21 Juni 2012

Sya'ban



MUQODDIMAH


Bulan Sya’ban begitu istimewa, karena hanya di bulan inilah Rosulullah SAW banyak melakukan shoum diselain bulan Ramadlon. Disebutkan dalam hadits:

....فَمَا رَاَيْتُ رَسُولَ اللهِ صعلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ اِلاَّ رَمَضَانَ وَ مِا رَاَيْتُهُ اَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ شَعْبَانَ

“...... Aku tidak melihat Rosulullah SAW bershoum sebulan penuh kecuali di bulan Ramadlon dan aku tidak melihatnya bershoum yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (Muttafaqun’Alaih)

Tradisi kaum jahiliyah yang suka menggonta-ganti bahkan menyungsangkan urutan bulan suci menjadi sebab turunnya surah al-Baqorah ayat  197,  dan suroh at-Taubah ayat 36

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُولِي اْلأَلْبَابِ

“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi[1], Barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, Maka tidak boleh rafats[2], berbuat Fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan Sesungguhnya Sebaik-baik bekal adalah takwa[3] dan bertakwalah kepada-Ku Hai orang-orang yang berakal.” (al-Baqoroh: 197)

[1] Ialah bulan Syawal, Zulkaidah dan Zulhijjah.
[2] Rafats artinya mengeluarkan Perkataan yang menimbulkan berahi yang tidak senonoh atau bersetubuh.
[3] Maksud bekal takwa di sini ialah bekal yang cukup agar dapat memelihara diri dari perbuatan hina atau minta-minta selama perjalanan haji.


إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[1]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri[2] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At-Tawbah:36)

[1] Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
[2] Maksudnya janganlah kamu Menganiaya dirimu dengan mengerjakan perbuatan yang dilarang, seperti melanggar kehormatan bulan itu dengan Mengadakan peperangan.

Ibnu Hajar dalam Fathu Bariy Juz 6 hal. 237, mengatakan:”Sya’ban bulan cari bekal buat orang ‘Arab sedangkan Ramadlon bulan menabur amal. Orang ‘Arab Jahiliyah suka menjungkir balikkkan asyhurul haram atau bulan-bulan haram termasuk sucinya bulan Rajab yang kemudian mereka geser ke bulan Sya’ban”. Mereka berhajji dua kali dalam setahun, yaitu Zulqo’dah dan Zulhijjah. Bisa jadi data ini yang di-ambil/diadopsi oleh Masdan F Mas’udi yang membolehkan haji di lauh bulan Zulhijjah

Contoh lainnya adalah orang Yahudi berpuasa Asy-Syuro tadinya pada tanggal 10 Muharram mereka rubah ke bulan Rabi’al Awwal. Rahib (pendeta) Nasrani suka menambah dan kebanyakan mengurangi hitungan shoum Ramadlon. Imam az-Zajjaj melaporkan bulan hajji mereka rubah terkadang di musim dingin terkadang di musim panas, hal yang sama mereka lakukan terhadap shoum Ramadlon. Imam Sya’bi berkata:”Mereka juga pernah merubah bulan Ramadlon jadi bulan syamsiyah sehingga shoum mereka di luar ketentuan.



TA’RIF SYA’BAN


Sya’ban bulan ke-delapan qomariyah dan nama ini sudah ada sejak penciptaan langit dan bumi yang terdapat di surah At-Taebah ayat 36 yang berbunyi

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram[1]. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, Maka janganlah kamu Menganiaya diri[2] kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (At-Tawbah:36)

Ketentuan ini kembali Nabi SAW tegaskan dalam butir-butir khuthbah Wada’ di padang ‘Arofah di hari jum’at pada tanggal 9 zulhijjah 9 H.

A.          Lughoh

Sya’ban atau jama’nya sya’bnat atausya’abin berasal dari akar kata  شَعَبَ يَشْعَبُ شَعْبٌا  . Sementara menurut kamus amat banyak artinya, diantaranya:

Mengumpulkan  =   شعَب ـَـ شَعبًا الشيءَ : جمَعه  memisah-misahkan, mencerai-beraikan -kata berlawanan  =  شعَب الشيءَ : فرّقه  memperbaiki  =  شعَب الشيءَ : أصلحه  merusakan -kata berlawanan  =  شعَب الشيءَ : أفسده tampak, muncul, lahir  =  شعَب الشيءُ : ظهَر  berpisah-pisah, bercerai-berai  =  شعَب القومُ : تفرّقوا  mati  =  شعَب الرجلُ : مات  menyibukkan  =  شعَب فلانًا : شغَله  mengirimkan  =  شعَب رسولاً إليه : أرسله  berilah aku sebagian hartamu  =  اشعَبْ لي شُعبَةً من المالِ berpisah untuk selama-lamanya dengan meninggalkannya  =  أشعب و شعّب عنه : فارقه  membagi ke dalam bagian-bagian, membuat bercabang-cabang  =  شعّب : فرّق

Masdar dari fiil…  =   الشَعب : مصدر شعَب  sama, serupa  =  الشَعب ج شعوب : المِثل  kejauhan, jauh  =  الشَعب : البُعد والبَعيد pengumpulan, penghimpunan  =  الشَعب : الجَمع  pemisahan, cerai-berai  =  الشَعب : التفريق والتفرّق  perbaikan  =  الشَعب : الإصلاح  pengrusakan  =  الشَعب : الإفساد  bukit  =  الشَعب : الجَبَل  suku yang besar  =  الشَعب : القبيلة العظيمة rakyat, kaum  =  الشَعب : القَوم  bangsa  =  الشَعب : الجمهور  proletariat, kaum murba  =  عامّة الشَعبِ  jalan di bukit  =  الشِعب ج شِعاب  celah di antara dua bukit  =  الشِعب : ما انفرج بين الجَبَلَينِ  aliran air dalam tanah  =  الشِعب : مَسيل الماءِ في بَطنِ الأرضِ kampung besar  =  الشِعب : الحَيّ العظيم  tanda unta  =  الشِعب : سِمَة للإبلِ  daerah, wilayah  =  الشِعب : الناحِيَة  jarak antara dua bahu atau dua tanduk  =  الشَعَب  cabang, sekelompok-sebagian dari sesuatu  =  الشُعبَة ج شُعَب و شِعاب
jari-jari  =  شُعَب اليَدِ  kedua tangan dan kaki  =  شُعَب الجِسمِ  masalah yang banyak cabangnya  =  مسألة كثير الشُعَبِ penyakit bronchitis  =  التهاب الشُعَبِ الرِئَوِيَّةِ

Kalau diringkas kata sya’ban artinya adalah muncul di antara dua bulan suci, yaitu bulan Rajab dan Ramadlon

B.           Ishthilah

شَعَبَ اَيْ ظَهَرَ بَيْنَ شَهْرَيْ رَجَبٍ وَ رَمَضَانَ ( لِسَانُ اْلعَرَبِ ج 1 ص 501 )

Bisa juga dari kata   يَتَشَعَبُتَشَعَبَ  artinya keluar atau bercerai berai saat mencari air atau untuk penyerbuan. Terkadang ia diartikan menghimpun sesuatu yang bercerai berai atau mengumpulkan dua jarak yang berdekatan.





PERISTIWA DI BULAN SYA’BAN  


Bulan sya’ban banyak sekali keistimewaannya, diantaranya

A.          Perintah kewajiban shoum

SYA’BAN dipilih oleh Allah SWT sebagai bulan turunnya perintah wajib shoum Ramadlon pada tahun ke-dua Hijrah, menyusul turunnya surah al-Baqoroh ayat 183-187 setelah delapanbelas bulan di Madinah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Al-Baqoroh: 183)

B.           Muqoddimah lailatul qodar

SYA’BAN adalah muqoddimah Lailatu Qodr, kaitannya dengan daur ulang qhodo’ dan qodar. Amal tahunan dilaporkan pada bulan ini, untuk didaur ulang pada asyrul awakhir bulan Ramadlon, ini adalah tafsiran dari surah ad-Dukhan ayat 3

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[#] dan Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan.”

[#] Malam yang diberkahi ialah malam Al Quran pertama kali diturunkan. di Indonesia umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.

C.           Bulan terbaik setelah ramadhon

SYA’BAN adalah sebaik-baik bulan setelah bulan suci Ramadlon yang Nabi SAW banyak bershoum di dalamnya.

عن انس قال سُئِلَ النَّبِيُ صعلم اَيُّ الصَّوْمِ اَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ فقال شَعْبَانُ لِتَعْظِيْمِ رَمَضَانَ

“Rosulullah SAW ditanya,”Shoum apa yang paling utama setelah shoum Ramadlon? Maka Rosulullah SAWmenjawad: "Shoum pada bulan Sya’ban karena untuk mengagungkan bulan Ramadlon........” (HR Abu Dawud No. 4626 dari ‘Aisyah RA)

D.          Bulan yang terlalaikan dalam beramaliyah

SYA’BAN adalah bulan yang banyak dilewatkan kaitannya dengan kebiasaan atau tradisi dalam beramal, padahal bulan ini adalah bulan LAPORAN TAHUNAN MALAIKAT.

اُسَامَةَ بْنِ عَنْ زَيْدٍ رضي الله عنه قَالَ قُلْتُ يَا رَسُوْلَ اللهِ لَمْ اَرَكَ تَصُوْمُ شَهْرًا مِنَ الشُّهُوْرِ مَا تَصُوْمُ مِنْ شَعْبَانَ قَالَ ذَالِكَ شَهْرُ يَفْعَلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَ رَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرُ تُرْفَعُ فَيْهِ الأَعْمَالُ اِلَى رَبِّ اْلعَالَمِيْنَ فَأُحِبُّ اَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَ اَنَا صَائِمً

Usamah bin Zaid bertanya kepada Rosulullah SAW, "Wahai Rosulullah SAW, aku tidak melihatmu bershoum di bulan lain melebihi shoummu di bulan Sya’ban?” Jawab Nabi SAW: "Sya’ban bulan orang yang suka lupa (beramal) di dalamnya, yaitu antara Rajab dan Ramadlon. Sya’ban bulan yang diangkat di dalamnya amal-amal ke sisi Rabb semesta alam. Aku suka saat amalku diangkat aku sedang dalam keadaan shoum.” (HR an-Nasay dan Ahmad)

E.           Perpindahan qiblat

SYA’BAN adalah bulan perpindahan qiblat, tepatnya selasa 15 Sya’ban tahun ke-2 H surah al-Baqoroh ayat 142-143

سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلاَّهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا قُلْ لِلَّهِ الْمَشْرِقُ وَالْمَغْرِبُ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ (*) وَكَذَلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا وَمَا جَعَلْنَا الْقِبْلَةَ الَّتِي كُنْتَ عَلَيْهَا إلاَّ لِنَعْلَمَ مَنْ يَتَّبِعُ الرَّسُولَ مِمَّنْ يَنْقَلِبُ عَلَى عَقِبَيْهِ وَإِنْ كَانَتْ لَكَبِيرَةً إِلاَّ عَلَى الَّذِينَ هَدَى اللَّهُ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Orang-orang yang kurang akalnya[1] diantara manusia akan berkata: "Apakah yang memalingkan mereka (umat Islam) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka telah berkiblat kepadanya?" Katakanlah: "Kepunyaan Allah-lah timur dan barat; Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus"[2]. * Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan[3] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.” (Al-Baqoroh: 142-143)

[1] Maksudnya: ialah orang-orang yang kurang pikirannya sehingga tidak dapat memahami maksud pemindahan kiblat.
[2] Di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berada di Mekah di tengah-tengah kaum musyirikin beliau berkiblat ke Baitul Maqdis. tetapi setelah 16 atau 17 bulan Nabi berada di Madinah ditengah-tengah orang Yahudi dan Nasrani beliau disuruh oleh Tuhan untuk mengambil ka'bah menjadi kiblat, terutama sekali untuk memberi pengertian bahwa dalam ibadat shalat itu bukanlah arah Baitul Maqdis dan ka'bah itu menjadi tujuan, tetapi menghadapkan diri kepada tuhan. untuk persatuan umat Islam, Allah menjadikan ka'bah sebagai kiblat.
[3] Umat Islam dijadikan umat yang adil dan pilihan, karena mereka akan menjadi saksi atas perbuatan orang yang menyimpang dari kebenaran baik di dunia maupun di akhirat.

Dalam riwayat Abu Hatim, Muhammad bin Sa’ad dan al-Waqidi. Sedangkan menurut riwayat lain pada senin 15 Sya’ban 2 H, dua bulan sebelum perang Badar.

(Dr Syauqi Abu Kholil dalam kitab Athlas Sierah h.91) Perpindahan qiblat adalah kemenangan politik umat Islam, ini sebagai bukti independensi Islam di mata golongan lain, sekaligus monumen kebanggaan kaum muslimin sepanjang sejarah. Rombongan hijrah ke Habasyah berangkat bulan Rajab dan bermukim di sana selama dua bulan yaitu Sya’ban dan Ramadlon. Dan kembali ke kot Mekah pada bulan Syawal. Hijrah adalah standar nilai sekaligus alat bukti iman islamnya seseorang.

F.            Nabi SAW menikah

SYA’BAN adalah di mana Nabi SAW menikahi Hafshah bin ‘Umar bi Khothob pada tahun ke-3 H setelah 30 bulan berdiam di Madinah sehingga posisi ‘Umar setara dengan Abu Bakar ash-Shidqi RA.

G.          Wafatnya Ummu Kultsum

SYA’BAN adalah bulan wafatnya Ummu Kultsum binti Muhammad SAW. Dan Nabi SAW sangat sedih atas kematian putrinya.  Jenazah Ummu Kultsum dimandikan oleh Asma’ binti Umais sedangkan Shofiyah binti Abd Mutholib dan Ummu ‘Ayhiyah Abu Tholhah menyambutnya di liang lahat. Kepada suaminya Utsman bin ‘Affan, Nabi SAW berkata:”

أم كلثوم بنت رسول الله صم كان عقد عليها عتيبة بن أبي لهب أخو عتبة وفارقها قبل الدخول بها لما أنزل الله تبت يدا أبي لهب وتب قال أبو لهب لابنيه عتبة وعتيبة رأسي من رءوسكما حرام إن لم تطلقا ابنتي محمد وقالت أم جميل بنت حرب حمالة الحطب طلقاهما فإنهما قد صبأتا فطلقاهما فجمعهما الله لذي النورين عثمان بن عفان لما ماتت رقية زوجها النبي صم من عثمان فتوفيت في حياة رسول الله صم بعد ثمان سنين وشهر وعشرة أيام من الهجرة فقال صم لَوْ كُنْتُ عِنْدِي ثَالِثَةٌ لِزَوَّجْتُكَهَا

“Andaikan Aku punya putri yang lain akan aku nikahkan yang ketiganya denganmu (Utsman bin ‘Affan.)

H.          Hari lahirnya cucu Nabi SAW

SYA’BAN adalah hari kelahiran cucu Nabi SAW yang bernama Hasan dan Husain pada tahun ke- 4 H hasil pernikahan Fathimah dengan ‘Ali bin Abi Tholib

I.             Sababun nuzul ayat li’an

SYA’BAN di mana diturunkan ayat li’an pada tahun ke-9 H di surah an-Nuur ayat 6 sampai 9.jo an-Nisaa ayat 15

وَالَّذِينَ يَرْمُونَ أَزْوَاجَهُمْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُمْ شُهَدَاءُ إِلاَّ أَنْفُسُهُمْ فَشَهَادَةُ أَحَدِهِمْ أَرْبَعُ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الصَّادِقِينَ (*) وَالْخَامِسَةُ أَنَّ لَعْنَةَ اللَّهِ عَلَيْهِ إِنْ كَانَ مِنَ الْكَاذِبِينَ (*) وَيَدْرَأُ عَنْهَا الْعَذَابَ أَنْ تَشْهَدَ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ بِاللَّهِ إِنَّهُ لَمِنَ الْكَاذِبِينَ (*) وَالْخَامِسَةَ أَنَّ غَضَبَ اللَّهِ عَلَيْهَا إِنْ كَانَ مِنَ الصَّادِقِينَ

“Dan orang-orang yang menuduh isterinya (berzina), Padahal mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, Maka persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah, Sesungguhnya Dia adalah Termasuk orang-orang yang benar. * Dan (sumpah) yang kelima: bahwa la'nat Allah atasnya, jika Dia Termasuk orang-orang yang berdusta[#]. * Istrinya itu dihindarkan dari hukuman oleh sumpahnya empat kali atas nama Allah Sesungguhnya suaminya itu benar-benar Termasuk orang-orang yang dusta. * Dan (sumpah) yang kelima: bahwa laknat Allah atasnya jika suaminya itu Termasuk orang-orang yang benar.” (An-Nur/24: 6-9)

[#] Maksud ayat 6 dan 7: orang yang menuduh Istrinya berbuat zina dengan tidak mengajukan empat orang saksi, haruslah bersumpah dengan nama Allah empat kali, bahwa Dia adalah benar dalam tuduhannya itu. kemudian Dia bersumpah sekali lagi bahwa Dia akan kena laknat Allah jika Dia berdusta. Masalah ini dalam fiqih dikenal dengan Li'an.

وَالللاَّتِي يَأْتِينَ الْفَاحِشَةَ مِنْ نِسَائِكُمْ فَاسْتَشْهِدُوا عَلَيْهِنَّ أَرْبَعَةً مِنْكُمْ فَإِنْ شَهِدُوا فَأَمْسِكُوهُنَّ فِي الْبُيُوتِ حَتَّى يَتَوَفَّاهُنَّ الْمَوْتُ أَوْ يَجْعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيلاً

“Dan (terhadap) Para wanita yang mengerjakan perbuatan keji [1], hendaklah ada empat orang saksi diantara kamu (yang menyaksikannya). kemudian apabila mereka telah memberi persaksian, Maka kurunglah mereka (wanita-wanita itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah memberi jalan lain kepadanya[2].” (An-Nisaa:15)

[1] Perbuatan keji: menurut jumhur mufassirin yang dimaksud perbuatan keji ialah perbuatan zina, sedang menurut Pendapat yang lain ialah segala perbuatan mesum seperti : zina, homo sek dan yang sejenisnya. menurut Pendapat Muslim dan Mujahid yang dimaksud dengan perbuatan keji ialah musahaqah (homosek antara wanita dengan wanita).
[2] Menurut jumhur mufassirin jalan yang lain itu itu ialah dengan turunnya ayat 2 surat An Nuur.

J.             Bulan maghfirah

SYA’BAN adalah bulan pengampunan, sekaligus shoum terbaik setelah Ramadlon

عن انس قال سُئِلَ النَّبِيُ صم اَيُّ الصَّوْمِ اَفْضَلُ بَعْدَ رَمَضَانَ فقال شَعْبَانُ لِتَعْظِيْمِ رَمَضَانَ

“Rosulullah SAW ditanya,”Shoum apa yang paling utama setelah shoum Ramadlon? Maka Rosulullah SAWmenjawad:”Shoum pada bulan Sya’ban karena untuk mengagungkan bulan Ramadlon........” (HR Abu Dawud)

يَطَّلِعُ اللهُ اِلَى جَمِيْعِ خَلْقِهِ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبِانَ فَيَغْفِرُ لِجَمِيْعِ خَلْقِهِ اِلاَّ لِمُشْرِكٍ اَوْ مُشَاحِنٍ

“Allah Ta’ala buka pada seluruh makhluq-Nya pada malam nisfu Sya’ban, dimana Allah Ta’ala akan mengampuni dosa seluruh makhluq-Nya kecuali terhadap orang musyrik dan orang yang kebangetan.” (HR Ibnu Majah, Ahmad, Thobrani, Bayhaqi dan Ibnu Hibban)

K.          Perintah jihad

SYA’BAN di mana diturunkannya perintah jihad qitali pada tahun ke-2 H pasca expedisi ‘Abdullah bin Jahys menyusul turunnya ayat 190 sampai 193 dari surah al-Baqoroh.


وَقَاتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَكُمْ وَلاَ تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لاَيُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ (*) وَاقْتُلُوهُمْ حَيْثُ ثَقِفْتُمُوهُمْ وَأَخْرِجُوهُمْ مِنْ حَيْثُ أَخْرَجُوكُمْ وَالْفِتْنَةُ أَشَدُّ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ تُقَاتِلُوهُمْ عِنْدَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ حَتَّى يُقَاتِلُوكُمْ فِيهِ فَإِنْ قَاتَلُوكُمْ فَاقْتُلُوهُمْ كَذَلِكَ جَزَاءُ الْكَافِرِينَ (*) فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ (*) وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لاَتَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَى الظَّالِمِينَ

“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. * Dan bunuhlah mereka di mana saja kamu jumpai mereka, dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu (Mekah); dan fitnah[#] itu lebih besar bahayanya dari pembunuhan, dan janganlah kamu memerangi mereka di Masjidil haram, kecuali jika mereka memerangi kamu di tempat itu. jika mereka memerangi kamu (di tempat itu), Maka bunuhlah mereka. Demikanlah Balasan bagi orang-orang kafir. * Kemudian jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. * Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), Maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim.” (Al-Baqoroh: 190-193)

[#] Fitnah (menimbulkan kekacauan), seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka dan menyakiti atau mengganggu kebebasan mereka beragama.

Sementara ayat yang mewajibkan jihad adalah surah al-Baqoroh ayat 216 yang berbunyi

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لاَ تَعْلَمُونَ

“Diwajibkan atas kamu berperang, Padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. boleh Jadi kamu membenci sesuatu, Padahal ia Amat baik bagimu, dan boleh Jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, Padahal ia Amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”

Ayat ditafsirkan oleh Rosulullah SAW sebagai puncak cita hidup muslim yang diriwayatkan oleh Tirmizi
رَأْسُ اْلأَمْرِ اْلإِسْلاَمُ  وَ عُمُوْدُهُ الصَّلاَةُ  وَ ذِرْوَةُ سَنَامِهِ اْلجِهَادُ

“Pangkal semua urusan adalah Islam, dan tiangnya adalah sholat dan puncak tertingginya adalah jihad.” (HR Tirmizi)

Jihad yang terjadi pada bulan  SYA’BAN adalah sebagai berikut:

1.            Ghozwah Badar al-akhir SYA’BAN 4 H. Ibnu ‘Ubay jadi wali Nabi SAW di Madinah.

2.    Bani Mustholiq, SYA’BAN 6 H. Abu Dzar al-Ghifariy dan Numaylah bin ‘Abdullah al-Laysti jadi wakil Nabi SAW di Madinah. Jalan damai perng ini adalah pernikahan Nabi SAW dengan Juwairiyah binti hHarist adalah putri kepala suku yang bernama al-Harist bin Abi Dhirar.

3.            Ghozwah Bani Lihyan,  SYA’BAN 6 H

4.        Sariyah (expedisi) Abdurrahman bin ‘Auf ke Dawmatul Jandal, SYA’BAN 6 H. Asbagh bin ‘Amr al-Kalbi adalah kepala suku nashroni masuk Islam dan Abdurrahmanpun menikahi putri kepala suku ini setelah tiga hari.

5.            Ghazwah al-Muraysi,  SYA’BAN 5 H. Zaid bin harist jadi wakil Nabi SAW di Madinah

6.      Sariyah ‘Umar bin Khothob ke Turbah, jaraknya enam malam perjalanan berkuda dari Mekah. ‘Umar dan pasukannya berjalan pada malam hari dan memilih istirahat di siang hari.

7.      Sariyah Basyir bin Sa’ad bersama tigapuluh orang pasukan ke Bani Murrah di daerah Fadak, SYA’BAN 7 H. Saat itu musin panas dan nyaris kehausan.

8.            Sariyah Abu Bakar ash-Shiddiq ke Nejed, SYA’BAN 7 H.

9.      Sariyah ‘Ali bin Abi Tholib ke Bani Sa’ad, SYA’BAN 6 H dengan seratus pasukan ke markas Yahudi di Khaibar menempuh dengan enam malam perjalanan berkuda dari Madinah.

10.    Sariyah Abi Qotadah bin Rib’iy al-Anshoriy ke Nejed, SYA’BAN 8 H adalah kawasan perang (Daerah oporasi militer=DOM) di zaman Nabi SAW.



SIFAT SHOUM NABI SAW DI BULAN SYA’BAN


Nabi Muhammad SAW di bulan sya’ban bersifat sebagai berikut

1.            Sunnah mustahabbah

Shoum SYA’BAN hukumnya sunnah mustahabbah (yang disukai) Nabi SWA banyak bershoum di dalamnya, seperti penyaksian banyak shohabat RA.

Disunnahkan memperbanyak shoum pada bulan sya’ban untik mengikuti perintah dan perbuatan Rosulullah SAW dimana beliau selalu bershoum pada bulan tersebut kecuali beberapa hari saja Nabi SAW berbuka atau tidak shoum. Di antara nash/dalilnya adalah sebagai berikut

...فَمَا رَاَيْتُ رَسُولَ اللهِ صعلم اِسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ اِلاَّ رَمَضَانَ وَ مِا رَاَيْتُهُ اَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ شَعْبَانَ

“...... Aku tidak melihat Rosulullah SAW bershoum sebulan penuh kecuali di bulan Ramadlon dan aku tidak melihatnya bershoum yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.” (Muttafaqun ‘Alaih)

وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيلاً

“Aku tidak pernah melihat Nabi SAW bershoum dalam satu bulan melebihi banyaknya shoum yang beliau lakukan pada bulan sya’ban. Kadang beliau bershoum pada bulan sya’ban sebulan penuh dan terkadang hanya beberapa hari saja beliau berbuka pada bulan itu.” (HR Muslim)

لَمْ يَكُنِ النَّبِيُّ صم يَصُومُ شَهْرًا أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ وَكَانَ يَقُولُ خُذُوا مِنَ الْعَمَلِ مَا تُطِيقُونَ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَمَلُّ حَتَّى تَمَلُّوا وَأَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى النَّبِيِّ صم مَا دُووِمَ عَلَيْهِ وَ إِنْ قَلَّتْ وَكَانَ إِذَا صَلَّى صَلاَةً دَاوَمَ عَلَيْهَا

“Nabi SAW tidak pernah bershoum dalam satu bulan melebihi banyaknya shoum yang beliau lakukan pada bulan sya’ban. Beliau berkata:”Lakukan amal ibadah yang kalian mampu melakukannya, sesungguhnya Allah Ta’ala tidak pernah merasa bosan sehingga kalian sendiri yang bosan. Sholat yang paling dicintai Nabi SAW adalah yang dilakukan secara kontinyu walaupun sedikit. Dan Rosululullah SAW bila melakukan sholat, beliau melakukannya secara kontinuyu.”  (HR Muslim)

وَلَمْ كَانَ رَسُواُاللهِ صم يَصُومُ شَعْبَانَ وَ رَمَضَانَ وَ يَتَحَرَّى أْلإِثْنَيْنِ وَ الْخَمِيْسِ

“Rosulullah SAW bershoum pada sya’ban dan ramadhon dan berupaya bershoum hari senin dan kamis.” (HR Tirmizi, Nasai, Ibnu Majah dab Darimiy)

2.            Bukan nishfu sya’ban

Shoum SYA’BAN Nabi SAW itu bukan nisfu (pertengahan), awa’il (permulaan) atau awakhir (penutup) saja. Siapa yang mnentukannya berarti telah tega menodai sunnah Nabi SAW dan berani mengada-ngadakan amalan baru atau bid’ah.

