30 Juni 2011

Pewaris Kemusyrikan

Awal mula kemusyrikan terjadi adalah pada masa kaum Nuh as, sehingga Alloh mengutus Nabi Nuh melarang mereka berbuat syirik. Dan barangsiapa yang bertahan dalam kesyirikannya, maka Alloh membinasakannya dengan banjir besar. Setelah zaman Nabi Nuh ummat manusia tetap berada dalam ajaran tauhid hingga beberapa masa. Selanjutnya Iblis mulai membuat kerusakan, dan menebar kemusyrikan di tengah manusia. Namun Alloh swt masih senantiasa mengutus para rasul sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan, sampai akhirnya Alloh mengutus penutup para rosul, Muhammad saw. Beliau mendakwahkan tauhid, memerangi kaum musyrikin, dan menghancurkan berhala-berhala.

Sepeninggal beliau, ummat ini tetap bertahan dalam ajaran tauhid, hingga kemusyrikan kembali muncul di sebagian umat berupa pengagungan terhadap para wali dan orang-orang yang shalih. Bermunculanlah makam-makam tempat meminta, mulailah segala bentuk do`a, istighotsah, menyembelih dan nazar dialamatkan untuk para wali dan orang-orang yang dianggap shalih. Mereka menamakan bentuk kemusyrikan ini sebagai tawassul (mengambil perantara) melalui orang-orang yang dianggap shalih dan sebagai ungkapan rasa cinta kepada mereka. Mereka menganggap kecintaan mereka terhadap orang-orang shalih yang diwujudkan dengan pengagungan mereka terhadap kuburannya bisa mendekatkan diri mereka kepada Alloh dengan sedekat-dekatnya. Mereka lupa bahwa keyakinan seperti ini adalah argumen kaum musyrikin zaman dahulu ketika mereka mengemukakan alasan tentang berhala-berhala mereka.

"Ingatlah, hanya kepunyaan Alloh-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Alloh (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Alloh akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Alloh tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar".
{terjemah QS. Az –Zumar (39) : 3} .

Anehnya, jika anda mengingkari kemusyrikan mereka, niscaya mereka akan menjawab, “Sekali-kali tidak demikian, bahkan sebaliknya kami adalah orang-orang yang bertauhid, hanya kepada Alloh kami menyembah”.

Mereka menyangka bahwa tauhid hanyalah sekedar pengakuan akan adanya Alloh serta pengakuan terhadap hak-hak Alloh sebagai satu-satunya yang berhak diibadahi. Yang demikian itu adalah pemahaman yang picik terhadap tauhid. Karena bila demikian, berarti Abu Jahal dan Abu Lahab dengan pemahaman seperti itu juga bisa disebut telah bertauhid. Sesungguhnya mereka meyakini bahwa Alloh adalah Ilah yang berhak untuk diibadahi, tetapi mereka mengadakan sesembahan-sesembahan yang lain bersama Alloh dengan anggapan semuanya bisa mengantarkan mereka kepada Alloh dan bisa memberi mereka syafa`at di sisi Alloh .

Mereka berkeyakinan bahwa Alloh yang menciptakan, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan. Sebagaimana firman Alloh :

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لا يَعْلَمُونَ (٢٥)


“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” tentu mereka akan menjawab: “Alloh”. Katakanlah : “Segala puji bagi Alloh”; tetapi kebanyakan mereka tidak Mengetahui” {QS. Luqman (31) : 25}.

Jika kita perhatikan, sungguh tidak ada bedanya antara kemusyrikan Abu Jahal dan Abu lahab dengan kemusyrikan orang-orang yang pada hari ini menyembelih di dekat kuburan, atau bersujud menghadap kuburan, atau menyembelih untuk penghuni kuburan tersebut, serta mengelilinginya, atau berdiri di samping makam seorang yang dianggap wali dengan penuh kehinaan diri, hidmat, tunduk serta khusyu’, memohon dipenuhi segala kebutuhan, meminta dilepaskan dari kesusahan, serta meminta kepada tulang-belulang rapuh (dalam kubur) untuk menyembuhkan penyakit atau memulangkan orang yang tengah bepergian. Sungguh aneh, padahal Alloh telah berfirman:

أَهَؤُلاءِ الَّذِينَ أَقْسَمْتُمْ لا يَنَالُهُمُ اللَّهُ بِرَحْمَةٍ ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ (٤٩)


“Sesungguhnya berhala-berhala yang kalian seru selain Alloh itu adalah makhluk (yang lemah) yang serupa dengan kalian. Maka serulah berhala-berhala itu lalu biarkanlah mereka memperkenankan permintaan kalian, jika kalian memang orang-orang yang benar“ {QS. Al-A’raaf (7) : 194}.

