28 November 2011

Kajian Rutin Masjid al-Ikhlas

Kajian Umum Kitab Fathul Majid.

Oleh: Ustad Aminuddin.

Tempat: Masjid al-Ikhlas, jl. Dakota V, Rt: 012/09 Kebon Kosong, Kemayoran, Jakarta Pusat
Waktu: Setiap hari Ahad jam 20.00 WIB (Ba'da Isya) s/d selesai

24 November 2011

Umar bin Khoththob - bagian 1

Nama dan Kelahirannya.

Sekitar 13 tahun setelah kelahiran Rosululloh , datanglah waktu kelahiran pemuda ini, wajah al Khoththob bin Nufail al Makhzumy al Quraisy tampak cerah menerima ucapan selamat dari kaum kerabatnya dan terlihat begitu senang hati-nya dengan kehadiran putra kecilnya tersebut.
Kemudian, ia menuju rumahnya untuk mengucapkan selamat kepada isterinya, Hantamah binti Hasyim serta dipilihnya nama untuk putranya yaitu ‘Umar.

Demikianlah, sehingga anak itu bernama: ‘Umar bin al Khoththob bin Nufail bin ‘Abdul ‘Uzza. Nasabnya bersatu dengan nasab Nabi pada Ka’ab bin Luay. Kunyah (nama keluarga) beliau adalah Abu Hafsh, yang artinya bapaknya singa sebagai perlambang keberaniannya yang bagaikan auman dan terkaman raja rimba (Al Hafsh artinya adalah anak singa). Kunyah ini diberikan oleh Nabi pada saat perang Badar. Beliaupun menggelari ‘Umar dengan al Faruuq yang berarti orang dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan.


Keislamannya.

Suatu malam, dia keluar rumah hingga dia tiba di Masjidil Haram. Beliau menyibak kain penutup Ka’bah, dan dilihatnya Nabi sedang mengerjakan sholat. Saat itu Rosul membaca surat al-Haqqoh, ‘Umar menyimak bacaan al-Qur’an itu dan ia merasa takjub terhadap susunan bahasanya. Ia berkata dalam hati: “Demi Alloh, tentunya ini adalah ucapan seorang penyair yang biasa diucapkan orang-orang Quraisy.” Lalu Nabi membaca ayat:

إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ (٤٠)وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَاعِرٍ قَلِيلا مَا تُؤْمِنُونَ (٤١)

.
“Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu (Alloh yang diturunkan kepada) Rosul yang mulia, dan Al Qur-an itu bukanlah perkataan seorang penyair. sedikit sekali kalian beriman kepadanya”. {QS. Al-Haqqoh (69) : 40-41}

‘Umar berkata dalam hatinya: “Kalau begitu pasti ucapan tukang tenung.” Nabi meneruskan bacaannya:

وَلا بِقَوْلِ كَاهِنٍ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ (٤٢)تَنْزِيلٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ (٤٣)

“Dan bukan pula perkataan tukang tenung. sedikit sekali kalian mengambil pelajaran daripadanya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Robb semesta alam.” {QS. Al-Haqqoh (69) : 42-43}

Beliau meneruskan bacaannya hingga akhir surat seperti yang diceritakan ‘Umar sendiri, maka mulai saat itulah menyusup ke dalam hatinya cahaya Islam.

Inilah awal mula benih-benih Islam merasuk kedalam hati ‘Umar bin al-Khoththob dan hal ini juga karena berkat doa Rosul :

“Ya Alloh, kuatkanlah Islam dengan ‘Umar bin khoththob secara khusus.” (HR. Ibnu Majah, lihat silsilah ash-Shohihah).

Hidayah Alloh kepada beliau terjadi pada saat permusuhan dia dengan Islam mencapai puncaknya, dengan sebuah rencana yang sudah dia persiapkan ia siap menghancurkan Islam, dan berencana membunuh Rosululloh .

Suatu hari, Umar keluar rumah sambil menghunus pedangnya, dengan maksud ingin menghabisi Rosululloh saw. Di tengah jalan dia berpapasan dengan Nu’aim bin Abdullah an Nasham al ‘Adawi, atau seorang laki-laki dari Bani Zuhroh, atau seorang laki-laki dari bani Makhzum, lalu ditanya:

“Hendak kemana engkau, wahai Umar?”

“Aku akan menghabisi Muhammad!, anak itu telah memecah belah kaum Quraisy, mengejek tuhan-tuhan mereka, menjelek-jelekkan agama mereka, karena itu saya ingin membunuhnya” jawab Umar.

“Engkau telah tertipu oleh dirimu sendiri wahai Umar!, apakah Bani ‘Abdi Manaf akan tinggal diam jika kamu membunuh Muhammad! (Apa yang bisa menjamin keselamatan dirimu dari pembalasan Bani Hasyim dan Bani Zuhroh, jika engkau membunuh Muhammad?), kenapa kamu tidak pulang kerumahmu dan melihat apa yang telah terjadi pada keluargamu?” Nu’aim menanggapi.

“Menurut pengamatanku, rupanya engkau telah keluar dan meninggalkan agama yang telah engkau peluk selama ini”. Kata Umar.

“Bagaimana jika kutunjukkan sesuatu yang membuatmu lebih tercengang wahai Umar? Sesungguhnya saudarimu Fathimah dan Iparmu juga telah keluar dari agama serta meninggalkan agama yang selama ini engkau peluk (Demi Alloh, mereka berdua telah masuk Islam dan mengikuti agama Muhammad)” (Lihat dalam Siroh Nabawiyah: 140-142, Masjidil Haram).

Maka dengan terburu-buru, Umar berlalu hingga tiba di rumah adik perempuan dan suaminya Said, yang pada saat itu ada pula Khabbab bin al Art, sedang memegang shahifah berisi surat Thoha. Dia membacakan surat ini dihadapan mereka berdua. Tatkala Khabbab mendengar suara kedatangan Umar, dia (bersembunyi) menyingkir ke bagian belakang ruangan, sedangkan Fathimah menyembunyikan Shahifah (lembaran mushaf) al-Qur’an tersebut. namun tatkala mendekati rumah adiknya tadi, Umar sempat mendengar bacaan Khabbab di hadapan adik perempuan dan iparnya.

“Apa suara bisik-bisik yang sempat kudengar dari kalian tadi? (Bacaan apa tadi yang aku dengar?)” tanya Umar tatkala sudah masuk rumah.

“Kamu tidak mendengarkan apa-apa, Hanya sekedar obrolan biasa di antara kami,” jawab keduanya.

“Saya yakin saya mendengarnya,” Sanggah Umar. “Kupikir kalian berdua sudah keluar dari agama kita,” kata Umar.

“Wahai Umar,” kata adik iparnya, “Apa pendapatmu jika kebenaran ada dalam agama selain agamamu?”

Seketika itu Umar melompat ke arah adik iparnya dan menginjaknya keras-keras. Adiknya mendekat untuk menolong dan melindungi suaminya dan mengangkat badannya, namun Umar Menonjok wajah Fathimah hingga berdarah. Menurut riwayat Ibnu Ishaq, Umar memukul Fathimah hingga terluka.

Melihat hal tersebut suami istri itupun langsung mengatakan dengan tegas,

“Kami telah masuk Islam dan beriman kepada Alloh dan RosulNya, maka lakukanlah apa yang kamu mau!”
“Wahai Umar," kata Fathimah dengan berang,

“Jika memang kebenaran itu ada dalam selain agamamu, maka bersaksilah bahwa tiada Ilah selain Alloh dan bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rosul Alloh.”


Umar mulai merasa putus asa. Ketika Umar melihat darah yang mengucur dari wajah adiknya, (melihat adiknya berjuang sekuat tenaga membela agama Islam dengan jiwa raganya) maka dia (Umar) merasa menyesal dan malu atas perbuatannya seraya berkata:

“Berikan kepadaku lembaran mushaf yang tadi kalian baca!”

Pada kesempatan itu, Fathimah sangat menginginkan saudaranya itu untuk masuk Islam, Adiknya lalu berkata: “Wahai saudaraku, sesungguhnya Engkau adalah orang yang najis (tidak bersih) karena kekafiranmu, sedangkan mushaf ini tidak boleh disentuh kecuali oleh orang-orang yang suci. Bangunlah dan mandilah jika mau!”

Maka Umarpun segera mandi, setelah itu memegangi al-Kitab, dan mulai membaca isinya:

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ (١)


(“dengan menyebut nama Alloh yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang”)

Lalu dia berkata:

“Nama-nama yang bagus dan suci.”

Kemudian dia membaca:

طه (١

"Toha"

Hingga berhenti pada firman Alloh :

إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي

“Sesungguhnya Aku ini adalah Alloh, tidak ada Ilah (sesembahan yang hak diibadahi) selain Aku, maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku.” {QS. Thoha (20) : 14}

Tatkala ia membaca dengan memahaminya diapun berujar, “Alangkah Indah dan mulianya kalam (kata-kata) ini! Tunjukkan padaku di mana Muhammad berada saat ini!”

Tatkala Khabbab mendengar perkataan Umar seperti itu, dia segera muncul dari kamar rumah belakang, lalu berkata:

“Terimalah khabar gembira wahai Umar. Karena aku benar-benar berharap agar do’a Rosululloh pada malam Kamis itu jatuh kepada dirimu. Rosululloh saat ini berada di suatu rumah di kaki bukit Shofa”

“Demi Alloh wahai Umar saya mengharap Alloh memilihmu karena do’a Rosululloh saw, sebab kemarin saya mendengar beliau berdo’a: “Ya Alloh kuatkanlah Islam dengan Abi Hakam bin Hisyam atau dengan Umar bin Khoththob’, demi Alloh wahai Umar”,

Pada saat itu Umarpun berujar, “Tunjukkan kepadaku, wahai khabbab dimana Rosululloh berada, agar saya bisa menyatakan keIslaman saya,” lalu khabbabpun mengantarkannya.

Umar memungut pedangnya dan menghunusnya, kemudian dia pergi hingga tiba di tempat yang dimaksud. Maka ‘Umar setelah itu datang kerumah ‘Arqam bin Abi al-Arqam (tempat Rosululloh berdakwah secara sembunyi-sembunyi) untuk bersaksi dan masuk Islam.

Dia menggedor pintu, dari celah-celah pintu ada seorang shahabat mengintip dan melihat sosok Umar yang berdiri menghunus pedang.

“Siapa” dari dalam rumah terdengar sahutan.

“Ibnu Khoththob” jawab Umar.

Orang tersebut memberitahu Rosululloh saw, lalu mengumpulkan shahabat yang lain di satu tempat. tidak ada seorangpun yang berani membukakan pintu karena mereka tahu bagaimana kerasnya Umar menentang Rosululloh .

“Bukakan pintu untuknya”, ujar Rosululloh kepada mereka akhirnya.

Ada apa kalian ini?” tanya Hamzah.

“Ada Umar.” Mereka menjawab.

“Umar? Bukakan pintu. Jika kedatangannya untuk maksud yang baik, maka kami akan menerimanya. Namun jika dia datang dengan maksud yang buruk, kami akan membunuhnya dengan pedang sendiri.”

Rosululloh turun campur tangan dengan memberi isyarat agar Hamzah menghampiri Umar. Maka dia menemui Umar di luar lalu membawanya bertemu beliau di dalam salah satu ruangan.

“Lepaskan dia”, kata Rosululloh saw pada keduanya (yang mengapit dan memegangi Umar menuju tempat duduknya Rosululloh). kemudian Beliau memegang baju dan pegangan pedangnya, lalu menarik keras kerah bajunya dengan tarikan yang sangat kuat, seraya bersabda:

“Masuk Islam-lah hai Umar!. Ya Alloh tunjukilah dia!”

“Apakah engkau tidak mau menghentikan tindakanmu wahai Umar, hingga Alloh menurunkan kehinaan dan bencana seperti yang menimpa al Walid bin al Mughiroh? Ya Alloh, inilah Umar bin al Khoththob. Ya Alloh, kokohkanlah Islam dengan Umar bin Khoththob”

Umar kemudian mengucapkan syahadat:

“Aku bersaksi bahwa tiada Ilah selain Alloh dan sesungguhnya engkau adalah Rosululloh.”

Akhirnya Umarpun masuk Islam. Semua shahabat yang ada di dalam rumah itu secara serempak bertakbir, hingga takbir mereka menggema dan bisa didengar orang yang ada di Masjidil Harom (pelosok kota Mekkah).

Tak lama kemudian Umar-pun bertanya:

“Wahai Rosululloh, bukankah kita berada dalam kebenaran?”

“Benar” jawab Rosululloh.

“Lalu kenapa kita bersembunyi dengan agama kita?”

Kemudian ia pun meminta Rosululloh saw untuk mengijinkan kaum Muslimin keluar menuju masjid. Lalu merekapun keluar secara terang-terangan pada siang itu yang langsung di pimpin oleh Rosululloh saw, (kemudian ada) Hamzah bin Abdul Muthollib, Umar bin khoththob ra sampai mereka memasuki Masjid, kaum Quraisy dibuat terkejut oleh peristiwa itu, sedangkan kaum Muslimin bersuka cita. Demikian keIslaman Umar merupakan pembuka jalan dan kemenangan bagi dakwah islam serta sebagai awal yang baru untuk berjihad menegakkan panji-panji Ilahi.

(Tarikh Umar bin al Khoththob, hal. 7, 10-11; Mukhtashor Sirat ar Rosul, hal. 102-103; Siroh an Nabawiyah Ibnu Hisyam, 1/343-346)

Referensi:
  1. Tarikh Umar bin al Khoththob, hal. 7, 10-11
  2. Mukhtashor Sirat ar Rosul, hal. 102-103
  3. Siroh an Nabawiyah Ibnu Hisyam, 1/343-346
  4. Siroh Nabawiyah: 140-142, yang ada di Masjidil Haram
  5. Tarikh islam bagian I (Khulafaur Rasyidin), Lajnah Ilmiah LPD al-Huda