23 Maret 2012

Syirik Penyebab Kerusakan Dan Bahaya Besar

        Islam adalah agama yang datang untuk menegakkan tauhid, yaitu meng-Esa-kan Allah. Sebagaimana kita telah bersaksi dalam setiap harinya paling tidak dalam shalat kita. (أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ), yang bermakna tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad utusan Allah. Yang mana pada kalimat (لاَ إِلَهَ) terdapat makna penafian (peniadaan) sesembahan selain Allah dan (إِلاَّ اللهُ) menetapkan sesembahan untuk Allah semata. Tetapi begitu banyak umat Islam yang tidak konsisten kepada tauhid, mereka tidak lagi menyembah kepada Allah semata. Bahkan banyak di antara mereka yang berbuat syirik, menyembah kepada selain Allah baik langsung maupun tak langsung, baik disengaja maupun tidak. Banyak di antara mereka yang pergi ke dukun-dukun, paranormal, tukang santet, tukang ramal, mencari pengobatan alternatif, mencari penglaris, meminta jodoh dan lain sebagainya. Dan yang lebih memprihatinkan lagi wahai kaum muslimin ... banyak umat Islam yang berbuat syirik tapi mereka berkeyakinan bahwa perbuatannya itu adalah suatu ibadah yang disyari’atkan dalam Islam (padahal tidak demikian). Inilah penyebab utama terjadinya musibah di negeri kita dan di negeri saudara-saudara kita, disebabkan umat tidak lagi bertauhid dan banyak berbuat syirik.
Allah menurunkan agama tauhid ini untuk mengangkat derajat dan martabat manusia ke tempat yang sangat tinggi dan mulia. Di akhirat kita dimasukkan ke dalam Surga dan di dunia kita akan diberikan kekuasaan. Dan Allah menurunkan agama tauhid ini untuk membebaskan manusia dari kerendahan dan kehinaan yang di akibatkan oleh perbuatan syirik. Sebagai firman Allah:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan mengukuhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar(keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahKu dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (An-Nur: 55).
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam barsabda:
مَنْ مَاتَ لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ، وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ.
“Barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) tidak berbuat syirik kepada Allah sedikitpun, niscaya akan masuk Surga. Dan barangsiapa meninggal dunia (dalam keadaan) berbuat syirik kepada Allah, niscaya akan masuk Neraka.” (HR. Muslim).
Syirik adalah sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi, karena perbuatan syirik (menyekutukan Allah) menyebabkan kerusakan dan bahaya yang besar, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Di antara kerusakan dan bahaya akibat perbuatan syirik adalah:

Pertama: Syirik merendahkan eksistensi kemanusiaan
Syirik menghinakan kemuliaan manusia, menurunkan derajat dan martabatnya. Sebab Allah menjadikan manusia sebagai hamba Allah di muka bumi. Allah memuliakannya, mengajarkan seluruh nama-nama, lalu menundukkan baginya apa yang ada di langit dan di bumi semuanya. Allah telah menjadikan manusia sebagai penguasa di jagad raya ini. Tetapi kemudian ia tidak mengetahui derajat dan martabat dirinya. Ia lalu menjadikan sebagian dari makhluk Allah sebagai Tuhan dan sesembahan. Ia tunduk dan menghinakan diri kepadanya.
Ada sebagian dari manusia yang menyembah sapi yang sebenarnya diciptakan Allah untuk manusia agar hewan itu membantu meringankan pekerjaannya. Dan ada pula yang menginap dan tinggal di kuburan untuk meminta berbagai kebutuhan mereka. Allah berfirman:
“Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) di buat orang. (Berhala-berhala) itu benda mati, tidak hidup, dan berhala-berhala itu tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan”. (Al-Hajj: 20-21)
“Barangsiapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung atau diterbangkan angin ketempat yang jauh”. (Al-Hajj: 31)

Kedua: Syirik adalah sarang khurofat dan kebatilan
Dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan perbuatan syirik, “barang dagangan” dukun, tukang nujum, ahli nujum, ahli sihir dan yang semacamnya menjadi laku keras. Sebab mereka mendakwahkan (mengklaim) bahwa dirinya mengetahui ilmu ghaib yang sesungguhnya tak seorangpun mengetahuinya kecuali Allah. Jadi dengan adanya mereka, akal kita dijadikan siap untuk menerima segala macam khurofat/takhayul serta mempercayai para pendusta (dukun). Sehingga dalam masyarakat seperti ini akan lahir generasi yang tidak mengindahkan ikhtiar (usaha) dan mencari sebab serta meremehkan sunnatullah (ketentuan Allah).

Ketiga: Syirik adalah kedholiman yang paling besar
Yaitu dhalim terhadap hakikat yang agung yaitu (Tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah). Adapun orang musyrik mengambil selain Allah sebagai Tuhan serta mengambil selainNya sebagai penguasa. Syirik merupakan kedhaliman dan penganiayaan terhadap diri sendiri. Sebab orang musyrik menjadikan dirinya sebagai hamba dari makhluk yang merdeka. Syirik juga merupakan kezhaliman terhadap orang lain yang ia persekutukan dengan Allah karena ia telah memberikan sesuatu yang sebenarnya bukan miliknya.

Keempat: Syirik sumber dari segala ketakutan dan kecemasan
Orang yang akalnya menerima berbagai macam khurofat dan mempercayai kebatilan, kehidupannya selalu diliputi ketakutan. Sebab dia menyandarkan dirinya pada banyak tuhan. Padahal tuhan-tuhan itu lemah dan tak kuasa memberikan manfaat atau menolak bahaya atas dirinya.
Karena itu, dalam sebuah masyarakat yang akrab dengan kemusyrikan, putus asa dan ketakutan tanpa sebab merupakan suatu hal yang lazim dan banyak terjadi. Allah berfirman:
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang yang kafir rasa takut disebabkan mereka mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak memberikan keterangan tentang itu. Tempat kembali mereka adalah Neraka, dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang dhalim”. (Ali-Imran: 151)

Kelima Syirik membuat orang malas melakukan pekerjaan yang bermanfaat
Syirik mengajarkan kepada para pengikutnya untuk mengandalkan para perantara, sehingga mereka meremehkan amal shalih. Sebaliknya mereka melakukan perbuatan dosa dengan keyakinan bahwa para perantara akan memberinya syafa’at di sisi Allah. Begitu pula orang-orang kristen melakukan berbagai kemungkaran, sebab mereka mempercayai Al-Masih telah menghapus dosa-dosa mereka ketika di salib. Sebagian umat Islam mengandalkan syafaat Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam tapi mereka meninggalkan kewajiban dan banyak melakukan perbuatan haram. Padahal Rasul Shallallaahu alaihi wa Sallam berkata kepada putrinya:
يَا فَاطِمَةُ بِنْتَ مُحَمَّدٍ، سَلِيْنِيْ مِنْ مَالِيْ مَا شِئْتِ لاَ أُغْنِيْ عَنْكِ مِنَ اللهِ شَيْئًا. (رواه البخاري).
“Wahai Fathimah binti Muhammad, mintalah dari hartaku sekehendakmu (tetapi) aku tidak bermanfaat sedikitpun bagimu di sisi Allah”. (HR. Al-Bukhari).

Keenam: Syirik menyebabkan pelakunya kekal dalam Neraka
Syirik menyebabkan kesia-siaan dan kehampaan di dunia, sedang di akhirat menyebabkan pelakunya kekal di dalam Neraka. Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya Surga dan tempatnya ialah Neraka, dan tidaklah ada bagi orang-orang dhalim itu seorang penolongpun”. (Al-Maidah: 72).

Ketujuh: Syirik memecah belah umat
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang memper-sekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. (Ar Ruum: 31-32)
Itulah berbagai kerusakan dan bahaya yang ditimbulkan perbuatan syirik. Yang jelas Syirik merupakan penyebab turunnya derajat dan martabat manusia ke tempat paling hina dan paling rendah. Karena itu Wahai hamba Allah, yang beriman ... Marilah kita bertaubat atas segala perbuatan syirik yang telah kita perbuat dan marilah kita peringatkan dan kita jauhkan masyarakat di sekitar kita, anggota keluarga kita, sanak famili kita, dari syirik kerusakan dan bahayanya. Agar kehinaan dan kerendahan yang menimpa ummat Islam segera berakhir, agar kehinaan dan kerendahan ummat Islam diganti menjadi kemuliaan.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ. فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Dari pembahasan di atas tadi, telah jelas bagi kita bahwa syirik adalah sebesar-besar dosa yang wajib kita jauhi. Kita harus bersih dari noda syirik. Harus selalu takut kita terjerumus kedalamnya, karena ia adalah dosa yang paling besar. Disamping itu, syirik dapat menghapuskan pahala amal shalih yang kita lakukan, atau menghalangi kita masuk jannah:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelummu:"Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapus amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65
Oleh: Rusdi Yazid

22 Maret 2012

Undangan, Hadirilah!!! Indonesia Tanpa JIL

 Undangan
"Buanglah JIL pada Tempatnya"
#FOS ARMI present
=Indonesia Tanpa JIL=

Hadirilah Bedah Buku :
:: Islam Liberal 101 ::

Bersama Akmal Syafril dan sharing aktifis
ahad, 25 Maret 2012.
Komplek Masjid Raya Bogor (Kantor MUI /Gd.PPIB). Jam 08.30-dzuhur

Ajak saudara dan Teman-teman Anda

ISLAM BUKAN LIBERAL, LIBERAL BUKAN ISLAM


Mohon bantu Sebarkan

Cp: 08770358337
082133212956

16 Maret 2012

Urgensi Tauhid Dalam Mengangkat Derajat dan Martabat Kaum Muslimin


Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal, menurut tuntunan Islam, tauhidlah yang akan menghantarkan manusia kepada kehidupan yang baik dan kebahagiaan yang hakiki di alam akhirat nanti. Dan amal yang tidak dilandasi dengan tauhid akan sia-sia, tidak dikabulkan oleh Allah dan lebih dari itu, amal yang dilandasi dengan syirik akan menyengsarakannya di dunia dan di akhirat. Sebagaimana Allah berfirman:
“Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) sebelum kamu, ‘jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. Karena itu, maka hendaklah Allah saja yang kamu sembah dan hendaklah kamu termasuk orang-orang yang bersyukur”. (Az-Zumar: 65-66)
Tauhid bukan sekedar mengenal dan mengerti bahwa pencipta alam semesta ini adalah Allah, bukan sekedar mengetahui bukti-bukti rasional tentang kebenaran wujud (keberadaan)Nya dan wahdaniyah (keesaan)Nya dan bukan pula sekedar mengenal Asma’ dan sifatNya.
Iblis mempercayai bahwa Tuhannya adalah Allah, bahkan mengakui keesaaan dan kemahakuasaan Allah dengan permintaannya kepada Allah melalui Asma dan sifat-Nya. Kaum Jahiliyah Kuno yang dihadapi Rasulullah juga meyakini bahwa pencipta. Pengatur, Pemelihara dan Penguasa alam semesta ini adalah Allah. Sebagaimana Allah berfirman:
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah.” (Luqman: 25).
Namun kepercayaan mereka dan keyakinan mereka itu belumlah menjadikan mereka sebagai makhluk yang berpredikat Muslim, yang beriman kepada Allah. Dari sini lalu timbullah pertanyaan: “Apakah hakikat tauhid itu?”
Hakikat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: menghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekuen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya. Untuk inilah sebenarnya manusia diciptakan Allah. Dan sesungguhnya misi para Rasul adalah untuk menegakkan tauhid. Mulai Rasul yang pertama, Nuh, hingga Rasul terakhir, yakni nabi Muhammad saw. Sebagaimana firman Allah:
Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahKu.” (Adz-Dzariyat: 56).
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah thaghut.” (An-Nahl: 36)
Sesungguhnya tauhid tercermin dalam kesaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah. Maknanya, tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan tidak ada ibadah yang benar kecuali ibadah yang sesuai dengan tuntunan rasul yaitu As-Sunnah. Orang yang mengikrarkannya akan masuk Surga selama tidak dirusak syirik atau kufur akbar.
Sebagaimana firman Allah:
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang, mendapat petunjuk.” (Al-An’am: 82)
Abdullah bin Mas’ud meriwayatkan, “Ketika ayat ini turun, para sahabat merasa sedih dan berat. Mereka berkata siapa di antara kita yang tidak berlaku dzalim kepada diri sendiri lalu Rasul menjawab:
لَيْسَ ذَلِكَ، إِنَّمَا هُوَ الشِّرْكُ، أَلَمْ تَسْمَعُوْا قَوْلَ لُقْمَانَ لاِبْنِهِ: {يَا بُنَيَّ لاَ تُشْرِكْ بِاللهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ}. (متفق عليه).
“Yang dimaksud bukan (kedzaliman) itu, tetapi syirik. Tidak-kah kalian mendengar nasihat Luqman kepada puteranya, ‘Wahai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah. Sesungguhnya mempersekutukan Allah benar-benar suatu kedzaliman yang besar.” (Luqman: 13) (Muttafaqun alaih).
Ayat ini memberi kabar gembira kepada orang-orang yang beriman yang mengesakan Allah. Orang-orang yang tidak mencampur-adukkan antara keimanan dengan syirik serta menjauhi segala perbuatan syirik. Sungguh mereka akan mendapatkan keamanan yang sempurna dari siksa Allah di akhirat. Mereka itulah yang mendapatkan petunjuk di dunia.
Jika dia adalah seorang ahli tauhid yang murni dan bersih dari noda-noda syirik serta ikhlas mengucapkan “laa ilaaha illallah” maka tauhid kepada Allah menjadi penyebab utama bagi kebahagiaan dirinya, serta menjadi penyebab bagi penghapusan dosa-dosa dan kejahatannya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam sabda Rasulullah yang diriwayatkan ‘Ubadah bin Ash-Shamit:
مَنْ شَهِدَ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ عِيْسَى عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَكَلِمَتُهُ أَلْقَاهَا إِلَى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِنْهُ، وَالْجَنَّةُ حَقٌّ وَالنَّارُ حَقٌّ، أَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّهَ عَلَى مَا كَانَ مِنَ الْعَمَلِ. (رواه البخاري ومسلم).
“Barangsiapa bersaksi bahwa tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Allah semata, tiada sekutu bagiNya, dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, dan (bersaksi) bahwa Isa adalah hamba Allah, utusanNya dan kalimat yang disampaikanNya kepada Maryam serta ruh dari padaNya, dan (bersaksi pula bahwa) Surga adalah benar adanya dan Nerakapun benar adanya maka Allah pasti akan memasukkan ke dalam Surga, apapun amal yang diperbuatnya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Maksudnya, segenap persaksian yang dilakukan oleh seorang Muslim sebagaimana yang terkandung dalam hadist tadi berhak memasukkan dirinya ke Surga. Sekalipun dalam sebagian amal perbuatannya terdapat dosa dan maksiat. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam hadist qudsi, Allah berfirman:
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتني بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطَايَا، ثُمَّ لَقِيْتَنِيْ لاَ تُشْرِكُ بِيْ شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً. (حسن، رواه الترمذي والضياء).
“Hai anak Adam, seandainya kamu datang kepadaKu dengan membawa dosa sepenuh bumi, sedangkan engkau ketika menemuiKu dalam keadaan tidak menyekutukanKu sedikitpun, niscaya aku berikan kepadamu ampunan sepenuh bumi pula.” (HR. At-Tirmidzi dan Adh-Dhiya’, hadist hasan).
Hadist tersebut menegaskan tentang keutamaan tauhid. Tauhid merupakan faktor terpenting bagi kebahagiaan seorang hamba. Tauhid merupakan sarana paling agung untuk melebur dosa-dosa dan maksiat.
Jika tauhid yang murni terealisasi dalam hidup seseorang, baik secara pribadi maupun jama’ah, niscaya akan menghasilkan buah yang sangat manis. Di antara buah manis yang didapat adalah:
  1. Tauhid memerdekakan manusia dari segala per-budakan dan penghambaan kecuali kepada Alah. Memerdeka-kan fikiran dari berbagai khurofat dan angan-angan yang keliru. Memerdekakan hati dari tunduk, menyerah dan menghinakan diri kepada selain Allah Memerdekakan hidup dari kekuasaan Fir’aun, pendeta dan thaghut yang menuhankan diri atas hamba-hamba Allah.
  2. Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh. Arah hidup-nya jelas, tidak menggantungkan diri kepada Allah. Kepada-Nya ia berdo’a dalam keadaan lapang atau sempit.
    Berbeda dengan seorang musyrik yang hatinya terbagi-bagi untuk tuhan-tuhan dan sesembahan yang banyak. Suatu saat ia menyembah orang yang hidup, pada saat lain ia menyembah orang yang mati. Orang Mukmin menyembah satu Tuhan. Ia mengetahui apa yang membuatNya ridla dan murka. Ia akan melakukan apa yang membuatNya ridha, sehingga hati menjadi tentram. Adapun orang musyrik, ia menyembah tuhan-tuhan yang banyak. Tuhan ini menginginkan ke kanan, sedang tuhan yang lainnya menginginkan ke kiri.
  3. Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan. Tidak merasa takut kecuali kepada Allah. Tauhid menutup rapat celah-celah kekhawatiran terhadap rizki, jiwa dan keluarga. Ketakutan terhadap manusia, jin, kematian dan lainnya menjadi sirna. Seorang Mukmin hanya takut kepada Allah. Karena itu ia merasa aman ketika kebanyakan orang merasa ketakutan, ia merasa tenang ketika mereka kalut.
  4. Tauhid memberikan nilai Rohani kepada pemilik-nya. Karena jiwanya hanya penuh harap kepada Allah, percaya dan tawakal kepadaNya, ridha atas qadar (ketentuan) Nya, sabar atas musibah serta sama sekali tak mengharap sesuatu kepada makhluk. Ia hanya menghadap dan meminta kepadaNya. Bila datang musibah ia segera mengharap kepada Allah agar segera dibebaskan darinya. Ia tidak meminta kepada orang-orang mati. Syi’ar dan semboyannya adalah sabda Rasul:

إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ، وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ. (رواه الترمذي وقال حسن صحيح).
Bila kamu meminta maka mintalah kepada Allah. Dan bila kamu memohon pertolongan maka mohonlah kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata hadits hasan shahih)
  1. Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan keadilan. Karena tauhid tidak membolehkan pengikutnya mengambil tuhan-tuhan selain Allah di antara sesama mereka. Sifat ketuhanan hanya milik Allah satu-satunya dan semua manusia wajib beribadah kepadaNya. Segenap manusia adalah hamba Allah dan yang paling mulia di antara mereka adalah Muhammad saw kemudian orang yang paling bertaqwa.
Itulah buah manis dari Tauhid yang akan membebaskan pelakunya dari kehinaan dan kesengsaraan dan Tauhidlah yang akan mengembalikan kehormatan Islam dan Muslimin, mengembalikan harga diri dan kemuliaan Islam dan Muslimin, dan menaikkan derajat dan martabat Islam dan Muslimin di atas segala kehinaan yang selama ini dialami oleh kaum Muslimin.
Kemudian, dari penjelasan diatas dapat kita tarik kesimpulan sebagai berikut:
  1. Tauhid adalah pegangan pokok dan sangat menentukan bagi kehidupan manusia, karena tauhid menjadi landasan bagi setiap amal yang dilakukannya.
  2. Hakekat Tauhid, ialah pemurnian ibadah kepada Allah, yaitu: meghambakan diri hanya kepada Allah secara murni dan konsekwen, dengan mentaati segala perintahNya dan menjauhi segala laranganNya dengan penuh rasa rendah diri, cinta, harap dan takut kepadaNya.
  3.  Tauhid menyebabkan pemiliknya dihapuskan dari segala dosa.
  1. Tauhid yang terealisasi dalam hidup seseorang, akan menghasilkan buah yang sangat manis, yaitu:
  • Tauhid memerdekakan manusia dari segala perbudakan dan penghambaan.
  • Tauhid membentuk kepribadian yang kokoh.
  • Tauhid mengisi hati para ahlinya dengan keamanan dan ketenangan.
  • Tauhid memberikan nilai ruhiyah kepada pemiliknya.
  • Tauhid merupakan dasar persaudaraan dan persamaan.
Karena itu, marilah pada kesempatan kali ini kita berdo’a kepada Allah, memohon ampunan atas segala dosa syirik yang pernah kita lakukan dan kita memohon agar kita dijauhkan dari segala perbuatan syirik dan pelaku-pelakunya. Kemudian pula kita memohon kepada Allah agar kita dihindarkan dari kehinaan dan diangkat derajat kita di dunia dan di Akhirat.

 (Andri Sugeng Prayoga)

09 Maret 2012

Fatwa Seputar Hipnotis

Fatwa Lajnah Da’imah (Komisi Khusus Bidang Riset Ilmiah dan Fatwa) Saudi Arabia

Pertanyaan

Apa hukumnya hipnotis?

dimana dengan  kemampuan hipnotis tersebut, pelakunya dapat menerawangkan fikiran korban, lalu mengendalikan dirinya dan bisa membuatnya meninggalkan sesuatu yang diharamkan, sembuh dari penyakit tegang otot atau melakukan pebuatan yang dimintanya tersebut?
Jawaban Lajnah Da’imah sebagai berikut:


Pertama : (pendahuluan)

Ilmu tentang hal-hal yang ghaib merupakan hak mutlak Allah Ta’ala , tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang mengetahui, baik itu jin atau pun selain mereka, terkecuali Allah Ta’ala mengabarkan hal gaib tersebut kepada orang yang dikehedaki-Nya seperti kepada para malaikat atau para rasul-Nya berupa wahyu.

Dalam hal ini, Allah Ta’ala berfirman.

“Katakanlah. Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah Ta’ala” [An-Naml : 65]

Dia juga berfirman berkenaan dengan Nabi Sulaiman dan kemampuannya menguasai bangsa jin.
“Maka tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya, mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan” [QS.Saba : 14]


Demikian pula firman-Nya.

“(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang ghaib, maka Dia pun tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan dibelakangnya” [QS. Al-Jin : 26-27]

Dalam sebuah hadits yang shahih dari An-Nuwas bin Sam’an Radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

“Bila Allah ingin memerintahkan suatu hal, Dia pun menyampaikan melalui perantaraan wahyu. Lalu langit menjadi bergemuruh –dalam riwayat lain : bergemuruh yang amat sangat seperti disambar petir- karena rasa takut kepada Allah. Bila hal itu didengarkan oleh para penghuni langit, mereka pun pingsan dan bersimpuh sujud kepada Allah. Lalu yang pertama siuman adalah Jibril, maka Allah menyampaikan wahyu yang dikehendaki Nya kepada Jibril,

lalu Jibril pun berkata, “Allah telah berfirman yang haq dan Dialah Yang Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. Semua para malaikat pun mengatakan hal yang sama seperti yang telah dikatakan oleh Jibril. Lantas sampailah wahyu melalui Jibril hingga kepada apa yang diperintahkan oleh Allah Ta’ala terhadapnya” [As-Sunnah, Ibnu Abi Ashim, hal. 515; Shahih Ibnu Khuzaimah, kitab At-Tauhid, Juz I hal. 348-349, Al-Asma wa Ash-Shifat,Al-Baihaqy, hal.435, dan pengarang selain mereka. Dan didalam sanadnya terdapat periwayat bernama Nu’aim bin Hammad, dia seorang Mudallis (suka menyamarkan berita) dan dia meriwayatkannya dengan metode periwayatan an-an (mengatakan : dari si fulan, dari si fulan)]

Di dalam hadits Shahih yang lain dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda :

“Bila Allah telah memutuskan suatu perkara dilangit, para malaikat mengepakkan sayap-sayapnya sebagai (refleksi) ketundukan terhadap firman-Nya, seakan-akan seperti rantai yang di pukulkan diatas batu besar yang licin. apabila rasa takut itu sudah hilang dari hati mereka, mereka bertanya “Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?”. Mereka yang lain menjawab, “ Allah telah berfirman dengan yang Hak dan Dialah Maha Tinggi Lagi Maha Besar”.

Lalu kabar tersebut didengar oleh para pencuri berita dilangit, dan para pencuri berita langit dengan lainnya itu seperti ini, yang satu di atas yang lainnya (estafet). (Sufyan, periwayat hadits ini menggambarkan dengan tangannya ; merenggangkan jemari tangan kanannya, menegakkan sebagian ke atas sebagian yang lain).

Bisa jadi pencuri langit tersebut mendengar sebagian percakapan (para malaikat) kemudian menyampaikan berita tersebut kepada yang dibawahnya dan seterusnya sampai ketelinga para dukun dan tukang sihir,

Atau bisa jadi para pencuri langit terbakar oleh panah api sebelum bisa menyampaikan berita, atau terbakar setelah menyampaikannya, maka para dukunpun berdusta dengan seratus kedustaan,  maka mereka pun berkata, ‘Bukankah dia telah memberitahukan kepada kita pada hari anu dan anu terjadi begini dan begitu,dan ternyata benar ” dan dukunpun dipercaya hanya karena sedikit berita yang didengar dari pencuri kabar dilangit.” [Shahih Al-Bukhari, Kitab At-Tafsir, no. 4701]

Maka, tidak boleh meminta pertolongan kepada jin dan para makhluk selain mereka untuk mengetahui hal-hal ghaib, baik dengan cara memohon dan mendekatkan diri kepada mereka, member sesajen ataupun lainnya. Bahkan itu adalah perbuatan syirik karena ia merupakan jenis ibadah padahal Allah telah memberitahukan kepada para hamba-Nya agar mengkhususkan ibadah hanya untuk-Nya semata, yaitu agar mereka mengatakan, “Hanya kepada-Mu kami menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan”.

Juga telah terdapat hadits yang shahih dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwasanya beliau berkata kepada Ibnu Abbas, “Bila engkau meminta, maka mintalah kepada Allah dan bila engkau memohon pertolongan, maka mohonlah pertolongan kepada Allah” [HR Ahmad, no. 3699,273,2804 –versi analisis Syaikh Ahmad Syakir-, Sunan At-Turmudzi, kitab Shifah Al-Qiyamah, no. 2518]


Kedua : (hukum hipnotis)

Hipnotis merupakan salah satu jenis sihir (perdukunan) yang mempergunakan jin sehingga si pelaku dapat menguasai diri korban, lalu berbicaralah dia melalui lisannya dan mendapatkan kekuatan untuk melakukan sebagian pekerjaan setelah dirinya dikuasainya. Hal ini bisa terjadi, jika si korban benar-benar serius bersamanya dan patuh, (salah satunya yaitu bersedia untuk dihipnotis, merupakan salah satu kepatuhan terhadap syetan tersebut-red). Ini adalah imbalan untuk para penghipnotis karena perbuatan syirik yang mereka persembahkan kepada jin tersebut..

Jin tersebut membuat si korban berada di bawah kendali si pelaku untuk melakukan pekerjaan atau berita yang dimintanya. Bantuan tersebut diberikan oleh jin bila ia memang serius melakukannya bersama si pelaku.

Atas dasar ini, menggunakan hipnotis dan menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk menunjukkan lokasi pencurian, benda yang hilang, mengobati pasien, untuk mengetahui percintaan dari pasangan suami istri atau melakukan pekerjaan lain melalui si pelaku ini, tidak boleh hukumnya. Bahkan, ini termasuk syirik karena alasan di atas dan karena hal itu termasuk berlindung kepada selain Allah terhadap hal yang merupakan sebab-sebab biasa dimana Allah Ta’ala menjadikannya dapat dilakukan oleh para makhluk dan membolehkannya bagi mereka.

Wa Shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad Wa Alihi Wa Shahbihi Wa Sallam…
[sumber: Al Lajnah Ad Daimah lil buhuts wal ifta (komisi khusus bagian riset ilmiah dan fatwa) adalah sebuah lembaga riset dan fatwa di Negara Arab Saudi, yang beranggotakan para ulama yang terkemuka yang memiliki kapabilitas dibidangnya yang diakui dunia.]



Qorin

Setiap manusia disertai setan yang selalu menggodanya. Alloh berfirman:

 “Yang menyertai dia (Qorin) berkata (pula): “Ya Robb Kami, aku tidak menyesatkannya tetapi dia-lah (manusia) yang berada dalam kesesatan yang jauh”. {QS. Qof (50) : 27}.