Saudaraku, sambutlah seruan orang yang menyeru kepada Alloh dan beriman-lah kepada-Nya. Demi Alloh swt, apakah kalian pernah mengetahui orang-orang terdahulu yang shalih pernah menghiasi kuburan, atau menaruh harapan kepada manusia? atau bertawassul dengan sebuah makam? Atau melalaikan Alloh Penguasa Yang Maha Mengetahui?

Dan apakah kalian pernah mengetahui salah seorang dari mereka berdiri di sisi kubur Nabi atau kubur salah seorang sahabat dan keluarga beliau untuk meminta supaya keinginannya dipenuhi atau musibahnya dihilangkan?

Apakah kalian mengetahui Rifa’i, Dasuqi, Jailani dan Badawi lebih mulia di sisi Alloh serta merupakan perantara yang lebih agung dari para Nabi, sahabat dan tabi’in?

Lihatlah para sahabat pada masa pemerintahan ‘Umar di Madinah, ketika bumi gersang dan hujan terputus, mereka mengadu kepada ‘Umar , maka ‘Umar keluar bersama mereka untuk shalat istisqo. Kemudian dia mengangkat kedua tangannya dan berkata, “Ya Alloh, sesungguhnya kami dulu jika mengalami kekeringan, kami bertawassul dengan do’a Nabi-Mu, maka engkau pun menurunkan hujan kepada kami. Ya Alloh, kini kami bertawassul kepada-Mu dengan do’a paman Nabi-Mu”. Kemudian beliau menoleh kepada Abbas dan berkata, “Berdirilah wahai Abbas, berdo’alah kepada Alloh supaya Dia menurunkan hujan kepada kita.”

Maka Abbas pun berdiri dan berdo’a kepada Alloh swt, kemudian orang-orang mengamininya sambil menangis, sampai awan berkumpul di atas mereka lalu turunlah hujan.

Maka lihatlah para sahabat yang mulia, karena mereka adalah orang-orang yang jauh lebih faham tentang agama ini dan jauh lebih mencintai Rosululloh dari pada kita. Ketika mereka memiliki hajat atau ditimpa musibah, mereka tidak pernah pergi ke kubur Nabi dan merengek, “Wahai Rosululloh, berilah syafaat kepada kami di sisi Alloh ”. Sama sekali tidak pernah. Karena mereka mengetahui bahwa berdo’a kepada orang yang telah wafat tidak diperbolehkan walaupun kepada seorang nabi, ataupun seorang wali yang dekat dengan Alloh swt. Sesungguhnya jika para sahabat, mereka meminta dengan do’a-do’a yang benar. Maka alangkah menyedihkan orang-orang yang pada hari ini berdesakan diatas tulang-belulang dan mayat, mereka mengharap rahmat dan ampunan dari-Nya.

Kemusyrikan merupakan dosa yang paling besar, lebih besar daripada dosa zina, lebih besar dari minum khamr, membunuh, dan berbuat durhaka kepada kedua orang tua. Karena pelaku kesyirikan tidak akan diampuni dosanya selama pelakunya tidak bertaubat semasa hidupnya.

Alloh berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا (٤٨)


“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” {QS. An-Nisaa’ (4) : 48}.

Benar, Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, sementara Alloh bisa mengampuni dosa zina, dosa membunuh, dan dosa kriminal lainnya.

Referensi : Buletin Al Huda

23 Juni 2011

Furqoh dan Iftiroq (Musa as dan Isa as pun beragama Islam)

Arti bahasa dari kata furqoh atau Iftiroq adalah perpecahan atau perpisahan. Arti syar’i-nya adalah keluar dari manhaj yang benar dalam mengerti dan meniti dien Islam dan masuk ke manhaj bid’i. Furqoh dan iftiroq telah terjadi pada umat-umat sebelum umat Muhammad saw, {umat Islam pada masa Nabi Musa terpecah-belah (Bani Isroil-pent), begitu pula umat Islam pada masa Nabi Isa (Nasrani)-pent} dan akan terjadi pada umat beliau (umat Islam Syari’at Nabi Muhammad saw). Hal ini telah dikhabarkan oleh Rosululloh di hadits-hadits beliau. Oleh karena itu furqoh pada umat ini adalah suatu kepastian. Rosululloh bersabda:

“Sesungguhnya umatku (yang belum keluar dari Islam) berpecah belah menjadi 73 golongan. Satu golongan di dalam surga (masuk surga tanpa hisab) dan 72 golongan di dalam neraka. Ditanyakan kepada beliau: “Siapakah mereka (yang satu golongan) itu ya Rosululloh? Beliau menjawab: al-Jama’ah”. (HR. Ibnu Majah, no: 3992; Ibnu Abi ‘Ashim, no: 63; dan al-Lalikai, 1/101).

“Sesungguhnya Bani Isro’il (Islamnya pada masa Nabi Musa sampai rosul setelahnya-pen.) berpecah belah menjadi 72 kelompok keagamaan (yang selamat hanya 1, yaitu yang bersama dengan Nabi Musa as. Bukan agama Yahudi pada masa sekarang ini-pen), dan umatku akan berpecah belah menjadi 73 kelompok keagamaan. Seluruhnya berada di api neraka, kecuali satu kelompok. Mereka (para sahabat) bertanya: “Siapakah satu kelompok itu ya Rosululloh?” Beliau menjawab: “Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak sahabat-sahabatku”. (HR. Tirmidzi, no: 2643; al-Hakim dalam al-Mustadrok, 1/ 218; dan al-Lalikai, 1/ 99).

“Yahudi telah terpecah menjadi 71 firqoh, satu di surga dan 70 di neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 firqoh, 71 di neraka dan satu di surga. Demi Robb yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sungguh umatku akan terpecah menjadi 73 firqoh, satu di surga dan 72 di neraka. Mereka bertanya: “Ya Rosululloh, siapakah mereka?” beliau menjawab: “al-Jama’ah”. “Abu ‘Umamah berkata: ‘Bani Isroil telah berpecah belah menjadi 71 atau 72 golongan, pada ummat ini bertambah satu golongan lagi yang kesemuanya masuk neraka kecuali as-Sawad al-a’zhom’. Ditanyakan kepada beliau: ‘Wahai Abu ‘Umamah, apakah ini menurut pendapatmu ataukah engkau mendengarnya dari Rosululloh ?’ Dijawab: ‘Kalau sekedar hanya pendapatku, itu berarti aku telah bersikap lancang. Aku mendengarnya langsung dari Rosululloh saw, tidak hanya satu atau dua atau tiga kali, bahkan lebih dari itu’.” (Riwayat Ibnu Abi ‘Ashim, al-Lalikai dan Thobroni).

Walaupun furqoh telah menjadi Irodatulloh Kauniyah (Kehendak Alloh di alam semesta), yang kejadiannya adalah suatu kepastian, akan tetapi sejak dini Alloh telah memperingatkan kita untuk tidak terjatuh di dalamnya.

Alloh berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (١٥٩)


“Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Alloh, kemudian Alloh akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat”. {QS. Al-An’am (6) : 159}.

“Yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”. {QS. Ar-Rum (30) : 32}

“Dan janganlah kalian menyerupai orang-orang yang bercerai berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itu-lah orang-orang yang mendapat siksa yang berat”. {QS. Ali Imron (3) : 105}.

“Dan berpeganglah kalian semuanya kepada tali (agama) Alloh, dan janganlah kalian bercerai berai.” {QS. Ali Imron (3) : 103}.

“Dia telah mensyari’atkan bagi kalian agama yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrohim, Musa dan Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kalian berpecahbelah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Alloh menarik kepada agama itu orang yang dikehendakiNya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya)” {QS. Asy-Syuro’ (42) : 13}.

Furqoh disebabkan oleh dua sebab utama yaitu tidak benar dalam menentukan sumber dalam pengambilan dalil dan kesalahan dalam memilih metode pemahaman dalil atau salah satu dari dua hal terebut. Kedua sebab di atas di lahirkan oleh dua penyakit yaitu penyakit Syubhah (kejahilan) dan penyakit Syahwah (hawa nafsu) atau oleh salah satu dari kedua penyakit tersebut. Arti kata firqoh adalah kelompok atau golongan. Firqoh-firqoh yang keluar dari manhaj yang haq (metode yang benar) dinamakan firoq dollah (firoq adalah plural dari firqoh) yaitu golongan-golongan yang sesat. Sedangkan firqoh yang tidak keluar dari manhaj yang haq dinamakan firqoh najiah (golongan yang selamat yaitu Ahlussunnah wal jama’ah).

Firqoh di hadits-hadits tadi diancam masuk neraka, tetapi hadits-hadits itu tidak memastikan kekalnya mereka di neraka. Firqoh yang kesesatannya belum sampai pada tingkat kekufuran, tidak akan kekal di neraka. Sedangkan firqoh yang kesesatannya sampai pada tingkat kekufuran, para ulama salaf tidak menganggap mereka bagian dari 72 golongan yang disebutkan di hadits-hadits tadi. Contohnya, seperti Syi’ah, Lia Eden, Ahmadiah, dan aliran kekufuran lainnya. Mereka semua bukan bagian dari 72 golongan yang dimaksud, sebab mereka telah kafir (keluar dari Islam, dan tidak pantas disebut sebagai Islam). Begitu pula dengan kaum Salibis dan Yahudi, mereka saat ini bukan bagian dari golongan (yang 70 golongan atau 71 golongan) yang disebutkan dalam hadits, (sebab mereka kafir). adapun golongan yang dimaksud yaitu Bani Isroil pada masa Nabi Musa dan Nasrani pada Masa Nabi Isa yang mereka semua adalah Muslimin (orang Islam).

Ancaman dalam hadits (di atas) ini adalah secara umum bahwa 72 golongan itu harus memasuki neraka terlebih dahulu sebelum memasuki jannah (selama mereka belum kufur).

Tetapi hal ini tidak menyangkal adanya orang-orang dari golongan-golongan tersebut yang terampuni, sehingga tidak harus masuk neraka terlebih dahulu, yang demikian itu karena kapasitas kesesatan dan sebab-sebab kesesatan mereka bermacam-macam dan berbeda-beda. Demikian juga hasanah mereka pun bertingkat-tingkat di samping semua dosa selain syirik akan berada di bawah kehendak Alloh swt. Jika Alloh berkehendak, dosa-dosa itu akan diampuni, dan jika Alloh tidak menghendaki untuknya ampunan maka si pendosa harus dicuci di neraka jahannam.

Demikian juga secara umum firqoh najiah dijanjikan masuk jannah. Tetapi hal ini tidak menyangkal adanya pelaku dosa-dosa besar dari golongan yang selamat ini yang tidak terampuni dosa-dosa besarnya dan harus memasuki neraka terlebih dahulu. Akan tetapi sudah barang tentu dosa-dosa bid’ah yang sesat itu lebih besar dari dosa-dosa besar lainnya selain syirik. Dan penghuni jahannam pun berbeda-beda dalam hal kepedihan siksaan dan lamanya mereka menetap di sana.

Rosululloh bersabda:

“Yahudi telah terpecah menjadi 71 firqoh, satu di surga dan 70 di neraka. Nashrani terpecah menjadi 72 firqoh, 71 di neraka dan satu di surga. Demi Robb yang jiwa Muhammad ada di tanganNya, sungguh umatku akan terpecah menjadi 73 firqoh, satu di surga dan 72 di neraka. Mereka bertanya: “Ya Rosululloh, siapakah mereka?” beliau menjawab: “al-Jama’ah” (dihadits yang lain: Mereka yang mengikuti jejakku dan jejak sahabat-sahabatku)” (HR. Ibnu Majah, Shohih).

Saudaraku…, Berbeda dengan yang namanya Organisasi. Organisasi Islam bukanlah suatu perpecahan jika organisasi itu masih bermanhaj-kan ahlussunnah wal jama’ah. Misalnya; Organisasi Remaja RIMAI yang berada di lingkungan Masjid al-Ikhlas. RIMAI adalah suatu wadah (organisasi remaja Islam) sebagai pemersatu Islam di kalangan Remaja Islam yang berada di sekitar lingkungan masjid, dengan salah satu tujuannya adalah merekrut remaja Islam agar aktif di lingkungan masjid dan lain sebagainya.

