pada masa Jahiliyah beliau selalu dijadikan duta perdamaian jika terjadi sengketa atau peperangan antar kabilah, beliau diutus untuk mewakili mereka di meja perundingan sekaligus menjadi mediator dalam perdamaian, beliau adalah satu dari sepuluh orang shahabat yang dijanjikan oleh Rosululloh saw masuk sorga, khalifah yang kedua dari Khulafaur Rosyidin, serta beliau merupakan salah seorang yang sangat dekat dengan Rosululloh saw, juga termasuk ulamanya para shahabat, serta sosok pribadi yang sangat zuhud

Kepribadian Umar bin Khoththob ra
Kepribadian Umar ra sungguh sangat menakjubkan. Menggali aspek kepribadiannya bagaikan bahtera berlayar di samudra yang luas tak berpantai. Butir- butiran dan mutiara-mutiara kebaikannya tak pernah sirna sepanjang masa dan zaman. Berikut paparan sebagian kepribadian ‘Umar ra, sosok pemimpin hebat nan tangguh, diantaranya:

a. Kesederhanaannya.
Tatkala ghonimah (harta rampasan perang) dari tentara kisra (raja Persia) dikirim kepada ‘Umar untuk dibagikan kepadanya dan kaum Muslimin. Tiba-tiba beliau membandingkan dengan pandangan mata dan bashiroh (pandangan hati)nya antara kehidupannya dengan kehidupan kedua sahabatnya, yaitu Rosululloh saw dan Abu Bakar ra. Maka ia mendapati bahwa Alloh swt telah menyelamatkan keduanya dari melihat harta yang menggoda tersebut. Maka ia pun takut jika diuji dengan harta tersebut sebagai istidraj (kenikmatan yang menyeret seseorang kepada kebinasaan). Ia pun menangis seraya berkata, “Ya Alloh, sesungguhnya Engkau telah mencegah harta ini dari Rosul-Mu, padahal beliau lebih Engkau cintai dan lebih mulia di sisi-Mu dari pada aku. Dan Engkau telah mencegahnya dari Abu Bakar, padahal ia lebih Engkau cintai dan lebih mulia daripada aku. Kemudian Engkau memberikannya kepadaku, maka aku berlindung kepada-Mu dari Engkau berikan harta ini kepadaku untuk mencelakakanku.”. kemudian beliaupun menangis hingga orang-orang yang ada di sekitarnya merasa kasihan kepadanya. Lalu ia berkata kepada ‘Abdul Rahman bin ‘Auf ra, “Aku bersumpah kepadamu agar engkau menjualnya lalu membagikannya kepada manusia sebelum datangnya sore hari.”

Ahnaf bin Qais ra berkata, “Ketika kami sedang duduk-duduk di pintu rumah Umar ra tiba-tiba lewatlah seorang budak wanita. Orang-orang berkata, ‘Ini budak wanita milik Amirul Mukminin.”, mendengar itu Umar membantah, ‘Bukan, ia bukan milik Amirul Mukminin, tapi termasuk dari harta Alloh (baitul mal).’ Lalu kami bertanya, ‘Lalu apa yang boleh baginya dari harta Alloh?’, beliau menjawab, ‘Sesungguhnya tidak halal bagi Umar dari harta Alloh kecuali dua pakaian, satu pakaian untuk musim panas serta apa yang saya pakai untuk haji dan umrah. Makananku dan keluargaku tidak berbeda dengan apa yang dimakan oleh salah seorang dari Quraisy.”

Ketika pada masanya terjadi musim paceklik, maka selama setahun beliau tidak pernah makan daging atau minyak samin.

Qatadah rohimahulloh berkata, “Umar mengenakan jubah dari wol yang bertambal padahal beliau adalah khalifah. Ia berkeliling di pasar-pasar dengan membawa tongkat kecil di pundaknya untuk mendidik orang-orang”

Anas ra berkata, “Aku melihat empat tambalan di baju ‘Umar di antara dua pundaknya.”

Suatu hari beliau menjenguk ‘Ashim ra, putranya. Beliau dapati anaknya sedang makan daging. ‘Umar berkata, “Apa ini?”. ‘Ashim menjawab, “Kami sedang berselera untuk makan daging”, ‘Umar ra berkata, “Apakah setiap kali engkau berselera terhadap sesuatu engkau akan memakannya? Cukuplah sebagai pemborosan jika seseorang memakan semua yang diinginkannya!”

b. Kedermawanannya

Tangan kedermawanan Umar ra laksana angin yang berhembus. Ia berlomba-lomba dengan Abu Bakar ra untuk menginfakkan hartanya di jalan Alloh swt. Ia ingin sekali mengalahkan Abu Bakar ra dalam berinfaq.

Abu Dawud dan at-Tirmidzi meriwayatkan dari Umar bin al Khoththob, ia berkata, “Rosululloh menyuruh kami untuk mengeluarkan sedekah. Kebetulan saat itu saya sedang memiliki harta. Lalu saya katakan, “hari ini saya akan mengalahkan Abu Bakar, dimana saya tidak pernah mengalahkan Abu Bakar sebelum ini. Saya datang kepada Rosululloh untuk menginfakkan separuh dari harta milik saya. Rosululloh bertanya kepada saya: “Lalu apa yang kau sisakan untuk keluargamu.”. Saya katakan kepada Rosululloh bahwa saya meninggalkan seperti apa yang saya infakkan. Kemudian Abu Bakar datang kepada Rosululloh dengan menginfakkan semua hartanya. Rosululloh menanyakan padanya, “Lalu apa yang kau sisakan untuk keluargamu?”

