14 April 2013

Aliran-aliran yang dinyatakan sesat oleh MUI


Jauhnya dari syariat Islam, merupakan menjadi salah satu faktor dari perpecahan umat Islam. Untuk itu, perlu-lah belajar syariat islam agar tidak tersesat. Banyak sekali pemahaman-pemahaman nyeleneh yang berfikiran bebas yang biasa disebut JIL (Jaringan Islam Liberal). Yaitu, mereka yang memahami syari’at islam dengan pemahaman yang menyimpang, tidak berdasarkan pemahaman para shohabat rosululloh saw. Berikut ini merupakan aliran-aliran yang telah menyimpang dari syari’at Islam. Diantaranya adalah sebagai berikut:


Hidup di Balik Hidup.

Aliran Hidup di Balik Hidup (HDH) ini sudah berkembang sejak tahun 1940 di Cirebon, Jawa Barat. Muhammad Kusnan adalah pendiri dari aliran ini. Namun, saat ini yang menjabat sebagai pemimpin aliran Hidup di Balik Hidup sepeninggal Kusnan adalah Mudjoni yang tinggal di Bekasi. 

Masyarakat setempat sudah merasa risih dengan pemahaman dan aktivitas kelompok Hidup di Balik Hidup ini. Menurut pengawasan masyarakat, aliran ini sesat dan menyesatkan karena ada beberapa keyakinan yang menyimpang dari ajaran Al-Qur-an dan As Sunnah. Syaifudin, selaku kepala Desa Sigong, Lemahabang, menuturkan bahwa aliran ini telah meresahkan warga dan meminta agar para alim ulama segera memprosesnya. Aliran Hidup di Balik Hidup memiliki sebuah buku panduan. Dalam buku itu diceritakan tentang cara atau praktik beribadah dan cerita tentang asal-usul aliran Hidup di Balik Hidup.

Buku itu memuat beberapa ajaran yang menyimpang dari pemahaman Islam. Disebutkan bahwa Kusnan, selaku pendiri aliran Hidup di Balik Hidup, pernah ditemui oleh dua malaikat yang membersihkan dadanya di sebuah danau. Peristiwa itu disebutkan terjadi ketika Kusnan berumur sepuluh tahun.

Bahkan, dijelaskan bahwa Kusnan pernah mengalami perjalanan ghaib menuju surga dan neraka serta menemui semua nabi sejak Nabi Adam as hingga Nabi Muhammad saw.
Reff: UMMATie, edisi: 06/ th. I, Januari 2008/ Dzulqo’dah 1428 H.


Amanat Keagungan Ilahi

AKI atau Amanat Keagungan Ilahi adalah aliran baru yang muncul di Desa Jatirejo, Nganjuk.
Diterangkan bahwa aliran ini telah ada sejak tiga tahun yang lalu. Sejauh pengawasan masyarakat setempat, aliran ini masih mempercayai Allah sebagai Tuhan. Namun, hal yang ganjil adalah keterbukaan aliran tersebut pada agama lain bahkan kepada yang tidak beragama sekalipun.

Mereka membuka diri dalam menerima semua agama. Dalam Prosedur Tetap (Protap) yang mereka susun, disediakan doa-doa untuk umat Islam dan Kristen.

Dari Informasi yang diperoleh, aliran ini tidak mewajibkan shalat lima waktu. Mereka juga meyakini bahwa thawaf bisa dilakukan dengan cara mengitari Kabupaten Nganjuk dengan menggunakan mobil dan berpakaian putih-putih.

Menurut masyarakat setempat, para penganut aliran ini tidak begitu peduli dengan syiar-syiar Islam seperti jilbab bagi kaum perempuan. Kebanyakan perempuan dari pengikut AKI tidak mengenakan jilbab dan hanya mengenakan pakaian sebagaimana masyarakat umum.

Reff: UMMATie, edisi: 06/ th. I, Januari 2008/ Dzulqo’dah 1428 H.



Wahidiyah

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, mengeluarkan fatwa bahwa ajaran Wahidiyah yang berkembang di Desa Sumahmadu Taraju, sesat dan menyesatkan. Salah satu ajarannya yang menjadi dasar kesesatan aliran ini adalah keyakinannya pada Ghauts Haadzaz Zaman yang bisa mencabut iman seseorang.

Fatwa ini keluar setelah dilakukan penelitian oleh Komisi Fatwa MUI Kab. Tasikmalaya. Menurut keterangan Ketua Umum MUI setempat, KH. Dudung Abdul Halim, MA, aliran Wahidiyah ini menyalahi ajaran al-Qur-an dan al-Hadits.

Mengenai ajaran Wahidiyah sendiri, mereka percaya bahwa setiap zaman selalu ada Ghauts yang membimbingnya. Dalam dunia Tasawuf, ada suatu kepercayaan tentang keberadaan Ghauts yang diangkat oleh Allah sebagai wasilah (perantara) kepada-Nya. Para waliyullah, termasuk Wali Abdal dan Quthub, senantiasa meminta kepada Allah untuk keselamatan ummat dan alam raya ini.

Memang, dalam buku-buku Wahidiyah tidak pernah ditegaskan siapakah sebenarnya Ghauts itu sendiri. Namun, menurut sebagian pengamal ajaran Wahidiyah, Mu’allif Shalawat itu sendiri yaitu Mbah Abdul Madjid yang menjadi Ghauts di zaman sekarang. Meskipun penetapan ini hanya sebatas husnudzan (berprasangka baik) saja, mereka yakin bahwa prasangka mereka memiliki dasar-dasar yang benar.

Aliran ini memiliki shalawat tersendiri yang mereka namai Shalawat Wahidiyah. Shalawat ini menjadi amalan khusus bagi para pengikut wahidiyah .

Saat ini, aliran wahidiyah memiliki struktur organisasi yang rapi. Di indonesia sendiri dikenal dengan Penyiar Shalawat Wahidiyah (PWS). Perkembangannya tidak hanya sebatas dalam negeri saja. Aliran ini berkembang juga di luar negeri.
Reff: UMMATie, edisi: 06/ th. I, Januari 2008/ Dzulqo’dah 1428 H.


Islam Hakekok

Aliran yang disebut dengan nama Islam Hakekok ini telah lama berkembang di sekitar Tanggerang. Penamaan Hakekok sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti hakikat. Memang, gaungnya ajaran Islam Hakekok tidak seheboh aliran-aliran sesat lainnya seperti al-Qiyadah al-Islamiyyah. Tapi, aliran ini sudah memiliki banyak pengikut terutama di kawasan Tanggerang dan sekitarnya.

MUI Kabupaten Tanggerang telah mengeluarkan fatwa sesatnya ajaran Islam Hakekok.
Sejauh data yang berhasil dihimpun, aliran ini tidak mewajibkan shalat lima waktu kepada pengikutnya. Mereka meyakini bahwa ibadah shalat cukup dilaksanakan dengan berdoa di dalam hati saja.

Demikian pula dengan ibadah Ramadhan, mereka tidak mewajibkan puasa. Bagi mereka, ibadah ini cukup dilakukan dengan niat dan berdoa di dalam hati tanpa harus menahan diri dari lapar dan dahaga.
 Reff: UMMATie, edisi: 06/ th. I, Januari 2008/ Dzulqo’dah 1428 H.



Al-Qur-an Suci

Maraknya kasus mahasiswa yang hilang atau pergi begitu saja tanpa sepengetahuan orang tua, disinyalir memiliki indikasi keterkaitan dengan aliran al-Qur’an Suci. Di lain tempat seperti Pekanbaru dan Medan, nama lain dari aliran al-Qur’an Suci adalah al-Haq.

MUI Pekanbaru sudah mengeluarkan fatwa bahwa aliran ini sesat dan menyesatkan. Setelah diselidiki lebih jauh, ternyata aliran ini menyebar pertama kali di Medan. Kemudian aliran tersebt disebarkan ke beberapa daerah di Jawa dan Sumatera. Sedangkan pemimpinnya saat ini berasal dari salah satu kota besar di Jawa Tengah.

Hedi Muhammad, Ketua Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS) mengatakan bahwa aliran al-Qur’an dan al-Haq memang memiliki prinsip ajaran yang sama. Ia menambahkan bahwa aliran ini hanya melakukan ibadah shalat sekali dalam sehari dan peralihan ibadah puasa menjadi pembayaran sejumlah uang.

Hal ini terungkap setelah diadakan penelitian lapangan dan pengakuan sejumlah korban. Saat ini, aktifitas masih difokuskan untuk mencari korban-korban yang hilang tanpa jejak, terlebih kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa.
Reff: UMMATie, edisi: 06/ th. I, Januari 2008/ Dzulqo’dah 1428 H.


Al-Qiyadah al-Islamiyyah

Aliran ini dinyatakan sesat karena:
1.   Menghilangkan Rukun Islam.
Aliran Al-Qiyadah al-Islamiyyah menolak rukun islam karena mereka menganggap bahwa saat ini adalah fase Makkah. Artinya, mereka meyakini bahwa shalat, puasa, zakat, dan haji belum saatnya diwajibkan.
2.   Merubah Syahadat.
Mereka telah merubah dua kalimat syahadat yang merupakan rukun pertama dalam Islam. Inilah syahadat versi mereka:
“Asyhadu an laa ilaaha illallah, wa asyhadu anna al-masiih al-maw’uud rasulullah”.
3.   Meyakini ada nabi baru setelah Rasulullah saw.
Ahmad Mushaddiq, selaku pemimpin aliran ini mengaku dirinya sebagai al-Masih al-Maw’ud sekaligus nabi baru. Hal ini dinyatakannya setelah ia bertapa dan mendapatkan wahyu di salah satu kawasan di Bogor.
Hal ini tertulis jelas dalam buku ‘Ruhul Qudus yang turun kepada al-Masih al-Maw’ud’, edisi pertama 2007, hlm. 182. Dalam buku ini tertulis:
“Aku al-Masih al-Maw’ud menjadi syahid Allah bagi kalian, orang-orang yang mengimaniku, dan aku telah menjelaskan kepada kalian tentang sunnah-Nya dan rencana-rencana-Nya di dalam hidup dan kehidupan ini sehingga dengan memahami sunnah dan rencana-rencana-Nya itu kalian dapat berjalan dengan pasti di bawah bimbingan-Nya.”
“...Dan aku juga memerintahkan kepada katib agar mempersiapkan sebuah acara di Ummul Qura’ bagi para sahabat untuk menjadi syahid bagi kerasulan al-Masih al-Maw’ud, tetapi katib mengusulkan agar acaranya diadakan di Gunung Bunder saja, akupun menyetujuinya, di malam yang ke tiga puluh tiga, tiga hari menjelang empat puluh hari aku ber-tahannuts (menyepi), kembali aku bermimpi, di dalam mimpi itu aku di lantik menjadi rasul Allah dengan disaksikan para sahabat.”
4. Menganggap kafir setiap orang yang tidak masuk ke dalam kelompok nya atau menolak kenabian pemimpin mereka.
5.   Menggantikan kewajiban shalat lima waktu dengan shalat malam saja.
6.  Menebus setiap dosa-dosa yang mereka lakukan dengan sejumlah uang yang dikenal dengan istilah penebusan dosa.

Aliran sesat ini telah menerbitkan bukunya yang berjudul ‘Tafsir wa Ta’wil’. Dalam buku tersebut, mereka menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an sekehendak mereka. Dalam tulisan ini, kami paparkan beberapa contoh dari penyimpangan tafsir yang mereka lakukan. Di antaranya adalah:

• Menafsirkan ‘Bahtera Nabi Nuh as’ sebagai simbol dari organisasi dakwah beliau dan bukan kapal yang sesungguhnya. 

Allah swt berfirman:
“Lalu Kami wahyukan kepadanya (Nuh), ‘Buatlah bahtera dibawah pengawasan dan petunjuk Kami.” (al-Mu’minuun: 27)
mereka mengatakan bahwa kapal adalah amtsal (permisalan) dari kepemimpinan, yait sarana organisasi dakwah yang dikendalikan oleh Nuh sebagai nahkoda. Keluarga Nuh adalah orang-orang mukmin yang beserta beliau, sedangkan binatang ternak yang dimasukkan berpasang-pasangan adalah perumpamaan dari umat yang mengikuti beliau. Lautan yang dimaksud adalah bangsa Nabi Nuh yang musyrik itu. (Tafsir wa ta’wil hal.43).

• Menafsirkan para malaikat yang memikul ‘Arasy sebagai para mas’ul (penanggung jawab) yang telah tersusun dalam tujuh tingkatan struktur dan kekuasaan di bumi. (Tafsir wa ta’wil hal. 24).

• Menafsirkan as-Saaq (betis) pada surat al-Qalam ayat 42 dengan rasa takut akan azab Allah pada hari kiamat. (Tafsir wa ta’wil hal. 18).

• Mengingkari pengambilan persaksian anak cucu Adam atas ketuhanan Allah yang merupakan penafsiran dari surat al-‘Araf ayat 172.

Selain kesesatan dalam buku tafsir yang mereka terbitkan, banyak para pengikut al-Qiyadah al-Islamiyyah yang memiliki pemahaman inkarus sunnah (menolak hadits). Mereka menolak keabsahan hadits-hadist Rasulullah saw. Sebagai contoh mereka berkata, “Kitab al-Qur’anul Karim adalah sebuah kitab yang dipelihara dan dijamin keotentikannya oleh Allah swt, tidak demikian halnya dengan hadits-hadits.”

Selain itu, apa yang diajarkan oleh kelompok al-Qiyadah al-Islamiyyah ini, ternyata tidak hanya mengutip ayat-ayat al-Qur-an saja. Mereka juga mengajarkan paham-paham Kristen. Mereka banyak mengutip dan mendasarkan ajarannya pada Injil. Bahkan, mereka memahami di dalam Islam ada konsep trinitas sebagaimana dalam ajaran Kristen (!!)

Demikianlah, mereka mencampuradukkan ajaran. Banyak lagi ajaran-ajaran yang mereka tanamkan kepada para pengikutnya dengan memberikan pemahaman yang menyesatkan.

(red: Kini pemimpin mereka (Ahmad Mushaddiq) telah bertaubat, apakah ia sungguh telah bertaubat dengan waktu sesingkat itu? (Hanya Allah yang tahu, dan kita berdoa agar kita diberi petunjuk)   
  
Reff: UMMATie, edisi: 06/ th. I, Januari 2008/ Dzulqo’dah 1428 H.



Ajaran Nabi Perempuan

Seorang wanita asal Madiun, Rusmiyati binti Sawabi Sastrawijaya, mengaku sebagai nabi sekaligus panglima perang untuk melawan pasukan Iblis. Menurut pengakuannya, ia ditunjuk sebagai ratu adil dan juru selamat yang ditunggu-tunggu ummat manusia.

Pengakuannya ini berdasarkan mimpi-mimpi yang dianggap sebagai petunjuk atau ilmu dari langit. Mimpi-mimpi itu ia tuangkan dalam tujuh bundel naskah. MUI Kota Madiun langsung turun tangan setelah Rusmiyati melapor kepada pihak MUI untuk mendapat legitimasi atau pengakuan resmi atas ajarannya itu. Selanjutnya, MUI Kota Madiun mengeluarkan fatwa larangan penyebaran aliran Nabi Perempuan ini.
Reff: UMMATie, edisi: 06/ th. I, Januari 2008/ Dzulqo’dah 1428 H.

ajaran nabi perempuan yang belum lama ini adalah Lia Eden, yang mengaku juga titisan malaikat jibril



12 April 2013

RAJAB



MUQODDIMAH


Bulan rajab ini termasuk dari dari bulan-bulan haram yang didalamnya tidak diperbolehkan berperang. Ini sesuai dengan firman Allah Ta’ala, yang berbunyi


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[1]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri[2] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At-Tawbah:36)

[1] Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
[2] Maksudnya janganlah kamu Menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan Mengadakan peperangan.

Dikalangan masyarakat, banyak sekali amalan-amalan yang dilakukan menyalahi sunah. Ini dikarenakan banyak sekali hadits-hadits palsu yang beredar diantara mereka. 

اعْتَمَرَ رَسُول الله صم أَرْبَعًًا إِحْدَاهُنَّ فِي رَجَبٍ

“Rosulullah SAW umroh pada empat bulan salah satunya adalah di bulan rajab.” (HR Ahmad bin Munabih)

كان يصوم حتى نقول لا يُفطر ويُفطر حتى نقول لا يصوم

“Senantiasa Rosulullah shoum sampai kami tidak berbuka dan berbuka sampai kami tidak shoum.” (HR Sa’id bin Jubair)

Nabi SAW bersabda:”Sesungguhnya rajab itu adalah bulan Allah Ta’ala, Syahban itu bulanku sedangkan ramadhan adalah bulan ummatku.” (Misykatul Anwar) Dan masih banyak lagi amalan yang diperbuat oleh masyarakat yang tidak jelas juntungannya dalilnya.





TA’RIF


Kata rajab terdiri dari tiga huruf, yaitu ra’, jim dan ba’ berdasarkan kamus berarti adalah:

Malu  =   رجِب ـَـ رَجَبًا منه : استحيا  melontarkan kata-kata keji -kepadanya  =  رجَب هُ بكلامٍ سَيِّئٍ : رماهُ به takut -kepadanya  =  رجَب و أرجب هُ : هابه   mengagungkan, menghormati  =  رجَب و رجّب هُ : عظّمه   menopang  =  رجّب النَخلَةَ memagari dengan duri agar orang tak dapat mencapainya  =  رجّب الشجرةَ  menyembelih kurban pada bulan rajab  =  رجّب الرجلُ : ذبَح الذبائِحَ في الرَجَبِ  bulan rajab  =  رجَب ج أرجاب

Rajab berarti bulan yang agung lagi dihormati yang dilarang berperang didalamnya. Sementara menurut pendapat yang bathil berarti bula tuli. Ada lagi yang menyebutkan bahwa rajab terdapat tiga huruf. Ra’ mennujukkan rahmat Allah Ta’ala. Jin menunjukkanjaran/dosa hamba dan yang terakhir huruf ba’ menunjukkan kabajikan Allah Ta’ala. Seakan-akan Allah SWT berfirma:”Hai hamba-Ku, aku jadkan dosa dan kesalahanmu berada diantara rahmat dan kebajikan-Ku. Maka tidak lagi tersisa sebuah dosa atau kesalahan bagimu berkat kehormatan bulan rajab.” (Misykatul Anwar)

Ada juga yang menyebut sebagai bulan ASHOM, ini dikarenakan bahwa setelah bulan rajab berlalu naiklah dia ke langit. Berfirmanlah Allat SWT:”Hai bulan-Ku, apakah mereka mencintaimu dan mengagungkanmu?” Dalam rajaab diam dan tidak berkata sepatah apapun sehingga ditanya untuk yang kedua kalinya dan ketiga kalinya. Kemudian Dia menjawab,”Ya, Robb-Ku, Engkau menutup cela. Engkau perintahkan makhluq-Mu agar menyembunyikan cela-cela orang lain. Rosul-Mu memberitahukan nama kepadaku ashom/ yang tuli karena aku hanyaa mendengar taat mereka dan tidak mendengar ma’siat mereka.” Karena itu bulan rajab disebut Al-Ashom. Kemudian Allah Ta’ala berfirman:”Engkau adalah bulan-Ku yang cacaat lagi tuli, sedangkan hamba-hambu-Ku yang cacat lagi tuli, sedang hamba-hamba-Ku pun cacat. Aku menerima mereka dalam keadaan cacat mereka karena kehormatan-Mu, sebagaimana aku menerimamu walaupun engkau cacat. Aku mengampuni mereka dengan penyesalan sekali didalmmu dan tidak menulis ma’siat bagi merka didalammu.”

Disebutkan pila bahwa dinamakan ashom dikrenakan para malaaikat pencacat amal yang mulia selalu menulis kebaikan maupun kejahatan di dalam semua bulan, tetapi dalam bulan rajab ini mereka hanya menulis kebaikan saja dan tidak menulis kejahatan karena tidak pernah mendengar kejahatan di dalam bulan ini sehingga dapat ditulis. Ada lagi yang menyebutkan bahwa rajab terdapat tiga huruf. Ra’ mennujukkan rahmat Allah Ta’ala. Jin menunjukkanjaran/dosa hamba dan yang terakhir huruf ba’ menunjukkan kabajikan Allah Ta’ala. Seakan-akan Allah SWT berfirma:”Hai hamba-Ku, aku jadkan dosa dan kesalahanmu berada diantara rahmat dan kebajikan-Ku. Maka tidak lagi tersisa sebuah dosa atau kesalahan bagimu berkat kehormatan bulan rajab.” (Misykatul Anwar)

Ada lagi pendapat lain yang menyatakan bahwa rajab itu dikarenakan orang Arab memuliakannya berasal dari kata rajjabtuhu yaitu ahdamtuhu artinya memuliakannya. Bukti bahwa orang Arab memuliakannya adalah bahwa juru kunci-juru kunci ka’bah selalu membuka pintu ka’bah pada bulan rajab seluruhnya. Sedangkan dalam bulan-bulan lainnya mereka hanya membukanya pada hari senin dan kamis. Mereka berkata;”Bulan ini adalah bulan Allah Ta’ala. Bait adalah baitullah dan hamba adalah juga hamba Allah SWT, karena itu janganlah hamba Allah dihalangi untuk masuk baitullah dalam bulan aAlah.” (Arajiyah)



AMALAN


A.    Shoum

Keutamaan shoum di bulan rajab tidaklah bersumber dari Rosulullah SAW ataupun dari shohabat-shohabatnya. Syari’at  berpuasa didalamnya sama dengan yang ada di bulan-bulan yang lain seperti shoum senin dan kamis, shoum tiga hari biyadh dan Dawud (sehari shoum dan sehari tidak shoum) dalilnya adalah sebagai berikut


Shoum senin dan kamis

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَتَحَرَّى الِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسَ

“Rosulullah SAW selalu berusaha shoum pada hari senin dan kamis.” (HR Tirmizi, An-Nasaiy, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Ath-Thobroniy)

Shoum tiga hari biyadh

أَوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاثٍ صِيَامِ ثَلاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَنَامَ (متفق عليه)

“Kekasihku Rosulullah SAW mewasiatkan kepadaku (Abu Huroiroh) tiga hal yaitu shoum tiga tiap bulan, melakukan sholat dua rekaat sholat dluha dan melakukan sholat witir sebelum tidur.”

يَأْمُرُنَا أَنْ نَصُومَ الْبِيضَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ وَأَرْبَعَ عَشْرَةَ وَخَمْسَ عَشْرَةَ وَقَالَ هِىَ كَهَيْئَةِ الدَّهْرِ

“Rosulullah SAW memerintahkan kepada kami shoum pada hari-hari putih, yaitu tanggal 13, 14 dan 15.” Dan Dia bersabda:”Itu seperti shoum sepajang masa.” (HR An-Nasaiy, Abu Dawud, Ibnu Majah dan Ahmad) 




Shoum Dawud

قَالَ لَهُ أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَيَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

“Sesungguhnya Rosulullah berkata kepadanya (Abdullah bin Amr):”Sholat yang disukai Allah Ta’ala adalah sholat Nabi Dawud AS dan shoum yang disukai Allah Ta’ala juga shoum Nabi Dawud AS. Ia tidur separuh malam dan tidur lagi seperenam malam. Ia shoum sehari dan berbuka sehari.” (Muttafaqun ‘Alaih)

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ صِيَامِ رَجَبٍ

“Sesungguhnya Nabi SAW melarang shoum bulan rajab.” Hadits ini sangat lemah sekali dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah (nomer hadits 1743), Ath-Thobroniy dan Al-Mu’jam Al-Kabir juz 10 hadits nomer 10681, Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman juz 3 hadits nomer 3814 melalui jalur Dawud bin Atho’ dan Zaid bin Abdul Humaid dari Sulaiman dari bapaknya dan Ibnu ‘Abbas.

Tidak ada hadits yang bersumber dari Nabi SAW yang melarang shoum rajab. Namun demikian tidak sedikit dari para shohabat dan para ‘ulama setelahnya yang memakruhkan menetapkan shoum secara khushush pada bulan rajab. Berikut ini atsar mereka

Khorsyah bin al-Hirr berkata:”Aku melihat ‘Umar menarik telapak tangan orang-orang pada bulan rajab lalu meletakannya di mangkuk besar dan Ia berkata,”Makanlah, karena ini adalah bulan yang dahulu diagungkan kaum Jahiliyah.” (HR Ibnu Abi Syaibah, atsar ini shohih)

Yang dimaksud dengan atsar ini adalah ‘Umar bin Khothob RA melarang untuk mengkhushshushkan shoum dibulan rajab karena hal itu menyerupai perbuatan orang Jahiliyah.”

Muhammad bin Zaid berkata:”Ibnu ‘Umar bila melihat orang-orang shoum dan pengkhushushan mereka terhadap bulan rajab tidak menyukai hal itu.” Atsar ini shohih dan dikeluarkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam kitab di juz 3 halanan 102 dari Waki’ dari Ashim bin Muhammad dari bapaknya

Atho’ bin Rabah berkata:Ibnu ‘Abbas melarang shoum rajab agar hal itu tidak dilakukan berulang sepanjang tahun menjadi harinya tersendiri.” (HR Aburrazzaq)

‘Utsman bin Hakim al-Anshoriy berkata: Aku bertanya kepada Said bin Jubair tentang shoum rajab dan saat itu kami sedang berada di bulan rajab. Said menjawab,”Aku mendengar Ibnu ‘Abbas berkata,”Rosulullah SAW dahulu shoum hingga kami mengatakan beliau tidak berbuka dan beliau juga  berbuka hingga kami mengatakan beliau tidak shoum.” (HR Muslim)

Pendapat para ‘ulama tentang shoum di bulan rajaab

إن رجب شهرُ اللهِ و يُدْعى الأصمَّ و كان أهلُ الجاهليةِ إذا دخل رجب يعطُلُون أسْلِحَتَهم و يَضعُونها و كان الناسُ ينامون و تَأمَنُ السُّبُلُ و لا يخافون بعضُهم بعضا حتى ينقَض

“Sesungguhnya Rajab adalah bulan Allah Ta’ala dan disebut juga dengan bulan yang tuli. Pada masa jahiliyah dahulu bila bulan rajab tiba mereka menyimpan senjata-senjata mereka dan orang-orang dapat tidur nyenyak jalan-jalan aman dan tidak ada rasa takut antara yang satu dengan yang lainnya sampai bulan itu berakhir.” (HR Baihaqi)

Sanad hadits ini sangat lemah. Ibnu Hajar dala Tabbayun al- ‘Ujb mengatakan:”Hadits ini walaupun ma’nanya shohih/benar, tapi tidak ada riwayat shohih yang bersumber dari Rosululah SAW. Hadits itu diriwayatkan oleh Isa Ghanjar dari Abban bin Sufyan dan Ghilib Ubaidillah dari Atho’ dari ‘Aisyah. Sementara Abban dan Ghalib dikenal senagai pemalsu hadits.

Al-Baihaqi sendiri setelah meriwayatkan hadits ini mengatakan:”Apa yang diriwayatkan dalam hadits ini telah diketahui oleh para ahli sejarah, yaitu keadan pada bulan-bulan haram memang demikian (dalam keadaan damai dan aman, tidak peperangan). Namun yang diingkari dari hadits ini adalah penyandarannya kepada Nabi SAW dan periwayatannya yang bersumber darinya.”

Hadits seperti ini diriwayatkan pula dari Abu Said al-Khudri

مَن صام مِن رجبَ يوْمًا إيمانا وَاحْتِسابًا ِاسْتوْجَبَ رِضْوانَ اللهِ اْلأَكْبَرَ

“Barangsiapa yang shoum satu hari saja dalam bulan rajab karena keimanan dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala, maka ia berhaq meraih keridhoan Allah Ta’ala yang paling besar.”

Ibnu Hajar dalam kitab Tabbiyun al-‘Ujb halaman 46 berkata:”Matan hadits ini tidak memiliki ssumber tetapi buatan Abu al-Birkah as-Siqthi yang kemudian ia susun sanadnya.”

صومُ أَوَّلٍ يومٍ مِن رجبَ كفارةُ ثلاثِ سِنِين والثاني كفارةُ سنتَين والثالث كفارةُ سنةٍ ثم كلَّ يومٍ شهْرًا

“Shoum pada hari pertama bulan rajab menghapus dosa selama tiga tahun, shoum pada hari kedua menghapus dosa selama dua tahun dan shoum pada hari ketiga menghapus dosa selama setahun.”

Hadits ini dikeluarkan oleh al-Khilal dalam Fadoil Syahr Rajab halaman 67, di mana ia berkata Abdullah bin Ahmad bin Abdullah at-Tammar menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdullah ath-Thalayannasiy Abu Bakr ash-Shodani menceritakan kepada kami, Abu Ja’far Muhammad bin Abi Salim al-Muqriy menceritakan kepada kami, Muhammad bi Basyr menceritakan kepada kami, Abu Abdillah al-Uqailani menceritakan kepada kami dari Hamron bin Abban dari Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas. Di dalam sanad hadits ini terdapat perawi Yang tidak aku kenal dan cukuplah dalam permasalahan ini perkataan ulama yang menyatakan,”Tidak ada satupun hadits shohih dalam masalah ini.”Wallahu ‘a’lam.”

Al-Hafidz ibnu Hajar berkata:”Tidak ada hadits shohih yang bisa dijadikan hujjah atau landasan hukum tentang keutamaan bulan rajab, termasuk shoum di dalamnya atau shoum tertentu dan sholat tertentu yang khushush dilakukan di bulan rajab. Sedangkan hadits-hadits yang tentang hal itu terbagi dua, yaitu dloif/lemah dan maudhu/palsu. Hadits-hadits tersebut dikumpulkan dengan jumlah sebelas hadits dhoif dan duapuluh satu hadits maudhu.”

Ibnu Qyyim berkata:”Dan Rosulullah tidak pernah shoum selama tiga bulan berturut-turut yaitu rajab, syahban dan ramadhon sebagaimana yang banyak dilakukan orang. Tidaklah shoum khushush rajab maupun shoum-shoum lain di bulan itu lebih disukai dibandingkan di bulan-bulan lainnya.”

Asy-Syaukani dalam Nailul Author di juz 4 halaman 293 menyatakan:”Telah jelas bagimu bahwa dalil-dalil khushush tidak bisa menjadi dasar untuk menetapkan kesunnahan shoum bulan rajab, maka dalil-dalil umum dapat digunakan. Sementara itu tidak ada dalil yang menunjukkan kemakruhannya sehingga bisa mengeluarkan dalil yang umum itu dari keumumannya.”

Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa al-Kubro di juz 4 halaman 462 berkata:”Barangsiapa shoum pada bulan rajab dengan berkeyakinan itu lebih baik dari bulan-bulan lainnya, maka ia telah berdosa dan harus diberi sanksi. Demikianlah yang telah dilakukan oleh ‘Umar.”

Dalam fatwa Lajnah ad-Daimah dikatakan bahwa tidak diketahui adanya sumber syar’i tentang pengkhushushan shoum pada hari-hari di bulan rajab.

B.     Umroh

Tidak ada satu haditspun yang menunjukkan bahwa Rosulullah SAW berumroh khushush di bulan rajab

اعْتَمَرَ رَسُول الله صم أَرْبَعًًا إِحْدَاهُنَّ فِي رَجَبٍ

“Rosulullah SAW umroh pada empat bulan salah satunya adalah di bulan rajab.” (HR Ahmad bin Munabih)

Oleh karena itu mengkhushushkan umroh di bulan rajan serta menyakini bahwa umroh di dalamnya terdapat keutamaan yang tertentu adalah termasuk perbuatan bid’ah. Tidak pernah Rosulullah menetapkan berumroh di bulan rajab, bahkan Ummul Mu’minin Aisyah RA telah mengingkari hal tersebut.

وَمَا اعْتَمَرَ فِى رَجَبٍ قَطُّ

“Rosulullah tidaklah umroh hanya di bulan rajab saja.” (Muttafaqun ‘alaih)

Syaik Muhammad bin Ibrohim berkata:”Pengkhushushan beberapa hari rajab dengan amalan seperti ziyarah baik kubur ataupun bukan dan lain sebagainya tidaklah memiliki sumber hukum. Sebagaiman yang ditetapkan oleh Imam Ibnu Syamah dalam kitab Al-Bida’ wal Hawadits, bahwa tidak ada pengkhushushan ibadah di waktu-waktu yang tidak dikhushushkan oleh syar’i. Karena tidak waktu yang lebih utama dari waktu yang lain kecuali jika syari’ah telah mengutamakannya, bila dengan hanya mengutamakan ibadah tertentu atau mengutamakan semua amalan baik dalam waktu tersebut yang berbeda dengan waktu yang lain. Oleh karena itu para ulama mengingkari adanya pengkhushushan bulan dengan memperbanyak ibadah umroh. Akan tetai jika seseorang berumroh di bulan rajab tampa menyakini adanya keutamaan khushush umroh di bulan itu maka tidak apa-apa.”

C.     Sholat Roghoib

Sholat roghoib adalah sholat sebanyak duabelas rekaat setelah maghrib pada awal jum’at dengan enam kali salam. Dibaca pada setiap rekaat setelah surah Al-Fatihah adalah surah al-Qodr tiga kali dan suarh al-Ikhlash duabelas kali serta setelah selesai melaksanakan sholat membaca sholawat Nabi sebanyak tujuh puluh kali dan beerdo’a sekehendak hati.

Dalam kitab Jami’ul Ushul fi Ahadzitsur Rosul, disebutkan

وهي أول ليلة جمعة من رجب فصلَّى ما بين المغرب والعشاء ثنتي عشرة ركعة بست تسليمات كلُّ ركعة بفاتحة الكتاب مرة والقَدْرِ ثلاثا و { قُل هو اللهُ أحد } ثنتي عَشْرَةَ مَرة فإذا فرغ من صلاته قال : اللهم صلِّ على محمد النبي الأمي وعلى آله بعدما يُسلِّم سبعين مرة ثم يسجد سجدة ويقول في سجوده سُبُّوح قُدُّوس ربُّ الملائكة والرُّوح سبعين مرة، ثم يرفع رأسه ويقول ربِّ اغْفِر وارْحَم وتجاوَزْ عما تعلم إِنَّك أنت العليُّ الأعظم وفي أخرى الأعزُّ الأكرمُّ سبعين مرة ثم يسجدُ ويقولُ مثل ما قال في السجدة الأولى ثم يسأل الله وهو ساجد حاجتَه فإن الله لا يردُّ سائلَه هذا الحديث مما وجدته في كتاب رزين ولم أجده في أحد من الكتب الستة والحديث مطعون فيه

Ibnu Jauzi dalam kitab Al-Maudzu’at juz 2 halaman 124 berkata:”Tidak diragukan lagi bahwa itu merupakan perbuatan bid’ah yang mungkar dan haditsnya palsu.”

Syaikhul Islam Ibnu Taymiyah Mengatakan:”Sholat roghoib merupakan bid’ah berdasarkan kesepakatan para ‘aimmah seperti Malik, Asy-Syafi’i, Abu Hanifah, Ats-Stauri, Al-Auza’i, Al-Laits dan lain sebagainya. Sedangkan hadits yang diriwayatkan tentang hal itu menurut para ahli hadits adalah suatu kebohonngan.

Ditambahkan oleh al-Hafidz Ibnu Rajab:”Hadits yang diriwayatkan tentang kekhushushan sholat roghoib di bulan rajab itu adalah kebohongan dan bathal. Sholat itu merupakan bid’ah dalam pandangan jumhur ulama. Hadits tentang itu muncul setelah empat ratus tahun kemudian dan tidak diketahui oleh para pendahulu dan tidak pernah mereka bicarakan.” (Lathoif al-Ma’arif halaman 228)

D.    Merayakan Isro dan Mi’roj

Tidak ada dalil yang menentukan tanggal 27 rajab itu merupakan malam isro dan mi’roj. Terdapat perbedaan besar tentang hal ini yang pada haqiqatnya itu suatu kebodohan. Ibnu Ktsir dalam kitabnya Al-Bidayah wan Nihayahjuz 2 halaman 107 dan kitab Majmu’ul Fatawa juz 25 halaman 198. “Tidak ada dalam hadits-hadits shohih pengkhushushan malam itu adalah malam isro mi’raj, jika ada yang mengkhushushkannya itu tidaklah shah dan tidak ada sumbernya.”

Pengkhushushan malam tersebut dalam bentuk menambah ibadah seperti sholat malam dan shoum di siang harinya atau menampakkan kegembiraan dan suka cita dengan mengadakan perayaan-perayaan yang bercampur dengan perbuatan-perbuatan haram seperti ikhtilat ayau bercampur baurnya antara lelaki dengan wanita yang bukan mahromnya, nyanyian dan musik. Ini semua nyata tidak boleh dilakukan pada dua hari ‘ied yang ada syari’atnya apalagi hari-hari ied yang bid’ah seperti perayaan isro mi’raj, maulid dan lain sebagainya.

Sholat pada malam ke 27 atau sering dikenal dengan nama sholat malam mi’raj adalah termasuk perbuatan bid’ah yang tidak ada dalilnya. Lihat Fairuz Abadi dalam kitab Kalimatus Safar As-Sa’adah halaman 150 dan kitab at-Tankit oleh Ibnu Hammad halaman 97. Adapun dikatakan bahwa peristiwa isro mi’roj berada di bulan rajab dan berada pada tanggal tersebut, namun ahli ta’dil wa tajrih adalah juga termasuk kebohongan (Lihat kitab Al-Baits (232) dan Mawahib al-Jalil (2: 408).

Abu Ishq Ibrohim al-Harbi berkata bahwa peristiwa isro mi’roj Rosulullah SAW pada tanggal 27 rabu’ul awwal. lihat kitab al-Baits (232), syarh Muslim oleh An-Nawawi (2: 209), Tabyinul ‘Ujb (21) dan Mawahib al-Jalil (2: 408). Adapun yang melaksanakan sholat di malam ke 27 rajab berdalil dengan riwayat yang berbunyi

فى رجب ليلةً يُكتَب للعامل فيها حسنات مائة سنة وذلك لثلاث بقين من رجب

“Di bulan rajab terdapat suatu malam yang akan dicatat bagi yang melaksanakan kebaikan di waktu itu dengan kebaikan seratus tahun, yaitu pada tiga hari terakhir bulan rajab ..... .”

Hadits ini diriwayatkan oleh Baihaqi dalam kitabnya Asy-Syu’ab (3: 374) yang telah ia dloifkan sebagaimana juga telah didloifkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam kitabnya Tabyin al-‘Ujb (25). Para ulama juga telah bersepakat bahwa malam yang paling utama dalam setahun adalah malam lailatul qodr, hal ini tentu bertentangan dengan hadits di atas.

E.     ‘Atiroh atau pemotongan hewan qurban

Beberapa ulama mensunnhkan pemotongan hewan pada bulan rajab berdasarkan dalil hadits yang diriwayatkan oleh Mukhannd bin Salim RA berikut ini

كُنَّا وُقُوفًا مَعَ النَّبِىِّ صم بِعَرَفَاتٍ فَسَمِعْتُهُ يَقُولُ يَا أَيُّهَا النَّاسُ عَلَى كُلِّ أَهْلِ بَيْتٍ فِى كُلِّ عَامٍ أُضْحِيَّةٌ وَعَتِيرَةٌ هَلْ تَدْرِى مَا الْعَتِيرَةُ هِىَ الَّتِى تُسَمَّى الرَّجَبِيَّةُ

”Kami berwuquf bersama Nabi SAWdi Arofah dan saya mendengar beliau bersbda,”Wahai sekalian manusia, kewajiban setiap keluarga melaksanakan ’athiroh/qurban setiap tahun, tahukah kamu apa itu ’athiroh? Itulah yang kamu sekalian namakan rojabiyah (qurban di bulan rajab).” (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasai dan Tirmizi)

Tirmizi berkata:”Ini adalah hadits hasan ghorib yang hanya diketahui melalui hadits Ibnu Aur. Hadits ini didloifkan oleh Ibnu Hazm, Abdul Haq dan Ibnu Katsir.

Jumhur ulama telah bersepakat bahwa hadits itu dimanshuh oleh hadits yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh RA yang berbunyi

أن رسول الله صم قال : لا فرعَ و لا عتِيرةَ

”Sesungguhnya Rosulullah SAW bersabda:”Tidak ada fara’ juga ’athiroh.” (Muttafaqun ’Alaih)

Abu Dawud berkata:”Faro’ itu adalah onta yang disembelih untuk berhala kemudian dimakan dagingnya dan kulitnya digantung di atas pohon dan ’athiroh adalah qurban yang dilaksanakan pada sepuluh pertama bulan rajab. ’Athiroh ini merupakan kebiasaan masyarakat jahiliyah yang kemudian hal ini dilarang Roslulullah SAW.

F.      Ziyarah kubur

Fenomena yang tampak juga dilakukan beberapa kalangan masyrakat adalah melaksanakan ziyarah kubur di bulan rajab dengan beranggapan bahwa itu lebih utama dibandingkan di bulan-bulan lainnya. Ini juga termasuk perbuatan bid’ah yang tidak pernah dicontohkan di zaman Rosulullah SAW dan para shohabat. Ziyarah kubur memang dianjurkan oleh Rosulullah dan dilakukan kapan saja dalam setahunnya.

إِنِّي كُنْتُ نَهَيْتُكُمْ عَنْ زِيَارَةِ الْقُبُورِ فَزُورُوهَا تُذَكِّرِ الآخِرَةَ

“Sesungguhnya dahulu aku melarang kalian ziyaroh kubur maka sekarang ziyarah kuburlah karena dapat mengingat akhirat.” (Muttafaqun ‘Alaih)

G.    Amalan yang disyari’atkan

Adapun hal-hal yang disyari’atkan dan dianjurkan dilaksanakan di bulan rajab adalah meninggalkan perbuatan yang dilarang dan diharamkan seperti mendzolimi diri sendiri serta memperbanyak ketaatan pada Allah Ta’ala dan memperbanyak perbuatan baik. Bertobat nasuhah dan kembali pada Allah Ta’ala serta mempersiapkan diri untuk memasuki bulan ramadhon agar termasuk para pemenang di bulan tersebut dan memperoleh lailatul qodr. Persiapan dilakukan dengan cara melatih hati dan jasmani dengan ibadah dan ketaatan dan merendahkan diri dihadapan Allah Ta’ala serta melaksanakan perintahnya.