Telah menceritakan kepada kami Harun, telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Wahab, dia berkata; telah menceritakan kepada kami Abu Shakhr dari Abi Qusaith, dia telah menceritakan bahwa ‘Urwah bin Az-Zubair, ia menceritakan bahwa Aisyah, istri Nabi telah menceritakan kepadanya; Pada suatu malam Rosululloh pergi dari sisinya, lalu (Aisyah) berkata;“Saya pun merasa cemburu kepadanya.”, (Aisyah) Berkata; “Lalu Rosululloh datang dan beliau melihat apa yang saya perbuat, maka beliau bersabda: “Kenapa kamu merasa cemburu wahai Aisyah!”, (Aisyah) Berkata; “Maka saya berkata; ‘Kenapa orang sepertiku tidak cemburu terhadap orang seperti engkau?”, maka Rosululloh bersabda: “Apakah kamu telah dikuasai setan kamu?” (Aisyah) berkata; “Wahai Rosululloh ! Apakah bersamaku setan?” Rosululloh bersabda: “Ya.” Saya (Aisyah) bertanya; “Adakah setiap manusia mempunyai se-tan? Rosululloh bersabda: “Ya.” Saya (Aisyah) berkata; “Bersamamu juga wahai Rosululloh ? Rosululloh bersabda: “Ya, hanya Tuhanku telah menolongku untuk melumpuhkannya sehingga saya selamat.” (HR. Ahmad, No. Hadits 23701).

Jadi, pada saat seseorang dihipnotis, maka yang berbicara itu sumbernya bukanlah dari (hati) orang yang terhipnotis tersebut, tetapi yang berbicara itu adalah Syetan-nya diri orang itu, yang selalu menyertainya kemanapun dia berada, sebab orang tersebut tidak ada perlindungan dari alloh swt untuk menghindarinya, salah satunya yaitu: melakukan adab-adab keseharian berdasarkan syari’at Islam. seperti, tata cara makan. Setan makan bersama manusia yang tak berdoa ketika mau makan. Setan makan dengan tangan kiri, sendirian dan dengan jari-nya. Rosululloh melarang makan dengan tangan kiri. Beliau menyuruh kita makan bersama-sama, mencuci tangan dan mulut sebelum dan sesudah makan.

“Sesungguhnya setan itu adalah perasa dan penjilat, karena itu berhati-hati dan jagalah diri kalian darinya. Siapa yang bermalam sementara di tangannya masih terdapat bau lemak daging, sehingga ia tertimpa sesuatu, maka janganlah ia mencela siapa pun kecuali dirinya sendiri.” (HR. Tirmidzi, No. Hadits 1782).

Kemudian adab masuk dan keluar rumah, yaitu dengan berdoa kepada Alloh. adab sebelum tidur, Rosululloh menyuruh kita mematikan lampu, menutup pintu, jendela, tempat-tempat penyimpanan air dan makanan dengan rapat sebelum tidur. Jika manusia tidur dan membaca doa sebelumnya, setan menjauhinya. Alloh menjaga orang yang sebelum tidur membaca doa. Jika manusia tidur tanpa berdoa, setan mengikat kepala-nya dengan tiga ikatan, jika ia bangun dan mengingat Alloh , terlepaslah satu ikatan, jika ia berwudhu terlepas lagi satu ikatan lainnya dan jika ia sholat terlepaslah ikatan yang terakhir. selain itu,  berdoa sebelum masuk kamar mandi (wc) serta memohon ampun kepada Alloh ketika keluar dari wc, yaitu berdoa: “gufrõnaka”. serta aktifitas keseharian lainnya haruslah berdasarkan syari’at Islam.



Kesimpulan :
Perkara ghaib hanyalah milik Allah, dan tidak ada yang bisa mengetahuinya kecuali melalui perantaraan wahyu.
  1. Para dukun, tukang sihir dan para jin saling tolong menolong untuk melakukan kesyirikan. Dan Jin mengabarkan berita masa depan yang dicuri dari langit yang bisa jadi dia terbakar sebelum bisa menyampaikannya, dan para tukang sihir ataupun dukun berbohong dengan seribu kebohongan. Namun, perkataan mereka dipercaya hanya karena kebetulan pernah satu kali benar dikarenakan berita langit yang sampai kepada mereka.
  2. Hukum hipnotis yang menggunakan para jin (ilmu gaib dan supra natural), walaupun hasilnya untuk pengobatan ataupun meninggalkan hal yang haram (mis: narkoba, dll) adalah termasuk bentuk kesyirikan. Maka hal ini terlarang.

Referensi: 
  1. Kumpulan Fatwa Lajnah Daimah, Juz 11, hal-400-402. 
  2. Serambimadinah.com [edit//Redaksi/.HASMI/]
  3. Hakikat Godaan Jin dan Setan, Dr. Jaudah Muhammad ‘Awad, diterjemah ringkas oleh Asri Ibnu Tsani, dalam bulletin an-Nur Th. V, No. 210/ Jum’at I/ Sya’ban 1420 H dan diterbitkan oleh Buletin Dakwah Nurul Haq No. NH / 182 / 11 / 04 Maret 2011 M / 29 Robi’ul Awwal 1432 H

Sanksi Pembunuhan Bagian II (Pembunuhan Murni karena Kesengajaan)


Saudaraku, ....Pembunuhan itu terbagi menjadi tiga jenis: Pertama, pembunuhan yang dilatarbelakangi oleh kekeliruan yang mirip dengan pembunuhan yang disengaja atau pembunuhan tidak terencana. kedua, pembunuhan yang murni karena tidak sengaja, seperti kecelakaan, kekeliruan (salah sasaran buruan binatang) dan semisalnya. Ketiga, Pembunuhan murni karena kesengajaan.

Pada edisi yang lalu, kami sudah bahas jenis pembunuhan ke satu dan ke dua. dan alhamdulillah pada edisi kali ini kami akan melanjutkan jenis pembunuhan yang ke tiga yaitu, Pembunuhan Murni karena Kesengajaan


Pembunuhan Murni karena Kesengajaan

yaitu seseorang berniat/bersengaja (untuk membunuh) orang lain yang dia ketahui berstatus ma’shum (jiwa dan hartanya terjaga) dengan menggunakan alat yang pada umumnya dapat digunakan untuk membunuh, baik dengan benda tajam, seperti pedang dan semisalnya, atau dengan benda tumpul seperti landasan besi (tempat penempaan untuk pandai besi) dan tongkat yang kuat. Atau dia menggunakan metode lain dalam membunuh orang tersebut, seperti dengan membakar, menenggelamkan, melemparnya dari tempat yang tinggi, mencekik, memegang (memencet) biji kemaluan hingga ruh orang tersebut melayang (mati), membekap wajahnya hingga mati, meminumkan racun kepadanya, atau dengan perbuatan-perbuatan lain yang semisal.

 Niat/bersengaja adalah syarat pembunuhan yang disengaja. “Diniatkan” tidak termasuk orang yang tidak meniatkan hal itu, (seperti jika) dia tidak bermaksud (membunuh) seseorang yang ma’shum (orang yang tidak boleh dibunuh). Dia hanya bermaksud melempar ke binatang buruan, lalu mengenai seseorang yang ma’shum, lalu ia terbunuh. Maka hal ini tidak disengaja. Begitu pula dengan, jika dia tidak mengetahuinya ma’shum, seperti jika dia melihat seseorang yang berjalan di barisan orang-orang kafir (dalam peperangan) lalu dia membunuhnya dengan sangkaan bahwa dia adalah kafir atau tidak ma’shum. Atau dia melihat seseorang yang telah murtad (dia mengira bahwa dia murtad [padahal dia muslim]), dan dia tidak kembali (memeluk) islam setelah diseru kepada islam, lalu dia membunuhnya, maka ini bukanlah kesengajaan, tetapi pembunuhan tidak disengaja karena ketidak-tahuan. Begitu pula jika dia melihat sesuatu yang menakutkan (dalam kegelapan), dia mengira pohon kurma, anjing, atau apa-apa yang serupa dengannya, lalu dia membunuhnya. Ini bukanlah kesengajaan karena dia tidak mengetahuinya (sebagai) orang yang ma’shum.

Adapun jika dia membunuh dengan menggunakan apa-apa (/alat) yang umumnya tidak dapat digunakan untuk membunuh, maka bukanlah kesengajaan. Atau jika dia memukulnya dengan tongkat yang kecil, lalu dia meninggal, maka ini bukanlah kesengajaan. Akan tetapi jika dia membunuh dengan alat (cara) yang pada umumnya bisa membunuh, maka hal itu adalah kesengajaan.

Apabila hal ini (pembunuhan dengan disengaja) dilakukan, Maka sanksi qishosh wajib (diberlakukan), yaitu kerabat terbunuh diberi kesempatan (untuk menetapkan hukuman) kepada pembunuh. Jika mereka mau, mereka bisa memilih satu di antara tiga alternatif, yaitu hukuman mati, memaafkan pelaku pembunuhan atau mengambil diyat dari keluarga pembunuh. Dan kerabat korban tidak boleh membunuh orang lain selain pembunuhnya, karena Alloh Ta’ala berfirman:

وَلا تَقْتُلُوا النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلا بِالْحَقِّ وَمَنْ قُتِلَ مَظْلُومًا فَقَدْ جَعَلْنَا لِوَلِيِّهِ سُلْطَانًا فَلا يُسْرِفْ فِي الْقَتْلِ إِنَّهُ كَانَ مَنْصُورًا

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk membunuhnya, melainkan dengan suatu alasan yang benar. dan Barangsiapa dibunuh secara zhalim, Maka Sesungguhnya Kami telah memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya dia adalah orang yang mendapatkan pertolongan.” (QS. Al-Isro’: 33)

Menurut salah satu pendapat, tafsir ayat ini adalah janganlah dia membunuh selain pelaku pembunuhan.

Alloh swt memberikan kekuasaan kepada ahli warisnya , yakni kekuasaan syar’i dan kekuasaan qodri (kewenangan menangkap dan lain-lain), kedua-duanya.

Kekuasaan syar’i adalah ahli waris diberi kesempatan membunuh si pembunuh berdasarkan syari’at. 

Kekuasaan qodri adalah karena pembunuh itu walaupun bersembunyi atau kabur, umumnya dia dapat ditangkap dan dibawa. Ini adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh fakta. 

Oleh karenanya Alloh berfirman: “Maka janganlah dia berlebih-lebihan dalam membunuh.” Seakan-akan dia pasti ditemukan adalah sesuatu yang sudah maklum. Akan tetapi janganlah dia melampaui batas dalam membunuh (membunuh selain pembunuh). Atau janganlah dia dibawa oleh semangat dan kebencian untuk membunuh melebihi pembunuhan (yang dilakukan) si pembunuh tersebut. contohnya, janganlah dia melakukan pembunuhan sadis terhadapnya (dalam menghukum mati) dan jangan pula dia membunuh dengan alat yang lebih keras dari alat yang digunakan pembunuh. akan tetapi (hendaknya) sama atau bahkan lebih ringan

Terhadap anggota tubuh (qishosh pada anggota tubuh), janganlah melebihi apa yang dipotong oleh orang yang melakukan pemotongan. Contohnya, jika dia memotongnya berawal dari persendian telapak tangan, maka janganlah dia memotong dari persendian siku. 

Akan tetapi, apakah memungkinkan (dibolehkan) untuk membius pelaku supaya dia tidak merasakan sakitnya pemotongan anggota tubuh? Jawabannya, tidak boleh. Jika hal ini dilakukan terhadapnya, makna qishosh menjadi kurang. Sebab, Orang yang menjadi korban merasakan sakitnya pemotongan dan hilangnya anggota tubuh. Oleh karena itu, kita menjadikan hal ini sama agar orang yang diqishosh merasakan sakitnya pemotongan dan hilangnya anggota tubuh.

Kekuasaan Qodri itu banyak terjadi. Seluruh kejadian-kejadian yang kita dengar menunjukkan bahwa hal itu terjadi. Akan tetapi, lihatlah firman Alloh! “Barangsiapa dibunuh secara zhalim,” karena terkadang dia berlaku zholim, lalu dia dibunuh oleh orang yang dizholimi, lalu pembunuh terkadang kabur dan tidak bisa ditangkap. Akan tetapi, barangsiapa yang membunuh orang yang dizholimi, maka orang ini –Subhanalloh- harus di tangkap. keputusan syari’at mempunyai peranan dalam hal ini, yakni Alloh swt memberikan bantuan dan pertolongan, dan pelaku akan dipersulit (hidupnya) oleh Alloh sehingga dia akan datang dan memberikan pengakuan.

Diriwayatkan dari Abu Syuroih al-khuza’i ra, dia berkata, “Rosululloh saw bersabda,
Barangsiapa yang ditimpa pembunuhan atau mengalami luka pada anggota badan, maka dia berhak memilih salah satu diantara tiga hal, jika dia menginginkan yang keempat maka cegahlah. Ketiga hal tersebut adalah menghukum mati, memaafkan atau mengambil diyat. Maka barangsiapa yang telah memilih salah satu dari ketiga hal tersebut kemudian ia berbuat aniaya, maka sesunguhnya baginya neraka Jahannam, dia kekal lagi dikekalkan di dalamnya selama-lamanya.” (HR. Abu Dawud)

Maka barangsiapa yang membunuh (si pembunuh atau kerabatnya) setelah memberikan maaf atau setelah mengambil diyat, maka hal tersebut merupakan dosa yang lebih besar dari pembunuhan yang dilakukan oleh pihak pertama. Jadi, membunuh si pembunuh setelah diambilnya diyat lebih besar dosanya dari pembunuhan pertama kali. hal ini disebabkan karena mereka itu menodai perjanjian. Karena pengambilan diyat sebagai ganti dari hukuman mati mempunyai kedudukan yang sama dengan perjanjian agar mereka tidak menghukum mati saudaranya. Maka jika dia menghukum mati, maka hal itu menjadi pelanggaran terhadap perjanjian dan pelanggaran terhadap kehormatan terpidana mati. adapun pembunuhan pertama kali, di dalamnya tidak terdapat kecuali pelanggaran terhadap kehormatan orang yang terbunuh saja. Oleh karenanya, hal ini menjadi lebih besar dosanya. Oleh karena itu Alloh swt berfirman: “Maka barangsiapa yang berlaku sewenang-wenang setelah itu, maka baginya adzab yang pedih.” 

Jika dia (keluarga korban) membunuh si pembunuh setelah diambilnya diyat, maka hal ini sangat biadab sehingga sebagian ulama berpendapat wajib membunuh orang tersebut sebagai bentuk hadd kepadanya dan perkara tersebut bukanlah urusan kerabat korban yang terbunuh. Alloh Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada pihak yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Robb-mu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih. dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. al-Baqoroh: 178-179)

Perhatikan ayat diatas!!! “dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu” . kalimat ini ringkas, tetapi mencakup makna yang besar. Terkadang orang menyangka bahwa qishosh itu menambah pembinasaan jiwa. Apabila seseorang membunuh kemudian dia dihukum mati, jadilah orang yang terbunuh itu ada dua orang. Apabila tidak dibunuh maka orang yang terbunuh itu hanya satu. Orang yang berprasangka itu menyangka bahwa qishash bertujuan menambah orang yang terbunuh. Alloh Ta’ala berfirman, “dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup”. Ada kehidupan. Apabila pembunuh diqishash, maka tidak ada seorangpun yang mengulangi hal seperti itu dan orang-orang tercegah darinya. Setiap orang juga menjadi takut untuk membunuh. Oleh karena itu Alloh swt berfirman, “ Wahai orang-orang yang berakal”. Alloh Ta’ala berbicara kepada manusia melalui (perantaraan) akal karena hal ini membutuhkan perhatian dan pecermatan dalam akibat-akibatnya. Selain itu dampak lainnya jika hukum Alloh tidak dilakukan adalah akan adanya fitnah dan permusuhan yang besar, (terkadang) akan ada bunuh membunuh yang dikarenakan dendam dan tidak akan ada habisnya pembunuhan tersebut, atau kedua pihak akan memiliki sekutu dari kaum yang lain dan akan menjadi perang yang besar. atau terkadang si pembunuh tidak mendapatkan hukuman dari perbuatannya disebabkan status dia (pembunuh) adalah orang yang dimuliakan dan dihormati sehingga mendorong kerabat orang yang dibunuh untuk melakukan pembalasan dengan membunuh kerabat si pembunuh yang berada dalam kekuasaan mereka. 

Semua itu disebabkan perbuatan mereka yang tidak mau menempuh jalur keadilan, yaitu dengan menerapkan qishosh dalam masalah pembunuhan. Maka Alloh swt telah menetapkan qishosh bagi kita yang mengandung keadilan dalam masalah pembunuhan dan Dia telah memberitahukan bahwa dalam qishosh terdapat kehidupan, karena qishosh akan menyelamatkan jiwa orang yang tidak bersalah dari kedua pihak yang bertikai (yaitu kerabat pihak yang membunuh dan yang terbunuh). Selain itu, qishosh merupakan metode yang adil, karena jika orang yang ingin membunuh itu mengetahui bahwa dia pun akan dibunuh (jika melakukan pembunuhan), niscaya dia akan menahan diri untuk membunuh orang lain.

Sumber:
  1. Politik Islam (Ta’liq Siyasah Syar’iyah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah), oleh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin –rohimahulloh-.