05 September 2009

Adab-Adab Berpuasa

Ketahuilah bahwa puasa itu mempunyai banyak sekali adab, di mana puasa akan menjadi sempurna dan utuh apabila adab-adab tersebut dilaksanakan. Adab-adab itu terbagi menjadi dua; ada yang bersifat wajib yang memang harus dijaga oleh orang-orang yang berpuasa, dan ada adab-adab yang bersifat disukai (sunnah) yang sebaiknya dijaga dan dipelihara oleh orang yang berpuasa.

Adab-adab yang wajib itu di antaranya adalah:

1. Menjalankan Shalat Fardhu.

Seorang yang berpuasa harus benar-benar melaksanakan segala yang diwajibkan oleh Allah atasnya, baik ibadah ucapan (Qouliah) maupun perbuatan (fi’liyah). Yang terpenting di dalamnya adalah shalat fardhu lima kali, yang merupakan rukun Islam yang paling ditekankan sesudah syahadatain. Ia wajib menjaganya, melaksanakan setiap rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan syarat-syaratnya. Ia harus melaksanakan tepat pada waktunya dengan berjamaáh di masjid bagi laki-laki. Mengabaikan shalat berarti menafikan taqwa dan mengharuskan diterimanya sanksi dari Allah, sebagaimana firman-Nya, (yang artinya): “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun” {Qs. Maryam (19) : 59-60}.

Di antara orang yang berpuasa itu ada yang mengabaikan sholat berjamaáh, padahal ini menjadi kewajibannya. Allah telah memerintahkannya dalam kitab-Nya dengan berfirman, (yang artinya): “Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. ....” {Qs. An-nisa’(4) : 102}.

Allah menyuruh kita untuk mengerjakan shalat secara berjamaáh dalam keadaan perang dan ketakutan sekalipun. Maka dalam keadaan tenang dan aman, perintah ini lebih tegas lagi tentunya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa ada seorang lelaki buta berkata: “Ya Rasulullah, aku tidak punya penuntun yang bisa membawaku ke masjid. “beliau kemudian memberikan keringanan (rukhshah) kepadanya. Namun ketika orang itu berpaling, beliau pun memanggilnya dan bertanya: “apakah kamu mendengar panggilan (adzan) untuk shalat? Ia menjawab: “Ya.”Nabi lalu bersabda, “kalau begitu, penuhi panggilan itu”. [HR. Muslim].

Rasulullah tidak memberikan keringanan/rukhshah kepadanya untuk meninggalkan shalat berjamaáh, padahal ia adalah seorang lelaki yang buta, dan ia pun tidak punya penuntun yang bisa membawanya ke masjid.

2. Menjauhi Semua Larangan Yang Diharamkan Oleh Allah Dan Rasul-Nya.

Di antara hal yang harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah:

a. Perbuatan Dusta.

Yaitu menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Yang paling besar dosanya adalah berdusta terhadap Allah dan Rasul-Nya, seperti menisbahkan sesuatu kepada Allah dan Rasul-Nya mengenai penghalalan yang haram atau pengharaman yang halal tanpa dasar ilmu. Allah berfirman, (yang artinya) “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih”. {Qs. an-Nahl (16) : 116-117}.

Dalam Shahihain disebutkan hadits dari Abu Hurairah ra. dan lainnya bahwa Nabi saw bersabda,
“Siapa yang dengan sengaja berdusta dengan mengatas namakan kami, maka silahkan ia memasang tempat duduknya di neraka”.

b. Ghibah.