“Saya menyisakan untuk mereka Alloh dan Rosululloh”
Saya berkata setelah itu bahwa saya tidak mungkin dapat mengalahkannya dalam segala hal untuk selamanya.

c. Rasa Takutnya kepada Alloh swt

Anas bin Malik ra berkata, “Aku pernah masuk satu kebun, lalu aku mendengar Umar berkata –antara aku dan ia terhalang sebuah tembok-, ‘Umar bin al-khoththob, Amirul Mukminin, ah!! ah!! Sungguh engkau harus takut kepada Alloh wahai anak al-Khoththob, atau kalau tidak maka Alloh akan menyiksamu!”

Al-Hasan ra berkata, “Kadang-kadang ketika Umar membaca satu ayat dari bacaan rutinnya, maka ia terjatuh sakit hingga dijenguk berhari-hari”.

Muhammad bin Sirin rohimahulloh berkata, “Suatu hari mertua Umar datang menemuinya, lalu ia minta supaya Umar memberinya sejumlah uang dari baitul mal. Umar membentaknya seraya berkata, “Engkau ingin agar aku menghadap Alloh sebagai raja yang berkhianat?”, kemudian Umar memberinya dari hartanya sendiri sebanyak 10.000 dirham.

Demikianlah sikap waro’ Umar ra, hingga an-Nakha’i rohimahulloh berkata, “Sesungguhnya Umar biasa berdagang padahal beliau adalah seorang khalifah.”

‘Abdullah bin Umar ra berkata, “Aku tidak pernah melihat Umar marah lalu disebut nama Alloh di sisinya atau seseorang membaca ayat al-Qur’an, melainkan marahnya akan berhenti dan segera mengurungkan niatnya.”

d. Sosok Problem Solver.
Umar bin al-Khoththob ra sosok sahabat yang teguh hatinya dan mempunyai pertimbangan yang matang dalam menentukan kebijakan. Dalam menghadapi problematika yang melanda kaum muslimin, ia senantiasa mencari solusi dan jalan keluar untuk kemaslahatan umat.

Salah satu contoh bahwa Umar sosok problem solver adalah saat minuman keras (khomr) masih dihalalkan pada kaum muslimin, Umar ra berpendapat bahwa khomr akan menghilangkan akal dan menghabiskan harta kemudian ia berdoa, “Ya Alloh, berilah penjelasan kepada kami tentang perihal minuman keras (khomr), karena sesungguhnya ia dapat menghilangkan akal dan harta.”. kemudian turunlah wahyu kepada nabi Muhammad saw:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian sholat, sedang kalian dalam keadaan mabuk, sehingga kalian mengerti apa yang kalian ucapkan.” (QS.???)

Akan tetapi kebiasaan minum khomr di kalangan umat belum juga berhenti. Maka Umar ra kembali memohon kepada Alloh swt, “Ya Alloh, jelaskan pada kami perihal khomr dengan keterangan yang pasti, karena sesungguhnya ia dapat menghilangkan akal dan harta.”. Kemudian turunlah ayat:


“Hai orang-orang yang beriman, Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah Termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sholat; Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).” (QS. Al-Maidah: 90-91)

e. Peduli terhadap Anak-anak dan Janda
Kepedulian Umar ra terhadap anak-anak merupakan bukti nyata, bahwa ia adalah orang yang sangat memperhatikan generasi mendatang. Hal ini juga menjadi bukti bahwa ia lebih maju daripada peradaban modern.

‘Umar ra memandang bahwa subsidi bagi anak-anak merupakan hak yang wajib diberikan. Ia berpendapat bahwa masalah utama dalam memberikan hak-hak mereka semenjak mereka disapih. Umar ra menetapkan subsidi untuk anak yang sedang menyusu 100 dirham. Manakala beranjak besar menjadi 200 dirham. Kemudian Umar ra mengubah subsidi bagi anak-anak dan menetapkannya semenjak lahir.

Hal ini ia lakukan setelah memergoki seorang wanita yang tergesa-gesa menyapih anaknya. Ketika ditanya wanita itu menjawab, “Umar tidak memberikan subsidi kecuali hanya bagi anak-anak yang sudah disapih.”. jawaban wanita tersebut benar-benar menyadarkannya, hingga saat usai sholat Umar ra berkata, “berdosalah Umar! Betapa banyak anak-anak kaum muslimin yang ia bunuh.”. Lalu Umar ra meminta kepada seorang sahabat untuk mengumpulkan kaum muslimin seraya berkata, “Janganlah terburu-buru untuk menyapih anak-anak kalian. Sebab kami telah menetapkan subsidi untuk anak yang baru lahir.”

Kepedulian Umar bin Khoththob ra juga terhadap para janda.
Oleh karena itu, ia menetapkan subsidi bagi para janda dan ia sangat peduli agar setiap orang memperoleh haknya. Perhatian beliau kepada para janda sebagai realisasi dari sabda Rosululloh saw:

“Penyantun para janda dan orang-orang miskin bagaikan mujahid yang berperang dijalan Alloh”. Aku (perawi) menyangka beliau bersabda, “Bagaikan orang yang menegakkan sholat malam terus-menerus dan berpuasa tak terputus-putus.” (HR. al-Bukhori dan Muslim)

Bersambung……

Sumber:
1. Siroh Khulafa Rasyidin, LBKI.
2. 101 Sahabat Rosululloh, Pustaka al-Kautsar
3. Tarikh islam bagian I (Khulafaur Rasyidin), Lajnah Ilmiah LPD al-Huda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar