24 Desember 2012

Mau Tau, dibalik Natal dan Tahun Baru??



Ikuti Selengkapnya di:


Say No to "Happy New Years"

Ok Sobat,......
Jangan Rayakan Tahun Baru Masehi !!!

Maulid Nabi Muhammad saw

Perayaan peringatan maulid diadakan oleh para pelakunya dengan niat ibadah, bahkan tidak sedikit buku dan keterangan yang memperkuat dan mendukung keberadaan upacara tersebut, padahal Rasulullah saw tidak melakukannya atau menganjurkan kepada para sahabatnya dan para tabi’in tidak pernah melaksanakannya. Bahkan di zaman para Imam yang empatpun upacara tersebut tidak pernah ada. Menurut catatan sejarah, upacara tersebut baru muncul sekitar akhir abad ke 4 H di Irak.

Pada waktu itu upacara Maulid yang dirayakan bukan hanya Maulid Nabi saw saja, melainkan ada 6 upacara Maulid, yaitu; Maulid Nabi saw, maulid Ali bin Abi Thalib, Maulid Hasan bin Ali, Maulid Husain bin Ali, Maulid Fathimah az-Zahrah dan Maulid Khalifah yang berkuasa waktu itu. Kemudian dizaman al-afdhol bin Amir al-Juyusi, upacara-upacara maulid tadi di dihilangkan (dibasmi) karena tidak ada contohya dalam Islam. Dan muncul lagi pada zaman khalifah Al-Hakim bin Amrillah thn 524 H. Serta  lebih dimeriahkan lagi pada zaman khalifah Solahuddin Al Ayyubi oleh gubernur Ibril yang bernama Abu Sa’id Kaukaburi bin Ali Hasan Ali bin Bakti bin al-Turkumani yang bergelar “Al Muadzom Muzh Firuddin”.

Sejak itulah banyak bermunculan Hadist-hadits palsu yang berkaitan dengan upacara tersebut seperti:
 
“Barangsiapa yang berinfak dalam perayaan hari kelahiran ku (Maulid) satu dirham, sama dengan berinfak sebesar gunung Emas di jalan Allah.”

”Siapa yang membesar-besarkan hari kelahiran ku maka dia akan bersamaku di syurga”

Jadi dengan demikian, upacara peringatan tersebut, bukanlah Sunnah Nabi, dan sehubungan dengan itu, Nabi saw bersabda,

“Barangsiapa yang mengada-ada dalam urusan (agamaku) ini yang tidak ada (perintah/contoh) dari padanya. Maka (amal) itu tertolak adanya. (HR. Bukhori Muslim).

Kemudian pada hadits lainnya Nabi menegaskan;

“Barangsiapa mengamalkan suatu (amal) yang tidak ada perintahku atas amal itu, maka (amal) itu tertolak” (HR. Muslim).     

Belajar dari shalahuddin Al-Ayyubi,


 Bahwa hanya dengan JIHAD Palestina akan dapat terebut kembali….. 

Great Leader itu bernama Shalahuddin al-Ayubi. Penakluk Palestina yang merebut kambali tanah suci Palestina dari tangan pasukan salib Kristen Eropa. Orang-orang Barat mengenalnya dengan Saladin, dan namanya abadi di Eropa ratusan tahun lamanya. Saking hebatnya Shalahuddin, di Eropa diberlakukan pajak yang disebut Pajak Saladin (Saladin Thite).

Shalahuddin al-Ayubi, terlahir dengan nama Yusuf Shalahuddin bin Ayub pada sekitar tahun 1138 M. Dia berasal dari suku Kurdi. Keluarganya tinggal di Tikrit, sekarang termasuk wilayah Irak, tempat di mana saat itu Islam sedang berjaya. Ayahnya, Najmuddin Ayub, diusir dari Tikrit dan pindah ke Mosul tempat di mana dia bertemu dengan Imaduddin Zengi, penguasa Mosul, yang juga pendiri Dinasti Zengi, yang memimpin tentara muslim melawan Pasukan Salib di Edessa. Imaduddin menunjuk Najmuddin untuk memimpin bentengnya di Baalbek. Setelah kematian Imaduddin Zengi tahun 1146, anaknya, Nuruddin menjadi penguasa Mosul. Shalahuddin dikirim oleh Nuruddin ke Damaskus untuk melanjutkan pendidikannya.

Shalahuddin kemudian memasuki Mesir. Saat itu Mesir dikuasai oleh Khilafah Fathimiyah. Pada tahun 1171, al-Adhid, penguasa Mesir dari Dinasti Fathimiyah wafat. Shalahuddin bersegera meruntuhkan kekuasaan Khilafah Fathimiyah dan segera mengembalikan kekuasaan yang sah kepada Khilafah Abbasiyah di Baghdad. Shalahuddin melakukan revitalisasi perekonomian Mesir, mereformasi militer, serta menerapkan kembali nilai-nilai keislaman. Shalahuddin membangun sekolah-sekolah dan rumah sakit. Dia juga membuka gerbang istana untuk umum, di mana sebelumnya hanya bagi kalangan bangsawan saja. Pada saat itu Pasukan Salib menyerang Alexandria Mesir, namun dengan kegigihan muslimin dan pertolongan Allah, mereka berhasil dikalahkan.

Shalahuddin selalu berupaya mengusir salibis dari tanah suci Palestina, namun ia berpikir, bahwa agar menang ia harus menyatukan Mesir dan Syiria, seperti yang dicita-citakan Nuruddin. Maka datanglah Shalahuddin untuk menaklukkan Syiria tanpa perlawanan berarti, bahkan disambut oleh penduduk Syiria. Di sana Shalahuddin menikahi janda Nuruddin untuk memperkuat hubungan antara penguasa dirinya dengan penguasa sebelumnya. Ketika Shalahuddin menyatukan Aleppo pada tahun 1176, dia hampir dibunuh oleh Hasyasyin, pembunuh rahasia terorganisir yang dibentuk oleh Syi’ah Ismailiyah untuk membunuh pemimpin-pemimpin Sunni. Dengan kepiawaian politik yang luar biasa, Shalahuddin meminta restu dari Khalifah al-Mustadhi dari Khilafah Abbasiyah untuk merekonsiliasikan wilayah-wilayah yang belum sepenuhnya tunduk kepada Khilafah Abbasiyah.

Kedekatan dengan ulama pun dibangun oleh Shalahuddin, di mana ia selalu meminta nasihat para ulama dalam menjalankan kebijakan militer dan pemerintahannya. Salah seorang ulama terkenal dari Mazhab hambali, Ibnu Qudamah, menjadi penasihat Shalahuddin, dan mendampinginya saat Shalahuddin menaklukkan Palestina.

Setelah Syiria mencapai kondisi stabil, Shalahuddin kembali ke Kairo untuk mengadakan beberapa perbaikan. Dia menitipkan Syiria kepada saudaranya. Shalahuddin membangun benteng mengelilingi mesir untuk membendung serangan musuh dan melindungi penduduknya.

Pembangunan benteng itu dipercayakannya kepada Bahaudin Qarqusy. Shalahuddin juga membangun armada laut untuk melindungi Mesir dari berbagai serangan Pasukan Salib.

Ketika itu kondisi kaum muslimin sedang berada dalam salah satu kondisi terburuk. Gelimangan harta dan kenikmatan hidup telah membutakan mata hati mereka sehingga mereka enggan berjihad. Karena kekhilafahan Islam membuat kehidupan begitu makmur dan sejahtera, kaum muslimin menjadi terlena sehingga mereka tidak mampu menahan serangan pasukan salibis. Kaum muslimin pada saat itu senang sekali dengan ritual bid’ah yang melenakan mereka, ritual yang tidak diajarkan dan tidak ada contohnya dari Rosululloh saw, seperti peringatan maulid, isro’mi’roj, dan tahun baru hijriyah. Karena itu Sholahuddin berinisiatif menghilangkan acara-acara tersebut karena Umat Islam tidak akan bangkit dengan acara-acara seperti itu. Dan Alloh swt akan menolong hamba-hambaNya hanya dengan pemurnian syari’at Islam. 

Sebenarnya, Ketika para pemeluk Islam mening­galkan sebagian ajaran dari agama suci ini, maka merekapun mulai meninggalkan kejayaan mereka sendiri seperti halnya yang ter­jadi pada abad terakhir ini. Tiada jalan lain untuk mengembalikan kejayaan mereka se­lain kembali berpegang teguh kepada agama mereka yang murni, dan tidak berpecah belah.

Firman allah swt:

“Hai orang-orang yang beriman, jika ka­lian menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolong kalian dan meneguhkan kedudukan kalian” (QS. Muhammad [47]: 7).

“.... Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguh­nya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha Perkasa” (QS. Al Hajj [22]: 40).

“.... Dan wajib pada kami untuk selalu menolong orang-orang yang beriman”. (QS. Ar Ruum [30]: 47).

Karena itulah Sholahuddin berinisiatif untuk membangkitkan semangat jihad yang (qodarulloh) bertepatan hari kelahiran Nabi Muhammad demi mengingatkan kaum muslimin agar kembali kepada jalan Islam dengan berjihad dan berdakwah menjalankan perintah Allah dan RasulNya.

Dengan itu Shalahuddin mengingatkan kaum muslimin kepada perjuangan dan pengorbanan Rasulullah dan para sahabatnya dalam mempertahankan kehormatan agama Allah ini. Sangat jelas sekali bahwa tujuannya itu adalah untuk membangkitkan kembali ruhul jihad kaum muslimin yang telah lama membeku. Jadi, sebelum sholahuddin memerangi orang-orang kafir (tentara salib), beliau terlebih dahulu memerangi kebid’ahan yang terjadi pada kaum muslimin (memberikan pemahaman yang benar) yaitu untuk menjalani syari’at islam seutuhnya 

Kemenangan Islam bukan karena bid’ah. pertolongan Alloh akan datang jika Umat Islam kembali kepada jalanNya, dengan pemurnian syarit islam secara kaffah. Setelah itu, terbentuklah pasukan jihad yang sangat besar. Hal ini berbeda sekali dengan Maulid Nabi yang ada sekarang. Mereka beralasan untuk mengumpulkan masyarakat islami dan rasa cinta mereka kepada rosululloh saw. Ini tidaklah benar, Sebab, Maulid sekarang tidak  membangkitkan semangat jihad dan tidak mampu membentuk pasukan jihad untuk membebaskan saudara-saudara kita di palestina yang sedang dibantai Israel. Adapun rasa cinta kepada rosululloh saw hanya dapat dibuktikan dengan mengikuti sunnah-sunnah beliau saw.

Setelah segala konsolidasi selesai, Shalahuddin mulai melirik Palestina yang tengah dikuasai oleh tentara Salib Eropa. Terngiang di telinga Shalahuddin jeritan orang-orang yang dibantai pasukan salib. Tahun 1177 M Shalahuddin mulai membangun pasukan untuk berjihad mengambil kembali tanah suci kaum muslimin. Pertama ia masuk menaklukkan Askalon dan Ramallah, dengan mengalahkan Pasukan Salib di beberapa pertempuran. Namun pada pertempuran Montgisard tanggal 25 November 1177 M, Shalahuddin mengalami kekalahan yang cukup parah saat melawan pasukan Reynald de Chatillon dan Baldwin IV, dan menjadi pelajaran berharga baginya.

Awalnya pertempuran terjadi antara pasukan Shalahuddin dengan pasukan Baldwin IV Raja Palestina, tapi kemudian datang pasukan Reynald de Chatillon, Balian de Ibelin, dan pasukan Kastria Templar. Dikeroyok begitu rupa, pasukan Shalahuddin tercerai berai dan beberapa prajurit terbaiknya syahid. Baldwin terus mengejar pasukan Shalahuddin sampai malam, Shalahuddin mundur ke Askalon sampai ke Mesir dengan sisa pasukannya. Kekalahan ini disyukurinya karena banyak mengantarkan pasukan muslim mencapai cita-citanya yaitu syahid, dan sekaligus menjadi pecut penyemangat agar berjuang lebih kuat lagi.

Ruhul jihad terus bergelora di hati Shalahuddin dan dia membentuk lagi tentara Allah untuk merebut Palestina. Kafilah jihadnya terus berangkat ke Damaskus, dengan nasyid nasyid jihad yang mengundang seluruh kaum muslimin untuk bergabung. Shalahuddin kemudian melancarkan serangan berikutnya dari Damaskus. Dia meyerang Tiberias, Tyre, dan Beirut. Pada Juni 1179 M, sampailah kafilah jihad Shalahuddin di pinggir kota Marjayoun dan berhadap-hadapan lagi dengan pasukan Baldwin IV, musuh lamanya. Pasukan Baldwin kalah telak dan banyak yang tertangkap termasuk Raja Raymond. Baldwin sendiri lolos dan mundur.

Bulan Agustus tahun yang sama, pasukan Shalahuddin mengepung Benteng Chastellet di Hebrew. Benteng ini belum selesai dibangun, baru rampung satu dinding dan satu menara. Baldwin sendiri tidak ada di tempat, dia sedang sibuk membangun pasukan di Tiberias. Shalahuddin menaklukkan benteng ini, dan ketika Baldwin datang dari Tiberias (jaraknya hanya setengah hari perjalanan), Baldwin melihat panji-panji syahadat warna hitam dan putih telah berkibar di Benteng Chastellet. Dengan gentar Baldwin mundur.

Palestina adalah tanah suci kaum muslimin. Seorang Ulama, Ibnu Zaki, berkhutbah: “Kota itu adalah tempat tinggal ayahmu, Ibrahim, dari situlah Nabi Muhammad diangkat ke langit, kiblatmu sholat pada permulaan Islam, tempat yang dikunjungi orang-orang suci, makam-makan para Rasul. Kota itu adalah negeri tempat manusia berkumpul pada hari kiamat, tanah yang akan menjadi tempat berlangsungnya kebangkitan”.

Shalahuddin mengerahkan segenap kekuatan mujahidin untuk menggempur benteng Palestina. Barisan pelontar batu api (manjaniq) dikerahkan untuk meruntuhkan benteng Palestina. Balian de Ibelin juga balas melontarkan manjaniq-nya sehingga kaum muslimin menjemput syahid. Tekanan mujahidin begitu kuat, sehingga Balian mengirim dua orang utusan untuk meminta jaminan keselamatan dari Shalahuddin. Namun Shalahuddin menolak dan mengingatkan mereka akan pembantaian besar yang mereka lakukan seratus tahun lalu di tahun 1099 M. Akhirnya Balian de Ibelin datang sendiri menghadap Shalahuddin dan mengancam akan membunuh semua manusia di dalam benteng, menghancurkan masjid Al-Aqsa, dan berjuang sampai mati, jika permohonannya tidak mendapat jaminan keamanan. Setelah mengadakan syura dengan beberapa ulama dan penasihat militer, Shalahuddin menerima proposal Balian de Ibelin.

Syarat Shalahuddin adalah Balian de Ibelin harus menyerahkan Palestina secara penuh kepada kaum muslimin. Kemudian seluruh prajurit kristen Eropa wajib menebus diri mereka sendiri dalam waktu 40 hari. Akhirnya Shalahuddin memasuki Palestina dengan panuh kedamaian dan ketenangan. Masjid-masjid dibersihkan dari salib-salib kafir dan setelah 88 tahun tak terdengar menggantikan lonceng-lonceng kematian. Dan hanya dengan pasukan jihad-lah Palestina detik ini bisa dibebaskan dari tangan penjajah keji Israel. Hanya dengan jihad…La haula wa laa quwwata illa billah!

Source : Gorezan Izzah (embunkemuliaan.blogspot.com) dengan beberapa penjelasan.

23 Desember 2012

Adab-adab Ziaroh Kubur

 

 “Aku Dulu pernah melarang kalian dari berziarah kubur, tetapi kini berzia-rahlah!! karena ada pelajaran di dalamnya,  namun jangan ucapkan apa-apa yang membuat Alloh murka”
 (HR.Hakim, ahkamul Janaiz 228)

Saudaraku kaum muslimin…, disyari’atkan  untuk berziaroh kubur dengan tujuan mengambil pelajaran dan mengingat akhirat. Namun disana tidak boleh mengucapkan perkataan yang dapat mendatangkan murka Alloh swt, seperti berdo’a kepada penghuni kubur, istigotsah (memohon pertolongan dalam keadaan sempit kepada penghuni kubur dan bukan kepada Alloh), memuji-muji penghuni kubur dan menetapkannya dengan syurga atau memastikannya dengan syurga atau yang semacamnya; semisal perkataan orang-orang, ‘Syahid Si fulan, Syahid fulan’, ini semua bentuk pujian yang terlarang, oleh karena inilah al imam al-Bukhori rohimahulloh membuat bab dalam kitab shohihnya, yaitu bab: tidak boleh dikatakan, “Si fulan Syahid”.

Begitu pula dengan perkataan yang memastikan bahwa penghuni kubur itu adalah seorang ahli neraka. Maka, perkataan ini juga dilarang.

Jadi, tidak boleh menyeru kepada penghuni kubur dengan perkataan, “wahai syahid fulan,…”, sebab kita hanya boleh menyeru/berdo’a kepada Alloh dan tidak boleh berdo’a kepada selainNya. ini merupakan adab/ etika saat berziaroh kubur-red.

Kita ber’oa kepada Alloh, “Semoga orang-orang yang mati dalam berjuang di jalanNya sebagai syuhada. Aamiin”. Inya Alloh mereka menjadi para syuhada–red.

Seperti laki-laki, wanita juga disukai dan disunnahkan untuk ziaroh kubur, dengan syarat menjauhi ikhtilat (campur baur dengan laki-laki yang bukan mahromnya), menjauhi meratap, menjauhi tabarruj (menampakkan perhiasan dan aurotnya), dan kemungkaran-kemungkaran nyata lainnya yang banyak memenuhi kuburan-kuburan dewasa ini. (Ahkamul Janaiz: 229)

Akan tetapi, wanita tidak boleh memperba-nyak ziaroh kubur dan bolak-balik ke kubur, ka-rena hal tersebut dapat membawa kaum wanita kepada penyelisihan syari’at, sebagaimana yang telah disebutkan (Ahkamul Janaiz: 235)

Diperbolehkan ziaroh kubur ke pemakaman orang kafir (orang yang mati tidak di atas agama islam) dengan maksud mengambil pelajaran dan mengambil nasehat saja (untuk mengingat kematian), dengan syarat tidak mengucapkan salam kepadanya dan tidak boleh mendo’akan kepada mereka. (Ahkamul Janaiz)


Maksud ziaroh kubur ada dua,

Pertama, ziaroh dengan mengambil manfaat dengan mengingat kematian dan orang-orang yang telah mati dan bahwa tempat kembali mereka mungkin ke surga atau ke neraka. Dan ini semua umum untuk seluruh umat manusia.

Kedua, memberikan manfaat kepada mayat/ penghuni kubur dan berbuat baik kepadanya yaitu dengan mengucapkan salam ke pada mayat dan mendo’akannya. (Ahkamul Janaiz: 339)

Ucapan Salam kepada Penghuni Kubur
 “Semoga keselamatan atas kalian wahai penghuni kubur dari kalangan kaum mukminin dan muslimin. Dan kami insya Alloh menyusul kalian, kami mohon kepada Alloh bagi kami dan kalian agar dianugerahi keselamatan” (HR. Muslim)

Berdoa kepada penghuni kubur berarti mendo’akan semua penghuni kubur. Bukan hanya family/ keluarga atau kerabat kita saja yang di do’akan.

Diperbolehkan mengangkat kedua tangan saat mendo’akan penghuni kubur (saat berdo’a  kepada Alloh). Akan tetapi tidak boleh menghadap ke kubur, namun harus menghadap/ mengarah ke qiblat ketika berdo’a. (Ahkamul Janaiz: 246)

Tidak boleh berjalan diantara kubur kaum muslimin dengan memakai sandal (HR. Abu Dawud, Ahkamul Janaiz: 252). Akan tetapi, hendaklah ia melepaskan kedua sandal tersebut.

Jika seseorang menziarahi kubur orang kafir, maka dia tidak boleh mengucapkan salam kepada penghuni kubur tersebut dan tidak boleh mendo’akan kebaikan kepadanya. Akan tetapi, memberitakan dengan neraka. (HR. Abu Dawud; Ahkamul Janaiz: 251)

Tidak disyari’atkan meletakkan tanaman wewangian atau bunga di atas kuburan, karena hal itu bukanlah perbuatan salaf (orang-orang dikalangan para shohabat, tabi’in, dan tabiut tabi’in –rodhiyallohu anhum ajma’in). Seandai-nya hal itu baik, niscaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya (Ahkamul Janaiz: 259)


Peringatan…!!!

Mendo’akan penghuni kubur sewaktu ziaroh kubur adalah dengan memohonkan ampunan serta keselamatan bagi penghuni kubur kaum muslimin dan bukan berdoa atau meminta-minta kepada penghuni kubur, karena hal ini merupakan syirik besar yang dapat merusak keislaman seseorang. Na’udzubillahi min dzalik.

Kaum muslimin, inilah salah satu kesalahan terbesar yang yang berkaitan dengan ziaroh kubur, yang dilakukan oleh sebagian manusia dalam berziaroh kubur, yaitu meninggikan, mengagungkan, atau bahkan sebagian diantara mereka ada yang berdo’a kepada penghuni kubur. Inilah yang harus dijauhi oleh setiap kaum muslimin dan muslimah karena hal ini dapat merusak tauhid kita.


Yang Harom dilakukan di Kuburan

Ada beberapa hal yang diharamkan dikuburan. Yang pertama, menyembelih binatang. Haram menyembelih binatang di kuburan (Ahkamul Janaiz: 259)

Rosululloh saw bersabda,
“Tidak ada penyembelihan (di kuburan) dalam islam” (HR. Abu Dawud, Ahkamul Janaiz: 228)

Yang kedua, diharamkan membangun (di atas) kubur. Yang ketiga, diharamkan mengecat kubur dengan kapur atau yang semacamnya. Yang keempat, diharamkan untuk duduk di atas kuburan. Yang kelima, tidak boleh meninggikan kubur lebih dari satu jengkal dengan tanah dari luar.  Yang keenam, diharamkan menulisi kubur. (Ahkamul Janaiz: 260)

Rosululloh saw melarang menyemen/ me-ngapur kubur, duduk di atasnya, membangunnya, menambahnya atau menulisinya (HR. Abu Dawud, Ahkamul Janaiz: 260)

Adapun menulisi kubur dengan tujuan untuk mengenali kubur, maka sebagian ulama membolehkan menulisi sekedar namanya saja, sebagai tanda agar kubur dikenali (Fatawa Ta’ziyah Syaikh al-Utsaimin). Akan tetapi, jika mengenali kubur tanpa harus menuliskan nama penghuni kubur bisa dilakukan, maka itu lebih utama untuk dilakukan. Jika tidak ditulisi, ini merupakan lebih baik. Cukup meletakkan batu sebagai tanda.

Yang ketujuh, diharamkan sholat di kuburan ataupun di dekat kubur, baik menghadap kubur ataupun tidak menghadap kuburan. (Ahkamul Janaiz: 269-270)

Rosululloh saw bersabda,

“Janganlah kalian sholat menghadap kubur” (HR. Muslim)
Rosululloh saw bersabda,

“Bumi semua adalah masjid (tempat sujud), kecuali kuburan dan kamar mandi” (HR. Abu Dawud, Ahkamul Janaiz: 228)

Adapun bagi kaum muslimin yang belum mensholatkan jenazah dan dia ingin mensholatkannya padahal jenazah sudah dikubur, maka ia boleh mensholatkan di kuburan, sebagaimana hal ini pernah dilakukan oleh Nabi saw. (HR. Bukhori dan Muslim).

Adapun tatacaranya adalah, sama seperti sholat jenazah seperti biasa. Dan dia berada di sebelah bagian kepala kuburan apabila mayat tersebut adalah seorang laki-laki. Dan dia berada di sebelah tengah  kuburan apabila mayat tersebut adalah seorang wanita.

Larangan yang ke delapan, Haram membangun masjid di atas kuburan. (Ahkamul Janaiz: 275)

Rosululloh saw bersabda,

“Semoga Alloh melaknat orang-orang Yahudi dan Nashrani, mereka menjadikan kuburan nabi-nabi mereka sebagai masjid-masjid” (HR. Bukhori, Muslim)

Jika masjid di bangun terlebih dahulu daripada kuburan, maka kuburan tersebut mesti dipindahkan ke pamakaman umum. Inilah fungsi dari pemakaman umum. Adapun jika kuburan (pemakaman umum) ada terlebih dahulu dari pada bangunan masjid. Maka yang mesti di bongkar adalah masjidnya. Masjid itu mesti dipindahkan ketempat lain.

Larangan kesembilan, haram menjadikan kuburan sebagai ‘Ied, yaitu sebagai tempat berkumpul dan didatangi pada waktu-waktu tertentu (untuk beribadah). (Ahkamul Janaiz: 280)

Rosululloh saw bersabda,

“Janganlah kalian menjadikan kuburanku sebagai ‘Ied” (HR. Abu Dawud; Ahkamul Janaiz: 280)
Kesepuluh, haram bersafar/ pergi keluar kota menuju kubur. (Ahkamul Janaiz: 280)


Perhatian!!!

Apabila seseorang berangkat Haji dan selainnya, dan dia mengunjungi Masjid Nabawi yang mulia yang di dalamnya terdapat kuburan Nabi saw dan dua orang shoha-batnya yaitu Abu Bakar ra dan Umar ra, maka hendaknya yang menjadi tujuan utama adalah mengunjungi Masjid Nabawi, bukan untuk berziarah ke makam Nabi sholallohu alaihi wa sallam (disarikan dari al-Wajiz: 267). Karena tidak boleh bersusah payah menempuh perjalanan dalam rangka ibadah kecuali ketiga masjid.

Rosululloh saw bersabda,

“Tidak boleh bersusah payah menempuh perjalanan (dalam rangka ibadah) melainkan ketiga masjid: (yaitu) masjidil harom, Masjid Rosul (Nabawi) dan masjid al-Aqsho” (HR. Bukhori, Muslim)

Artinya, hanya boleh berpergian dalam rangka ibadah ke tiga masjid tersebut. Adapun ketempat yang lainnya, maka tidak diperbolehkan, semisal kuburan-kuburan wali, atau orang-orang yang dianggap wali. Wallohu a’lam.

Larangan kesebelas, haram menyalakan lampu di dekat kubur atau menerangi kubur. Karena hal ini tidak pernah dilakukan dan dianjurkan oleh Rosululloh saw dan para shohabatnya -rodhiyallohu anhum ajma’in-, maka hal ini adalah bid’ah. (Ahkamul Janaiz: 294)

Rosululloh saw bersabda:

“Setiap bid’ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka” (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah)

Ke dua belas, memecahkan tulang mayat muslimin. Oleh karena itu, dilarang untuk menggali kuburan orang islam kecuali karena sebab yang dibenarkan agama.  (HR. Abu Dawud)

Antara Sunnah, Bidah Dan Taklid


Oleh: Iwan Sutedi
Merupakan suatu kewajiban bagi kita untuk menuntut ilmu Al-Qur’an dan As-Sunnah agar kita dapat meghindari dan menolak syubhat di dalam memahami dien Islam ini. Telah kita sepakati bersama bahwa hanya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah kita dapat selamat dan tidak akan tersesat.
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا، كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
Aku tinggalkan pada kalian dua perkara, jika kalian berpegang teguh dengan keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya yaitu: Kitabullah dan sunnah NabiNya”. (Hadist Riwayat Malik secara mursal (Al-Muwatha, juz 2, hal. 999).
Syaikh Al-Albani mengatakan dalam bukunya At-Tawashshul anwa’uhu wa ahkamuhu, Imam Malik meriwayatkan secara mursal, dan Al-Hakim dari Hadits Ibnu Abbas dan sanadnya hasan, juga hadist ini mempunyai syahid dari hadits jabir telah saya takhrij dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah no. 1761).
Adakah pilihan lain agar kita termasuk dalam orang-orang yang selamat dan agar umat Islam ini memperoleh kejayaan lagi selain mengikuti Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shalih? tentu tidak ada, karena sebenar-benar ucapan adalah Kalamullah, sebaik-baik petunjuk adalah sunnah Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dan sebaik-baik generasi adalah generasi sahabat yang telah Allah puji dan Allah ridhai.
Suatu kebahagiaan kiranya jikalau kita termasuk dalam golongan yang selamat, golongan Tha’ifah Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan) dari Allah.
Kebanyakan ummat Islam, kini terjebak dalam taklid buta. Terkadang suatu anjuran untuk mengikuti dan berpegang teguh pada Al-Qur’an dan sunnah serta memalingkan jiwa dari selain keduanya dianggap sebagai seruan yang mengajak kepada pelecehan pendapat para ulama dan menghalangi untuk mengikuti jejak para ulama atau mengajak untuk menyerang perkataan mereka. Padahal tidak demikian yang dimaksudkan, bahkan harus dibedakan antara mengikuti Nabi semata dengan pelecehan terhadap pendapat para ulama. Kita tidak boleh mengutamakan pendapat seseorang di atas apa yang telah dibawa oleh beliau dan tidak juga pemikirannya, siapapun orang tersebut. Apabila seseorang datang kepada kita membawakan suatu hadits, maka hal pertama yang harus kita perhatikan adalah keshahihan hadits tersebut kemudian yang kedua adalah maknanya. Jika sudah shahih dan jelas maknanya maka tidak boleh berpaling dari hadits tersebut walaupun orang disekeliling kita menyalahi kita, selama penerapannya juga benar.
Para Imam ulama salaf yang dijadikan panutan umat, mencegah para pengikutnya mengikuti pendapat mereka tanpa mengetahui dalilnya. Di antara ucapan Abu Hanifah: “Tidak halal bagi seseorang untuk mengambil pendapat kami sebelum dia mengetahui dari mana kami mengambilnya.” Kemudian:
“Bila saya telah berkata dengan satu pendapat yang telah menyalahi kitab Allah ta’ala dan sunah Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam , maka tinggalkanlah pendapatku.”
Sedangkan mayoritas ummat Islam sekarang ini mereka berkata, “Ustadz saya berkata.”
Padahal sudah datang kepada mereka firman Allah dalam surat Allah Hujarat ayat 1:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan RasulNya.”
Ibnu Abbas berkata. “Hampir-hampir saja diturunkan atas kalian batu dari langit. Aku mengataklan kepada kalian,” Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, tetapi kalian mengatakan, Abu Bakar berkata, Umar berkata.”
Firman Allah dalam surat 7 ayat 3:
Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selainNya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padaNya).”
Kemudian salah satu penyakit umat Islam sekarang ini disamping taklid buta adalah banyaknya para pelaku bid’ah. Dan di antara sebab-sebab yang membawa terjadinya bid’ah adalah:
1. Bodoh tentang hukum agama dan sumber-sumbernya
Adapun sumber-sumber hukum Islam adalah Kitabullah, sunnah RasulNya dan ijma’ dan Qiyas. Setiap kali zaman berjalan dan manusia bertambah jauh dari ilmu yang haq, maka semakin sedikit ilmu dan tersebarlah kebodohan. Maka tidak ada yang mampu untuk menentang dan melawan bi’dah kecuali ilmu dan ulama. Apabila ilmu dan ulama telah tiada dengan wafatnya mereka, bi’dah akan mendapatkan kesempatan dan berpeluang besar untuk muncul dan berjaya dan tokoh-tokoh bid’ah bertebaran menyeret umat ke jalan sesat.
2. Mengikuti hawa nafsu dalam masalah hukum
Yaitu menjadikan hawa nafsu sebagai sumber segalanya dengan menyeret/membawa dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah untuk mendukungnya, dalil-dalil tersebut dihukumi dengan hawa nafsunya. Ini adalah perusakan terhadap syari’at dan tujuannya.
Maka pernahkah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai ilah-nya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmuNya dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiar-kan sesat) ...” (Al-Jatsiyah: 23).
3. Fanatik buta terhadap pemikiran-pemikiran orang tertentu
Fanatik buta terhadap pemikiran orang-orang tertentu akan memisahkan antara seorang muslim dari dalil dan al-haq. Inilah keadaan orang-orang yang fanatik buta pada zaman kita sekarang ini, Mayoritas terdiri dari pengikut sebagian madzhab-madzab, sufiyyah dan quburiyyun (penyembah-penyembah kuburan), yang apabila mereka diseru untuk mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah, mereka menolaknya. Dan mereka juga menolak apa-apa yang menyelisihi pendapat mereka. Mereka berhujah dengan madzab-madzab, syaikh-syaikh, kiyai-kiyai, bapak-bapak nenek moyang mereka. Ini adalah pintu dari sekian banyak pintu-pintu masuknya bid’ah ke dalam agama Islam ini.
4. Ghuluw (berlebih-lebihan)
Contoh dari point ini adalah madzab khawarij dan syi’ah. Adapun khawarij, mereka ghuluw berlebihan dalam memahami ayat-ayat peringatan dan ancaman. Mereka berpaling dari ayat-ayat raja’ (pengharapan), janji pengampunan dan taubat sebagaimana Allah Subhannahu wa Ta'ala berfirman, yang artinya: “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendakiNya ...” (An-Nisa’: 48,116).
5. Tasyabuh dengan kaum kuffar
Tasyabbuh (menyerupai) kaum kuffar adalah sebab yang paling menonjol terjatuhnya seorang kedalam bid’ah. Hal ini pulalah yang terjadi di zaman kita sekarang ini. Karena mayoritas dari kalangan kaum Muslimin taqlid kepada kaum kuffar pada amal-amal bid’ah dan syirik. Seperti perayaan-perayaan ulang tahun (maulid) dan mengadakan hari-hari atau minggu-minggu khusus dan perayaan serta peringatan bersejarah (menurut anggapan mereka) seperti: peringatan Maulid Nabi. Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an dan yang lainnya adalah meyerupai peringatan-peringatan kaum kuffar.
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka”. (Abu Dawud).
6. Menolak bid’ah dengan bid’ah yang semisalnya atau bahkan yang lebih rusak
Contohnya ialah kaum Murji’ah, Mu’tazilah, Musyabibhah dan Jahmiyyah. Kaum Murji’ah memulai bid’ahnya dalam mensikapi orang-orang yang dizamannya, mereka berkata: “Kita tidak menghakimi mereka dan kita kembalikan urusannya kepada Allah Subhannahu wa Ta'ala ”. Hingga akhirnya mereka sampai pada pendapat bahwa maksiat tidak me-mudharat-kan iman, sebagaimana tidak berfaedah ketaatan yang disertai kekufuran. Al-Baghdadi berkata: “Mereka dinamakan Murji’ah karena mereka memisahkan amal dari keimanan.”
Demikianlah, para ahlul bid’ah menjadikan kebid’ahan-kebid’ahan yang mereka lakukan sebagai satu amalan ataupun suatu sunnah, sedangkan yang benar-benar sunnah mereka jauhi. Padahal sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam telah bersabda:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ.
Barangsiapa mengajarkan suatu amalan yang tidak ada keterangannya dari kami (Rasulullah), maka dia itu tertolak.” (Hadist riwayat Muslim).
Oleh karena itu jika kita mempelajari seluk beluk taqlid, kemudian kita pelajari hakekat kebid’ahan niscaya kita tahu bahwa ternyata antara bid’ah dan taqlid mempunyai hubungan yang sangat erat sekali. Jika kita perhatikan perbuatan bid’ah niscaya kita akan mengetahui bahwa pelakunya adalah seorang muqallid. Dan kalau kita melihat seorang muqallid, niscaya kita lihat bahwa dia tenggelam dalam kebid’ahan, kecuali bagi mereka yang dirahmati oleh Allah ‘Azza wa Jalla. Berikut ini ada beberapa sebab yang menunjukkan bahwa taqlid itu mempunyai hubungan yang erat dengan bid’ah.
Muqallid tidak bersandar dengan dalil dan tidak mau melihat dalil; jika dia bersandar pada dalil, maka dia tidak lagi dinamakan muqallid. Demikian pula mubtadi’, diapun dalam melakukan kebid’ahan tidak berpegang dengan dalil karena kalau berpegang dengan dalil maka ia tidak lagi dinamakan dengan mubtadi’ karena asal bid’ah adalah mengadakan sesuatu hal yang baru tanpa dalil atau nash.
Taqlid dan bid’ah adalah tempat ketergelinciran yang sangat berbahaya yang menyimpangkan seseorang dari agama dan aqidah. Karena dua hal tersebut akan menjauhkan pelakunya dari nash Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber kebenaran.
Taqlid dan bid’ah merupakan sebab utama tersesatnya umat terdahulu. Allah Subhannahu wa Ta'ala menceritakan dalam Al-Qur’an tentang Bani Isra’il yang meminta Musa Alaihissalam untuk menjadikan bagi mereka satu ilah dari berhala, karena taqlid kepada para penyembah berhala yang pernah mereka lewati.
FirmanNya:
“Dan kami seberangkan Bani Israil keseberang lautan itu, maka setelah mereka sampai pada satu kaum yang telah menyembah berhala mereka, Bani Israil berkata: “Hai Musa, buatlah untuk kami sebuah ilah (sesembahan yang terlihat dengan mata / “berhala”) sebagaimana mereka mempunyai beberapa ilah (berhala/ sesembahan yang banyak)!. Musa menjawab: “Sesungguhnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (sifat-sifat Ilah)! “sesungguhnya mereka itu akan dihancurkan kepercayaan yang dianutnya dan akan batal apa yang selalu mereka kerjakan.” (Al- A’raf: 138-139).
Sekalipun Nabi Musa Alaihissalam melarang dan mencerca mereka dan mereka mengetahui bahwa arca itu hanyalah bebatuan yang tidak memberi manfaat dan mudlarat, tetapi mereka tetap membikin patung anak sapi dan menyembahnya.
Hal ini disebabkan karena taqlid yang sudah menimpa diri mereka. Ayat ini sangat jelas menunjukkan bahaya taqlid dan hubungannya yang sangat erat dengan kebid’ahan bahkan dengan kesyirikan dan kekufuran. Hal inilah yang merupakan sebab kesesatan Bani Isra’il dan umat lainnya, termasuk sebagian besar ummat Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam .
Terakhir adalah bagaimana cara kita untuk keluar dari bid’ah ini
Jalan keluar dari bid’ah ini telah di gariskan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam dalam banyak hadits. Dan satu di antaranya adalah berpegang teguh pada Al-Qur’an dan As-Sunnah dengan pemahaman para Salafus Shahih, , karena mereka adalah orang yang paling besar cintanya kepada Allah dan RasulNya, paling kuat ittiba’nya, paling dalam ilmunya, dan paling luas pemahamannya terhadap dua wahyu yang mulia tersebut. Dengan cara ini seorang muslim mampu berpegang teguh dengan agamanya dan bebas dari kotoran yang mencemari dan terhindar dari semua kebid’ahan yang menyesatkan.
Mudah-mudahan Allah senantiasa memberikan taufiq dan hidayahNya kepada kita semua dan kepada saudara-saudara kita yang terjerumus dan bergelimang di dalam kebid’ahan. Mudah-mudahan pula Allah menambah ilmu kita, menganugrahkan kekuatan iman dan takwa untuk bisa tetap istiqomah di atas manhaj yang hak dan menjalani sisa hidup di jaman yang penuh fitnah ini dengan bimbingan syari’at Muhammadiyah (syariat yang dibawa oleh Muhammad Shallallaahu alaihi wa Salam ), sampai kita bertemu Allah dengan membawa bekal husnul khatimah.
Amin ya Rabbal Alamin.