Yaitu mengatakan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaranya manakala ia tidak ada di hadapannya, apakah yang disebut itu berkenaan dengan cacat fisiknya, seperti pincang, buta sebelah matanya atau buta semua matanya dalam bentuk mencacatkan dan mencela, atau berkenaan dengan sifat perilakunya seperti tolol, bodoh, fasik dan semisalnya; apakah yang dikatakan memang sesuai dengan yang ada maupun tidak. Sebab, Nabi ketika ditanya tentang ghibah, maka beliau menjawab, “Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci. “ditanyakan kepada beliau, “Bagaimana pendapat baginda jika apa yang saya katakan memang ada pada diri saudaraku? Beliau menjawab “Jika apa yang engkau katakan itu ada pada dirinya, maka engkau meng-ghibahnya, dan jika apa yang kamu katakan itu tidak ada pada dirinya, maka engkau telah berbuat kebohongan terhadapnya”. [HR. Muslim].

Allah swt sendiri juga melarang perbuatan ghibah ini dalam al-Qur’an serta menyerupakannya dengan bentuk yang sangat buruk: yaitu menyerupakannya dengan seseorang yang rela memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman, (yang artinya): “... Janganlah sebagian kalian menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. ...” {Qs. Al-Hujurat (49) : 12}.

c. Namimah

Namimah ialah mengadu domba atau menyebar fitnah, yaitu mengutip perkataan seseorang terhadap orang lain untuk merusak hubungan antara keduanya. Ini merupakan bagian dari dosa-dosa besar. Rasulullah pernah bersabda:
“Tidak akan masuk syurga orang yang suka namimah". [Mutafaq ‘alaih]

Dalam shohihain disebutkan hadist dari Ibnu Abbas ra. bahwa suatu ketika Nabi saw melewati sebuah kuburan lalu berkata: “Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang diadzab, namun keduanya tidaklah diadzab karena sesuatu yang memberatkan mereka. Salah satunya diadzab karena tidak membersihkan diri dari air kencing, sedangkan yang satunya lagi suka berjalan kian kemari dengan menyebarkan fitnah dan adu domba.”

Namimah merupakan kerusakan bagi individu maupun masyarakat, membuat terpecahnya kaum muslimin, serta membuat saling bermusuhan. Allah berfirman, (yang artinya): “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah”. {Qs. Al-Qalam (68) :10-11}.

d. Al-Ghisy.

Al-Ghisy ialah perbuatan menipu dan curang dalam segala macam muamalah, baik dalam berdagang, sewa-menyewa, membuat sesuatu, memberikan jaminan, serta dalam hal saling menasihati dan musyawarah. Rasulullah berlepas diri dari perbuatan menipu dan curang.

Rasulullah bersabda:
“Siapa yang berbuat curang dan menipu kami, maka bukan bagian dari kami”. [HR. Muslim].

e. Alat-Alat Musik.

Selanjutnya ia harus juga menjauhi alat-alat musik, yang merupakan alat permainan dan dan hiburan dengan segala macam jenisnya, seperti kecapi, rebab, gitar, biola, piano, dan sebagainya.
Nabi telah memperingatkan agar menjauhi alat-alat musik serta menyandingkannya dengan zina. Beliau bersabda, “Akan ada dari kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan ‘kemaluan’ (zina) dan sutera serta menghalalkan khomr dan alat-alat musik”. [HR. Bukhari].
-----------------
Ya Allah, peliharalah agama kami, dan halangi anggota badan kami dari perbuatan yang membuat-Mu murka. Ampunilah kami, kedua orang tua kami dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu, wahai pemberi rahmat yang terbaik. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan kedamaian kepada Nabi Muhammad, serta kepada keluarga dan para sahabat seluruhnya.
-----------------

Stop Press ...

Enam Perkara Penyempurna Puasa

  1. Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci Alloh swt.
  2. Menjaga lisan dari berbicara tidak karuan, menggunjing, mengadu domba dan berdusta.
  3. Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau tercela.
  4. Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
  5. Hendaknya tidak memperbanyak makan.
  6. Setelah berbuka, hendakya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah swt, ataukah ditolak sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah.

Referensi :
  1. Buletin Al- Huda.
  2. Digital Quran ver 3.2, http://www.geocities.com/sonysugema2000/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar