29 Mei 2012

Nilai Kepemimpinan Lelaki dan Kepatuhan wanita, Bagian II


Dianggap lumrah, biasa
Sangat disayangkan sekali, dunia jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut diatas menjadi pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua tontonan dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah mengikuti bujukan setan, sekaligus  melanggar aturan Alloh. Alloh swt memerintahkan agar kita menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis, Alloh swt berfirman:

“ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 30-31)

Dalam ayat diatas dijelaskan, Alloh swt memerintahkan agar kita menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis namun justru orang-orang yang mendukung dunia jahil ini menarik-narik manusia agar membuka mata-lebar-lebar untuk “menikmati” wanita yang mereka pajang. Itu semua alurnya adalah mendekatkan kepada zina. Sedangkan Alloh swt menegaskan:

“ dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa': 32)

Dalam ayat itu ditegaskan, tidak boleh mendekati zina. Ini telah mencakup larangan segala hal yang menghantarkan kepada perbuatan zina. Memajang wanita-wanita dalam aneka pergaulan hidup yang dimaksudkan untuk menarik konsumen ataupun pelanggan atau penonton itu sudah termasuk sarana mendekatkan ke arah zina. Karena hal itu sudah merupakan sarana atau penghantar, maka terkena kaidah ‘hukum itu mencakup sarananya’. Mendekati zina itu jelas telah dilarang dengan tegas oleh Alloh swt. Maka mengadakan sarana untuk dekat dengan zina atau yang jurusannya mendekati zina berarti haram pula.

Lebih dari itu, ayat tersebut mengandung makna, lebih terlarang lagi adalah zinanya itu sendiri. Karena mendekati zina saja sudah dilarang. Inilah yang di dalam ilmu ushul fiqh disebut Qiyas Aulawi. Contohnya, mengatakan uf atau huskepada orang tua saja diharamkan, apalagi memukulnya, maka lebih lagi haramnya. Jadi, mendekati zina saja dilarang, apalagi berzina. Itulah pengertiannya.

Dengan demikian, ayat tersebut sangat strategis sifatnya. Yaitu, ke bawah: sarana-sarana dan perbuatan yang menjurus pada pendekatan zina sudah ikut terlarang. Sedang ke atas: perbuatan zina itu sendiri lebih terlarang lagi.

Aturan dalam islam sebegitu jelas dan gamlang, namun dalam dunia yang jahil orang yang menyepelekan bahkan justru menggalakkan hal-hal yang menjurus pada pendekatan zina, bahkan membolehkan perzinaan itu sendiri lebih dihormati. Ini benar-benar keterlaluan.


Wanita sholihah sangat terpuji

Islam memberikan imbalan pahala sesuai dengan kadar kepayahan atau usaha manusia. Wanita dari zaman ke zaman, oleh orang-orang jahil merupakan sasaran yang paling utama untuk dijadikan daya pikat. Memerankan wanita sebagai daya pikat itu sendiri sudah merupakan pelanggaran sebagaimana diuraikan di atas. Maka islam memberika antisipasinya atau pencegahannya, yaitu pertama dengan melarang manusia mendekati zina, dan kedua memberikan tempat yang terpuji bagi wanita yang sholihah.

Islam menempatkan wanita sholihah daalam kedudukan yang terpuji itu bisa difahami pula bahwa untuk membina wanita agar jadi shalihah, serta wanita itu sendiri dalam berupaya menjadi wanita shalihah adalah perkara yang besar. Perkara yang banyak godaannya. Kenapa? Karena, manusia jahil telah menjadikan wanita sebagai sasaran untuk dijadikan daya pikat, dan itu jelas bertentangan dengan islam. Sedangkan wanita itu sendiri didudukkan oleh manusia-manusia jahil pada posisi yang enak, yang menggiurkan, bila mau melanggar aturan islam. Sehingga wanita itu sendiri akan sulit mempertahankan diri agar menjadi orang yang sholihah alias taat aturan Alloh dan RosulNya. Maka sesuai dengan istilah “aljazaa’u min jinsil ‘amal,” imbalan itu sesuai dengan perbuatan, maka wanita sholihah sangat dihormati dalam islam karena memang sulit melakukannya. Bukan sulit karena secara naluriah, namun sulit karena lebih banyak godaannya, baik dari dalam nafsu wanita itu sendiri maupun faktor dari luar, lingkungan yang jahil.

Dari sini bisa difahami batapa terpujinya wanita yang baik yang istilahnya wanita sholihah. Yaitu wanita yang menuruti aturan agama suci dengan patuh, yang otomatis mampu menjalani sikap dan perilaku tanpa melanggar ajaran ilahi, yang mencakup segi kehidupan demi kebahagiaan dunia dan akhirat. Terhadap wanita sholiha itu, ada pula pujian simpati dari Rosululloh saw:

“Dunia ini adalah perhiasan yang menyenangkan hati. Dan sebaik-baik perhiasan yang menyenangkan itu adalah wanita yang sholihah/baik” (HR. Muslim dan an-Nasa’i)

Di sini jelas, betapa tingginya nilai wanita shaliha itu. Dia paling baik di antara hal yang mesti disenangi manusia. Berarti sudah merupakan puncak yang tiada saingannya lagi.

Bilaa kita perbandingkan, kejadian manusia itu sendiri adalah bentuk yang paling baaik. Seperti firman Alloh swt dalam surat at-Tin:

“ Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. kemudian Kami kembalikan Dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. at-Tin:4-6)

Di dalam ayat itu dinyatakan, manusia dibuat dalam bentuk yang paling baik. Di balik bentuknya yang paling baik, ternyata disebutkan, akan dikembalikan menjadi sesuatu yang paling rendah di antara yang rendah, kecuali yang beriman dan berbuat baik. Kalau diperbandingkan, wanita disebut hiasan yang paling menyenangkan berarti di balik itu ada yang bahkan paling tidak menyenangkan. Ya, memang betul demikian adanya. Hasil perbandingan itu diperkuat atau punya alas an hadits Nabi saw:

“Di antara (unsur) kebahagiaan anak adam (manusia) adalah tiga hal. Dan di antara (unsur) sengsaranya ibnu Adam ada tiga (juga). Di antara unsure kebahagiaan manusia yaitu, wanita/isteri yang shalihah/ baik, tempat tinggal yang baik, dan kendaraan yang baik. Dan diantara (unsur) penderitaan manusia adalah: wanita/isteri yang buruk (tidak shalihah), tempat tinggal yang jelek, dan kendaraan yang jelek.” (HR. Ahmad, at-Thobroni, dan al-Bazzar dari Sa’ad bin Abi Waqosh)

Nah, dalam hadits itu dijelaskan, wanita/isteri yang sholihah adalah unsur kebahagiaan. Tapi sebaliknya, wanita/ isteri yang jahat adalah unsure penderitaan. Dalam hadits itu ternyata wanita atau isteri disebut sebagai unsure pertama dalam hal kebahagiaan maupun kesengsaraan. Wanita diucapkan dalam deretan yang pertama dari tiga unsur kebahagiaan maupun kesengsaraan. Jadi wanita merupakan unsure yang paling ekstrim, sebagai andalan. Berarti sejalan pula dengan pernyataan perbandingan tadi. Bahwa wanita shalihah itu paling menyenangkan, tapi sebaliknya, wanita yang bukan shalihah itu adalah paling menyebalkan.


Wanita shalihah dan suami takwa
Nabi saw  membela dan mengangkat martabat wanita, sampai memuji dan menyebutkan fungsi kedudukan wanita shalihah lagi menyenangkan. Hal itu bisa disimak pandangan Rosululloh saw, yang memuji wanita sholihah:

“Tidak ada keuntungan orang mukmin setelah taqwa kepada Alloh azza wa Jalla yang lebih baik baginya dibandingkan mempunyai isteri yang sholihah/baik. Apabila dia (lk) menyuruhnya maka ditaati. Apabila dia (lk) melihatnya, maka isteri itu menggembirakannya. Apabila ia memberi bagian padanya maka dia menerimanya dengan baik. Dan apabila ia tidak ada dirumah maka isteri yang sholihah itu tetap memurnikan cintanya untuk sang suami dalam menjaga dirinya sendiri dan harta suaminya” (HR. Ibnu Majah dari Abi Umamah, berderajat hasan/ baik)

Jelas sekali pujian Rosululloh saw terhadap derajat wanita yang sholihah. Smpai didudukkan sebagai hal yang paling menguntungkan bagi orang yang taqwa. Berarti dijadikan pendamping paling baik bagi para muttaqin. Sedang derajat takwa itu adaalah derajat paling tinggi di hadapan Alloh swt:

“… Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. …” (QS. Al Hujuraat: 13).

Jadi, posisi wanita sholihah itu memang benar-benar terpuji dan mulia, sebab dijadikan pendamping orang yang bertaqwa alias yang paling mulia di sisi Alloh swt, dengan disebut sebagai unsure yang paling memberikan keuntungan. Sedang yang menilai derajat tingginya itu ternyata adalah Rosululloh saw lewat hadits tersebut diatas.

Kita percaya, aapa yang disabdakan itu pasti betul. Maka, sebagai penganut ajaran suci dari Nabi Muhammad saw, seharusnya kita berlombaa membina wanita, baik itu isteri kita, keluarga kita maupun kerabat agar mencapai derajat prestasi unggul yang sesuai dengan anjuran beliau, yaitu wanita sholihah. Mungkin bisa kita mulai dari sekarang. Mari kita berlomba membentuk wanita sholihah dalam keluarga dan masyarakat islam. Mudah-mudahan hal ini bisa kita laksanakan. Aamiin


25 Mei 2012

Nilai Kepemimpinan Laki-laki dan Kepatuhan wanita, Bagian I


 

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللَّهُ وَاللاتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوا عَلَيْهِنَّ سَبِيلا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا

kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka wanita yang salehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri [Maksudnya: tidak berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya] ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)[ Maksudnya: Allah telah mewajibkan kepada suami untuk mempergauli isterinya dengan baik]…”. 
(QS. An-Nisa: 34).


Laki-laki Pemimpin
Ayat ini menegaskan tentang kaum lelaki adalah pemimpin wanita, pembesarnya, hakim atasnya, dan pendidiknya. Karena lelaki itu lebih utama dan lebih baik, sehingga kenabian dikhususkan pada kaum lelaki, dan demikian pula kepemimpinan tertinggi. Karena Nabi saw bersabda:

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.” (HR. al-Bukhori dari hadits Abdurrahman bin Abi Bakrah dari ayahnya).

Ibnu katsir melanjutkan, dan demikian pula (khusus untuk lelaki) jabatan qodho’/kehakiman dan hal-hal lainnya. Karena laki-laki telah menafkahkaan sebagian dari harta mereka, yaitu berupa mahar/ maskawin, nafkah-nafkah dan beban-beban yang diwajibkan Alloh atas lelaki untuk menjamin perempuan. Maka dalam diri lelaki itu ada kelebihan dan keutamaan atas perempuan, hingga sesuailah kalau lelaki itu menjadi pemimpin atas perempuan. Sebagaimana firman Alloh Ta’ala:

Dan laki-laki memiliki satu derajat lebih atas wanita” (lihat Tafsir Ibnu Katsir, Juz I, hal 608, atau juz II, hal 292 tahqiq Sami as-Salamah).

Penjelasan ibnu Katsir itu ada rincian yang senada yaitu perkataan Abu as-Su’ud: “Dan pengutamaan bagi kaum laki-laki itu karena kesempurnaan akal, bagusnya pengaturan, kesungguhan pandangan, dan kelebihan kekuatannya. Oleh karena itu ada kekhususan bagi laki-laki yaaitu mengenai an-nubuwwah (kenabian), al-imamah (kepemimpinaan), al-wilayah (kewalian), as-syahadah (kesaksian-dalam perkara pidana, wanita tidak boleh jadi saksi, hanya khusus lelaki-pen), jihad dan hal-hal lainnya. (irsyaadul ‘Aqlis Saliim, 1/339)


Wanita sholihah

Selanjutnya, Alloh swt berfirman: “sebab itu Maka wanita yang salehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri” [Maksudnya: tidak Berlaku serong ataupun curang serta memelihara rahasia dan harta suaminya] “ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)…”. (QS. An-Nisa: 34).

Ini adalah rincian keadaan wanita di bawah kepemimpinan lelaki. Alloh swt telah menyebutkan bahwa wanita itu ada dua macam. Yang satu adalah wanita-wanita sholihah muthi’ah (baik lagi taaat) dan yang lain adaalah ‘ashiyah mutamarridah (bermaaksiat lagi menentang).

Wanita-wanita shalihah muthi’ah adalah ta’at kepada Alloh dan suaminya, melaksanakaan hak-hak dan kewajiban yang ada pada dirinya, menjaga dirinya dari kekejian (zina), dan menjaga harta suaminya dari pemborosan. Sebagaimana mereka menjaga hal-hal yang berlangsung aantara dirinya dan suaminya yang wajib disembunyikan dan menjaga baik-baik kerahasiaannya. Di dalaam hadits disebutkan:

Sesungguhnya termasuk sejelek-jelek manusia bagi Alloh tempatnya di hari kiamat, (yaitu) laki-laki yang menggauli (menyetubuhi) isterinya dan isterinya pun menggaulinya, kemudian salah satunya menyiarkan rahasia teman bergaulnya itu” (HR. Muslim dan Abu Daud)


Keadaan masyarakat Jahil

Aturan dalam al-qur’an telah tegas dan jelas, lelaki itu pemimpin atas wanita, sedangkan wanita itu dipentingkan ketaatannya kepada Alloh, RosulNya, dan kepada suaminya. Namun, kepemimpinan lelaki ataupun ketaatan wanita seakan tidak dianggap penting dalam dunia jahil. Hingga muncul kondisi yang ironis, tidak sesuai aturan. Ada wanita yang di angkat-angkat oleh orang-orang jahil melebihi qodratnya dan melanggar aturan agama. Sebaliknya, ada wanita-wanita yang diperlakukan oleh orang-orang jahil sebagai barang mainan, yang hal itu melanggar kodratnya atau fitrahnya, disamping melanggar aturan agama. Seharusnya, wanita mendapat perlindungan, pemeliharaan dari para suami dan bahkan masyarakat islam. Namun, justru wanita dijadikan alat untuk melariskan hal-hal yang tak terpuji atau tak sesuai dengan ajaran islam, misalnya tontonan. Sehingga wanita yang sebenarnya terhormat itu kemudian dijadikan bahan tontonan. Ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya jadi penyanyi, penjoget, pelawak, pelaku adegan-adegan film atau sinetron tak senonoh yang ditonton banyak orang. Ada orang tua dan suami-suami yang merelakan wanitanya dijadikan pajangan untuk menarik pembeli atau konsumen di toko-toko, di bank-bank, di pameran-pameran perdagangan, di hotel-hotel dan sebagainya. Jual beli antara lelaki dan perempuan pada asalnya mubah, boleh-boleh saja. Tetapi sekarang wanita di pertokoan bukan sekedar sebagai pelayan, namun sebagai alat penarik konsumen, hingga wanita-wanita pelayan itu diseragami pakaian yang setengah telanjang. Ini sudah bertentangan denganaturan islam. Dan bahkan ada orang tua atau suami yang merelakan wanitanya dijadikan mainan oleh orang lain. Na’uudzu billahi min dzaalik. Lelaki yang demikian itu adalah dayyuts, tidak merasa cemburu terhadap keluarganya yang berb uat sesuatu dengan laki-laki lain. Berdasarkan hadits Rosululloh saw, surga haram atas lelaki dayyuts.

“Tida orang yang tidak masuk surga (yaitu): orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, dayyuts (laki-laki yang membiarkan kemaksiatan pada keluarganya), dan perempuan yang menyerupakan dirinya dengan laki-laki” (HR. al-Hakim dan al-Baihaqi, hadits hasan dari Ibnu Umar)

Jadi, lelaki yang melakukan isterinya ataupun anak-anaknya dijadikan pajangan padahal seharusnya lelaki itu punya rasa cemburu dan menjaganya, namun justru merelakannya, maka bisa dimasukkan dalam lingkungan yang mengarah pada dayyuts. Maka betapa ruginya. Akibat merelakan keluarganya (yang wanita) dijadikan pajangan itu kemudian menjadikan haramnya surga baginya. Ia tidak akan masuk surga. Sehingga, hanya kerugianlah yang didapat. Kesenangan di dunia tidak seberapa, namun haramnya surga telah mengancamnya. Inilah yang mesti kita berhati-hati benar dalam hal menjaga diri dan keluarga kita.


Dianggap lumrah, biasa

Sangat disayangkan sekali, dunia jahil telah memupuk aneka macam pelanggaran seperti tersebut diatas menjadi pemandangan yang biasa. Dianggapnya tidak ada masalah. Padahal, semua tontonan dan pekerjaan yang menarik konsumen dengan cara memajang wanita itu sudah mengikuti bujukan setan, sekaligus  melanggar aturan Alloh. Alloh swt memerintahkan agar kita menahan sebagian pandangan kita terhadap lain jenis, Alloh swt berfirman:

 

قُلْ لِلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الإرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى عَوْرَاتِ النِّسَاءِ وَلا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“ Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka perbuat". Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka Menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah Menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nuur: 30-31)



Bersambung……


Oleh: H. Hartono Ahmad Jaiz