عن علقمة قُلتُ لِعَائِشَةَ رضي الله عنها هَلْ كَانَ رسول الله صم يَخْتَصُّ مِنَ اْلأيَامِ شَيْئًا قَالَتْ لاَ كَانَ عَمَلُهُ دِيْمَةً وَ اَيُّكُمْ يُطِيْقُ مَا كَانَ رسول الله صم يُطِيْقُ

Alqomah bertanyan pada ‘Aisyah: ”Apakah Nabi SAW pernah mengkhususkan hari tertentu?’’ Aisyah menjawab: ”Tidak. Amalan Nabi SAW itu berkesinambungan.Oleh karena itu, siapa yang mampu mengamalkannya, maka sungguh amalan Rosullullah terus-menerus.” (Muttafaqun’Alaih)

Untuk menjelaskan amaliyah qiyamul ataupun shoum di nishfu sya’ban akan dibagian akhir risalah ini yang bernana di NISHFU SYA’BAN



SHOUM  SYA’BAN NABI SAW


1.            Dua bulan berturut-turut

Di tahun wafatnya, Nabi SAW shoum penuh di bulan SYA’BAN, dan Nabi SAW juga i’tikaf duapuluh hari di bulan Ramadlon terakhir di tahun wafatnya.

عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صم يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلاَّ شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ

“Aku (Ummu Salamah) melihat Nabi SAW shoum dua bulan berurutan hanya pada bulan Sya’ban dan Ramadlon.” (HR Abu Dawud, Tirmizi, an-Nasa-i dan Ibnu Hibban)



2.            Kesinambungan amal

Sangat sibuk menjaga kesinambungan amal di bulan SYA’BAN, ini berdasarkan hadits yang berbunyi

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صم يَتَحَفَّظُ مِنْ شَعْبَانَ مَا لاَ يَتَحَفَّظُ مِنْ غَيْرِهِ ثُمَّ يَصُومُ لِرُؤْيَةِ رَمَضَانَ فَإِنْ غُمَّ عَلَيْهِ عَدَّ ثَلاَثِينَ يَوْمًا ثُمَّ صَامَ

“Rosulullah SAW selalu menjaga/tidak pernah terlewatkan shoum pada bulan Sya’ban tapi tidak pada bulan lainnya. Kemudian Rosulullah SAW shoum Ramadlon karena melihat hilal, maka jika terhalang/mendung genapkanlah (tigapuluh hari) bulan Sya’ban kemudian shoum Ramadlon (pada besoknya).” (HR Abu Dawud)

3.            Hari syak/ragu-ragu

Nabi SAW melarang (makruh) bershoum dua hari terakhir di bulan SYA’BAN, kecuali bagi orang yang sudah terbiasa shoum. Demikian riwayat dari ‘Ali, ‘Umar, ‘Ammar, Huzaifah dan Ibnu Mas’ud RA seperti disebutkan oleh Ibnu Qoyyim.

و قد روى ابن القاسم عن مالك اَنَّهُ كَرِهَ لِلرَّجُلِ اَنْ يَجْعَلَ عَلَى نَفْسِهِ صِيَامَ يَوْمِ شَهْرٍ

Ibnu Abi Qosim meriwayatkan bahwa Malik membenci orang yang menentukan hari atau bulan tertentu atas dirinya untuk shoum khusus. Dasar yang di pegang adalah hadist yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah RA

كَانَ يَصُوْمُ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ ثَلاَثَةَ اَيَّامٍ وَ مَا يُبَالِي مِنْ اَيِّ الشَّهْرِ صَامَ

“Nabi SAW suka shoum baidlo (tiga hari tiap di tengah bulan), beliau tidak menentukan pada bulan apasaja (di luar bulan Ramadlon).”

Berkata Ibnu Baththol:“Maksudnya, Nabi SAW tidak pernah mengkhususkan sedikitpun dari hari-hari yang ada, baik secara berkelanjutan maupun secara urutan kecuali di bulan  SYA’BAN yang Nabi SAW banyak shoum di dalamnya sebagaiman anjurannya untuk banyak bershoum pada senin kamis.

Mengenai shoum setelah paru kedua SYA’BAN masih diperdebatkan berdasarkan hadits. Jika SYA’BAN telah dioertengahan, maka jangan bershoum. (HR Abu Dawud no 2337, Ibnu Majah no 1651, Ibnu Hibban no 3591 dan lain sebagainya.)

لاَ تُقَدِّمُوا صَوْمَ رَمَضَانَ بِيَوْمٍ وَ لاَ يَوْمَيْنِ اِلاَّ اَنْ يَكُونَ صَوْمٌ يَصُومُهُ رَجُلٌ فَلْيَصُمْ ذَلِكَ الصَّوْمَ

“Janganlah kamu mendahului shoum sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadlon melainkan kalau sudah terbiasa shoum maka shoumlah.”

اِذَا كَانَ النِّصْفُ مِنْ شَعْبَانِ فَلاَ صَوْمَ حَتَّى يَجِئَ رَمَضَانُ

“Janganlah kalian shoum pada pertengahan bulan Sya’ban sampai datang bulan Ramadlon.”



Menanggapi hadits in al-Munawi dalam kitab Faidh al-Qodir I/304, mengekesimpulkan ada empat hukum shoum pada saat itu

a.             Boleh secara mutlak termasuk shoum di hari syak/ragu (tanggal 30 Sya’ban.

b.            Dibolehkan shoum di hari syak, ini juga pendapat Imam Malik dan ahli Fatea

c.          Tidak boleh shoum pada paruh kedua dan hari syak kecuali disambung shoum pada paruh pertama atau bertepatan dengan kebiasaannya bershoum, ini juga pendapat asy-Syafi’i yang paling shohih

d.   Haram shoum pada hari syak saja, tidak pada paruh kedua, ini adalah pendapat jumhur/kebanyakan ulama.  

Syaikh Sholih Bin Fauzan berkata dalam menjawab pertanyaan:”Bolehkan melakukan qiyamul lail dan shoum pada nishfu sya’ban”

“Tidak ada hadits yang shohih dari Nabi SAW tentang anjuran sholat pada malam nishfu sya’ban secara khushush dan shoum pada siang harinya secara khushush pula. Tidak ada satupun hadits shohih dari Nabi SAW tentang hal itu yang dapat dijadikan acuan. Malam nishfu sya’ban adalah malam yang sama dengan malam-malam lainnya. Bila seseorang memiliki kebiasaan melakukan sholat malam, maka dia boleh melakaukannya padaa malaam tersebut seperti pada malam-malam lainnya tampa ada keistimewaan yang khushush yang dimiliki malam itu. Sebab menetapkan waktu tertentu untuk melakukan ibadah harus memiliki dalil yang shohih dan jika dalil yang shohih tidak ada, maka itu dapat disebut bid’ah dan setiap bid’ah adalah kesesatan.

Demikian juga tidak ada dalil secara khushush dari Nabi SAW tentang disyari’atkannya shoum pada tanggal 15 bulan sya’ban atau pada nishfu sya’ban tersebut. Adapun hadits-hadits yang terdalam dalam masalah ini, semuanya adalaah hadits palsu sebagaimana dikemukakan oleh para ulama. Akan tetapi bagi orang yang memiliki kebiasaan bershoum pada hari-hari putih/baydho (tanggal 13,14 dan 15 setiap bulan) maka ia boleh melakukan shoum pada bulan sya’ban seperti pada bulan-bulan lainnya tampa mengkhushushkan bulan itu saja. Misalnya Rosulullah SAW selalu bershoum dan bahkan memperbanyak shoum pada bulan ini/sya’ban tampa mengkhushushkan hari itu saja, tetapi hari itu termasuk secara kebetulan.”




NISFU  SYA’BAN


Dasar nisfu SYA’BAN umumnya astar/sunnah Isra’iliyat. Fuqoh Basroh menerima total sedangkan Fuqoha Hijaz menolak total dan Fuqoha Syam mengambil pola pertengahan/kompromi. Syaik Mubarokfuri di dalam kitab at-Tuhfah berkata:“Awal munculnya nisfu  SYA’BAN tahun 448 H di al-‘Aqsho Palestina, Mesir dan Damaskus di Syiria. Sebagai upaya tabarru’ terhadap pejabat negara oleh ahli-ahli qiraah (mushafi) dan para muallaf dari agama majusi. Kemudian dikembangkan oleh IBNU ABI HAMRO’ .”

Ada sebagian masyarakat terlalu mengistimewakan satu malam di bulan ini, yaitu malam nisfu SYA’BAN. Mereka melakukan beberapa ritual ibadah khusus yang masih perlu dipertanyakan dasar atau sumber hukumnya, di antaranya adalah:



Hadits no. 1

3711 - أخبرنا أبو سعيد محمد بن موسى نا أبو العباس الأصم أنا الربيع أنا الشافعي أنا إبراهيم بن محمد قال قال ثور بن يزيد عن خالد بن معدان عن أبي الدرداء قال من قام ليلتي العيدين لله محتسبا لم يمت قلبه حين تموت القلوب قال الشافعي و بلغنا أنه كان يقال إن الدعاء يستجاب في خمس ليال في ليلة الجمعة و ليلة الأضحى و ليلة الفطر و أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان
3713 - و مما أنبأني أبو عبد الله الحافظ إجازة و رواه عنه الإمام أبو عثمان إسماعيل بن عبد الرحمن الصابوني أنا أبو عبد الله محمد بن علي بن عبد الحميد نا إسحاق بن إبراهيم أنا عبد الرزاق أخبرني من سمع ابن البيلماني يحدث عن أبيه عن ابن عمر قال خمس ليال لا يرد فيهن الدعاء ليلة الجمعة و أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان و ليلتا العيد
6596 - خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة : أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان و ليلة الجمعة و ليلة الفطر و ليلة النحر ( ابن عساكر ) عن أبي أمامة. قال الشيخ الألباني ( موضوع ) انظر حديث رقم 2852 في ضعيف الجامع
6596 - خمس ليال لا ترد فيهن الدعوة أول ليلة من رجب و ليلة النصف من شعبان و ليلة الجمعة و ليلة الفطر و ليلة النحر. تخريج السيوطي ( ابن عساكر ) عن أبي أمامة. تحقيق الألباني ( موضوع ) انظر حديث رقم : 2852 في ضعيف الجامع .
خَمْسُ لَيَالٍ لاَ يُرَدُّ فِيْهِنَّ الدَّعْوَةُ اَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبَ وَ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَ لَيْلَةُ اْلجُمُعَةِ وَ لَيْلَةُ اْلفِطْرِ وَ لَيْلَةُ النَّحْرِ

 “Lima malam yang tidak ditolak do’a ketika itu, yaitu malam pertama bulan Rajab, malam nisfu SYA’BAN, malam jum’at dan malam ‘idzain.(fitri dan adho)

Diriwayatkan oleh al-Baihaqi (Syu’ab al-Iman no 3713) dari Ibnu ‘Umar secara mauquf (disandarkan kepada Ibnu ‘Umar), pada nomer sebelumnya al-Baihaqi menjelaskan ia adalah ucapan asy-Syafii. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir (Tarikh Dimasyq X/275-276) dan al-Dailami no 2975 secara marfu’ (disandarkan kepada Rosulullah SAW). Menurut Ibnu Hajar sebagaimana dikutip al-Munawi III/454-455, semua jalur hadits ini cacat (mu’lulah). Di samping itu pada sanadnya terdapat Abu Said Bandar bin ‘Umar bin Muhammad ar-Rouyani yang menurut adz-Dzahabi (Mizan al-I’tidal no 1323) dan Ibnu Hajar (Lisan al-Mizan no 246) dengan mengutip pendapat an-Nakhsyabi adalah tukang dusta?Kadzdzab. Al-Bani menghukumnya maudhu’/palsu berdasarkan alasan di atas.

Hadits no. 2

1776 - وحدثنا ابن أبي سلمة قال ثنا محمد بن معاوية ويوسف بن عدي يزيد أحدهما على صاحبه قالا جميعا عن عمرو بن ثابت عن محمد بن مروان عن أبي يحيى عن أبيه قال حدثني بضعة وثلاثون رجلا من أصحاب النبي صلى الله عليه وسلم رضي الله عنهم قالوا  من صلى ليلة النصف من شعبان وقال ابن أبي سلمة في حديثه وليلة النصف من رمضان مائة ركعة يقرأ فيها ألف مرة قل هو الله أحد في كل ركعة عشر مرات لم يمت حتى يعطيه الله عز وجل مائة من الملائكة ثلاثون منهم يبشرونه بالجنة وثلاثون منهم يؤمنونه من عذاب الله عز وجل وثلاثون منهم يعصمونه من الخطايا والعشرة الباقية يكيدونه من أعدائه وقال محمد بن علي في حديثه يكيدون له من عاداه
مَنْ صَلَّى لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ خَمْسِيْنَ رَكْعَةً قَضَى اللهُ لَهُ كُلُّ حَاجَةٍ طَلَبَهَا تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَ اِنْ كَانَ كَتَبَ فِى اللَّوْحِ اْلمَحْفُوْظِشَقِيًا يَمْحُو اللهُ ذَالِكِ وَ يَمْحُو لَهُ اِلَى السَّعَادَةِ وَ يَبْعَثُ اِلَيْهِ سَبْعَمِائَةِ آلَفٍ مَلَكٍ يَكْتُبُونَ لَهُ اْلحَسَنَاتِ وَ سَبْعَمِائَةِ آلَفٍ مَلَكٍ يَبْنُونَ لَهُ اْلقُصُوْرَ فِى اْلجَنَّةِ وَ يُعْطَى بِكُلِّ حَرْفٍ قَرَأَهُ سَبْعِينَ حَوْرَاءَ مِنْهُنَّ مَنْ لَهَا سَبْعُونَ اَلْفَ وَ صِيْفٍ وَ سَبْعُونَ اَلْفَ صِيْفَةٍ وَ يُعْطَى آخَرَ سَبْعَمِائَةِ آلَفٍ شَهِيْدٍ وَ يَشْفَعُ فِى  سَبْعِينَ َلْفَ مُوَحِّدٍ اِلَى اَنْ قَالَ وَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صعلم  يَقُولُ يُعْطَى بِكُلِّ حَرْفٍ مِنْ قُلْ هُوَ اللهُ اَحَدُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ سَبْعِينَ حَوْرَاءَ

“Barangsiapa sholat di malam nisfu SYA’BAN 50 rakaat maka Allah Ta’ala mengabulkan setiap keperluan yang dipintanya. Jika tertulis di Lauh Mahfudz, ia orang yang celaka maka Allah Ta’ala menghapuskannya dan merubahnya dengan kebahagian, akan diutus kepadanya 700.000 malaikat yang menuli baginya kebaikan-kebaikan. 700.000 malaikat yang  mendirikan baginya gedung-gedung di surga. Setiap huruf yang dibacanya diberikan berupa 70 bidadari masing-masing memiliki 70.000 pelayan laki-laki dan wanita dan diberikan pahala 700.000 pahala syuhada dan ia dapat memberikan syafaat bagi 70.000 ahli tauhid..... akan diberikan kepadanya dengan setiap huruf dari surat al-Ikhlash yang dibacanya pada malam tersebut 70 bidadari ....

Hadits ini tidak didapati dalam kitab hadits mu’tabar (dapat dijadikan rujukan). Hadits ini disebutkan adz-Dzahabi (Mizan al-I’tidal no 7611) ketika membahas Muhammad bin Sa’id al-Maili ath-Thobari yang tidak diketahui identitasnya, ia mencela orang yang memalsukan hadits ini, karena didalamnya terdapat dusta dan kebohohongan.

Sebenarnya banyak dijumpai hadits semisal yang sama palsunya, seperti bahwa Rosulullah SAW bersabda kepada ‘Ali:”Barangsiapa sholat di malam nisfu  SYA’BAN sebanyak 100 rakaat, tiap rakaatnya membaca al-Fatihah dan al-Ikhlash 10 kali. Maka Allah Ta’ala memenuhi segala keperluan yang dimintanya pada malam tersebut. Jika ia ditakdirkan sebagai orang yang celaka, maka diganti sebagai orang yang bahagia dan seterusnya. (al-Maudhu’at II/50).

Juga seperti hadits bahwa Rosulullah SAW bersabda:”Barangsiapa sholat di malam nisfu SYA’BAN 12 rakaat. Tiap rakaatnya membaca al-Ikhlash 30 kali, maka ia tidak ke luar (dari dunia) sebelum melihat tempatnya di surga dan ia dapat memberikan syafaat bagi sepuluh orang anggota keluarganya yang telah dipastikan masuk neraka. (al-Maudhu’at II/51-52).

Bahkan al-Gozali menyebutkan dalam (Ihya ‘Ulumud Din I/203-204):”Sholat di malam ke 15 SYA’BAN dilakukan 100 rakaat dengan salam pada tiap dua rakaat, setiap rakaat membaca al-Ikhlash 11 kali. Sholat ini bisa dilakukan sepuluh rakaat, setiap rakaatnya membaca al-Ikhlash 100 kali. Menurutnya sholat model ini telah dilakukan ulama salaf, ia dinamakan sholat al-Khoir (kebaikan), bisa dilakukan dengan berjamaah. Lanjutmya, diriwayatkan dari al-Hasan, bahwa Rosulullah SAW bersab-da:”Barangsiapa mengerjakan sholat seperti ini pada malam ini, maka Allah Ta’ala memandangnya sebanyak 70 kali dan memenuhi baginya dengan setiap pandangan 70 hajat, yang paling rendah adalah ampunan.

Menurut Zainuddi al-Iroqi, ketika mengomentari hadits ini, hadits sholat nisfu SYA’BAN ini adalah palsu. Disimpulkan bahwa tidak ada satupun hadits shohih yang menerangkan adanya sholat nisfu SYA’BAN.

Hadits no 3

1378 - حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ عَلِيٍّ الْخَلاَّلُ حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ أَنْبَأَنَا ابْنُ أَبِي سَبْرَةَ عَنْ إِبْرَاهِيمَ بْنِ مُحَمَّدٍ عَنْ مُعَاوِيَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَعْفَرٍ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صم اِذَا كَانِتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوا لَيْلَهَا وَ صُومُوا نَهَارَهَا فَاِنَّ اللهَ يَنْزِلُ فِيْهَا لِغُرُوبِ الشَّمْسِ اِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فَيَقُولُ اَلاَمِنْ مُسْتَغْفِرٍ لِي فَاغْفِرُ لَهُ اَلاَ مُسْتَرْزِقٌ فَاَرْزَقُهُ اَلاَ مُبْتَلِى فَاُعَافِيْهِ اَلاَ كَذَا اَلاَ كَذَا حَتَّى يَطْلَعَ اْلفَجْرِ
3822 - حدثنا عبد الله بن يوسف الأصبهاني أنا أبو إسحاق إبراهيم بن أحمد بن فراس المكي نا محمد بن علي بن زيد الصائغ نا الحسن بن علي بن عبد الرزاق نا ابن أبي سبرة عن إبراهيم بن محمد عن معاوية بن عبد الله بن جعفر عن أبيه عن أبي طالب قال قال رسول الله صم إذا كان ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلتها و صوموا يومها فإن الله تعالى يقول ألا من مستغفر فأغفر له ألا من مسترزق فأرزقه ألا من سأل فأعطيه ألا كذا حتى يطلع الفجر
في الزوائد إسناده ضعيف لضعف ابن يسرة واسمه أبو بكر بن عبد الله بن محمد بن أبي يسرة . قال فيه أحمد بن حنبل وابن معين يضع الحديث [ ش ( فقوموا ليلها ) أي الليلة التي هي تلك الليلة . فالإضافة بيانية . وليست هي كالتي في قوله فصوموا يومها ] قال الشيخ الألباني : ضعيف جدا أو موضوع
203 (إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا يومها فإن الله تبارك وتعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى السماء الدنيا فيقول ألا من مستغفر فأغفر له ألا من مسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر ) رواه ابن ماجه ج1/1388.قال العراقى في تخريج أحاديث الإحياء: حديث صلاة النصف من شعبان باطل وإسناده ضعيف. ( ضعيف جداً ) وقال الألبانى في ضعيف الترغيب والترهيب 623: موضوع

"Jika tiba malam nisfu SYA’BAN maka sholatlah di malam harinyan dan shoumlah di siang harinya, karena Allah Ta’ala turun pada malam hari ini ketika matahari terbenam ke langit dunia, lalu berfirman:”Adakah yang beristigfar, maka Aku ampumi. Adakah yang meminta rijzi, maka Aku berikan. Adakah yang tertimpa musibah, Maka Aku hilangkan dan seterusnya hingga terbit fajar.”

Diriwayatkan oleh Ibnu Majah (no 1378) dan al-Baihaqi (Syua’ab al-Iman no. 3822) dari ‘Ali bin Abi Tholib. Hadits ini dihukumi palsu oleh Syaik al-Bani (no. 2132) karena pada sanadnya terdapat Abu Bakr bin ‘Abdullah bin Muhummad bin Abi Sabrah. Ia dituduh membuat hadits maudlu’/palsu (Taqribal-Tahdzib no 7973), al-Haistami menilainya sebagai perawi yang ditinggalkan (matruk) pemalsu dan pendusta hadist (Majma’ al-Zawaid I/213 IV/4 dan Vi/268. Dalam mizanut I’tidal (no 10032) al-Dzahabi mengutip pendapat ulama:al-Bukhori dan lainnya menganggapnya dloif, Ahmad mengatakan ia memalsukan hadits, an-Nasai menganggapnya perawi yang ditinggalkan dan Ibnu Ma’in menganggap haditsnya sebagai sesuatu yang tidak dianggap, al-Fatani memasukan hadits ini dalam Tadzkiroh al-Maudhu’at (h. 45) dan menurut Ibnu Jauzi, hadits ini tidak shohih (al-Illat al-Mutanahiyah no 923).

Hadits no. 4

وأما حديث علي رضي الله عنه الذي رواه بن ماجه بلفظ إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها الخ فقد عرفت أنه ضعيف جدا ولعلي رضي الله عنه فيه حديث آخر وفيه فإن أصبح في ذلك اليوم صائما كان كصيام ستين سنة ماضية وستين سنة مستقبلة رواه بن الجوزي في الموضوعات وقال موضوع وإسناده مظلم
وروى ابن ماجه من رواية ابن أبي سبرة عن إبراهيم بن محمد عن معاوية بن عبد الله بن جعفر عن أبيه عن علي بن أبي طالب كرم الله وجهه قال قال رسول الله إذا كانت ليلة النصف من شعبان فقوموا ليلها وصوموا نهارها فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا فيقول ألا من يستغفرني فأغفر له ألا من يسترزق فأرزقه ألا من مبتلى فأعافيه ألا كذا ألا كذا حتى يطلع الفجر وإسناده ضعيف وابن أبي سبرة هو أبو بكر بن عبد الله بن محمد بن سبرة مفتي المدينة وقاضي بغداد ضعيف وإبراهيم بن محمد هو ابن أبي يحيى ضعفه الجمهور ولعلي بن أبي طالب حديث آخر قال رأيت رسول الله ليلة النصف من شعبان قام فصلى أربع عشرة ركعة ثم جلس فقرأ بأم القرآن أربع عشرة مرة الحديث وفي آخره من صنع هكذا لكان له كعشرين حجة مبرورة وكصيام عشرين سنة مقبولة فإن أصبح في ذلك اليوم صائما كان له كصيام ستين سنة ماضية وستين سنة مستقبلة رواه ابن الجوزي في ( الموضوعات ) وقال هذا موضوع وإسناده مظلم ولعلي رضي الله تعالى عنه حديث آخر رواه أيضا في ( الموضوعات ) فيه من صلى مائة ركعة في ليلة النصف من شعبان الحديث وقال لا شك أنه موضوع وكان بين الشيخ تقي الدين بن الصلاح والشيخ عز الدين بن عبد السلام في هذه الصلاة مقاولات فابن الصلاح يزعم أن لها أصلا من السنة وابن عبد السلام ينكره
أبو القاسم عبد الخالق بن على المؤذن حدثنا أبو جعفر محمد بن بسطام القومسى حدثنا أبو جعفر أحمد بن محمد بن جابر حدثنا أحمد بن عبد الكريم حدثنا خالد الحمصى عن عثمان بن أبى سعيد بن كثير عن محمد بن المهاجر عن الحكم بن عتيبة عن إبراهيم قال قال على بن أبى طالب رضى الله عنه رأيت رسول الله صم ليلة النصف من شعبان قام فصلى أربع عشرة ركعة ثم جلس بعد الفراغ فقرأ بأم القرآن أربع عشرة مرة وقل هو الله أحد أربع عشرة مرة وقل أعوذ برب الفلق أربع عشرة مرة وقل أعوذ برب الناس أربع عشرة مرة وآية الكرسي مرة ولقد جاءكم رسول الآية، فلما فرغ من صلاته سألت عما رأيت من صنيعه فقال من صنع مثل الذى رأيت كان له كعشرين حجة مبرورة وكصيام عشرين سنة مقبولة فإن أصبح في ذلك اليوم صائما كان كصيام ستين سنة ماضية وسنة مستقبلة وهذا موضوع أيضا وإسناده مظلم وكان واضعه يكتب من الاسماء ما وقع له ويذكر قوما ما يعرفون وفى الاسناد محمد بن مهاجر قال ابن حنبل يضع الحديث.وقد رويت صلوات أخر موضوعة، فلم أر التطويل بذكره إلا لخفى بطلانه. صلاة لليلة الفطر أنبأنا محمد بن ناصر أنبأنا أبو غالب أحمد بن عبيدالله الدلال أنبأنا أبو محمد الحسن بن محمد الخلال أجازه قال قرأت على أبى الفتح يوسف بن عمر بن مسروق القواص حدثنا عمر بن محمد بن الصباح البزاز حدثنا أبو زكريا يحيى بن القاسم حدثنا محمد بن أبى صالح عن سعيد بن سعيد عن أبى طيبة عن كرز بن وبرة عن الربيع بن خيثم عن عبدالله بن مسعود قال قال النبي صلى الله عليه وسلم: " والذى بعثنى بالحق إن جبريل عليه السلام أخبرني عن إسرافيل عن ربه
438-حديث علي رأيت رسول الله قام ليلة النصف أربع عشرة ركعة -ثم وصفها- وقال يا علي من كصلاتي كلن له عشرون حجة مبرورة وكصيام عشرين سنة فإن صام من الغد كان له كصيام ستين سنة ماضية وسنة مقبلة إسناده مظلم وفيه كذاب
لاَ فَإِنْ اَصْبَحَ فِى ذَلِكَ الْيَومِ صَائِمًا كَانَ كَصِيَامِ سِتِّينَ سَنَةً مَاضِيَةً وَ سِتِّينَ سَنَةً مُسْتَقْبَلَةً

“Bila pada hari itu seseorang bershoum maka ia seperti bershoum selama enam puluh tahun yang lalu dan enam puluh tahun yang akan datang.”

Hadits ini diriwayatkan dari Ali bin Abi Tholib ra oleh Ibnu Al-Jauzi dalam kitab al-Maudlu’at. Hadits-hadits yang palsu dan dalam komentarnya ia mengatakan: ”Sanadnya gelap”.