Referensi:
  1. Dirosat Fi al-Ahwa wa al-Firoq wa al-Bida’ wa Mawqif as-Salaf Minha, oleh Prof. Dr. Nashir bin Abdul Karim al ‘Aql.
  2. Ma Ana ‘Alaihi wa Ashabi, karya: Ahmad Salam: 15-16.
  3. Hadits Iftiroq al-Ummah Ila Nayyif wa 3. Sab’in Firqoh, oleh Muhammad bin Isma’il al Amir ash-Shon’ani.
  4. Ahlussunnah wal jama’ah, metode beragama para salaful Ummah, Pustaka al-Faruq.

16 Juni 2011

Al-Firqotun Najiyah adalah Ahlussunnah wal Jama’ah

Pada masa kepemimpinan Rosululloh saw, kaum muslimin itu adalah umat yang satu sebagaimana firman Alloh :

إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ (٩٢)

“Sesungguhnya kalian ini (agama Tauhid ini) adalah umat yang satu. dan Aku adalah Robb kalian, Maka beribadahlah kepada- Ku.” {QS. Al Anbiyaa’ (21) : 92}.

Maka kemudian sudah beberapa kali kaum Yahudi dan Munafiqun berusaha memecah belah umat Islam pada zaman Rosululloh , namun mereka belum pernah berhasil. Orang-orang munafiq berkata:

هُمُ الَّذِينَ يَقُولُونَ لا تُنْفِقُوا عَلَى مَنْ عِنْدَ رَسُولِ اللَّهِ حَتَّى يَنْفَضُّوا



“Mereka orang-orang yang mengatakan (kepada orang-orang Anshar): “Janganlah kamu berinfaq (memberikan perbelanjaan) kepada orang-orang (Muhajirin) yang berada disisi Rosululloh supaya mereka bubar (meninggalkan Rosululloh) ...” {QS. Al Munaafiquun (63) : 7}.

Yang kemudian dibantah langsung oleh Alloh dalam ayat yang sama:

وَلِلَّهِ خَزَائِنُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لا يَفْقَهُونَ ٧

“... Padahal kepunyaan Alloh-lah perbendaharaan langit dan bumi, akan tetapi orang-orang munafik itu tidak memahami.” {QS. Al Munaafiquun (63) : 7}.

Demikian pula dengan kaum Yahudi yang berusaha memecah belah dan memurtadkan umat islam dari agama mereka:

“Segolongan (lain) dari Ahli Kitab berkata (kepada sesamanya): “Perlihatkanlah (seolah-olah) kamu beriman kepada apa yang diturunkan kepada orang-orang beriman (sahabat-sahabat Rosul) pada permulaan siang dan ingkarilah ia pada akhirnya, supaya mereka (orang-orang mukmin) kembali (kepada kekafiran). {QS.Ali ‘Imran (3) : 72}.

Walaupun demikian, maka yang seperti itu tidak pernah berhasil karena Alloh menelanjangi dan menghinakan (usaha) mereka.

Kemudian mereka berusaha untuk kedua kalinya memecah belah kesatuan kaum muslimin (Muhajirin dan Anshor) dengan mengibas-ibas kaum Anshor tentang permusuhan dan perang sya’ir di antara mereka sebelum datangnya Islam. Alloh membongkar makar tersebut dalam firmanNya:

“Hai orang-orang yang beriman!, jika kalian mengikuti segolongan dari orang-orang yang diberi Al Kitab, niscaya mereka akan mengembalikan kalian menjadi orang kafir sesudah kalian beriman.” {QS. Ali ‘Imran (3) : 100}.

Sampai pada firman Alloh :

“Pada hari yang di waktu itu ada wajah-wajah (yang putih) berseri, dan (ada pula muka yang hitam) muram ...” {QS. Ali ‘Imran (3) : 106}.

Maka kemudian Nabi mendatangi kaum Anshor, menasehati dan mengingatkan mereka akan nikmat Islam dan bersatunya mereka melalui Islam, hingga akhirnya mereka saling bersalaman dan berpelukan kembali setelah sebelumnya hampir terjadi perpecahan.

Dengan demikian gagallah pula makar Yahudi, dan kaum muslimin tetap dalam persatuan. Alloh memang memerintahkan mereka untuk bersatu di atas kebenaran dan melarang perselisihan dan perpecahan sebagaimana firmanNya:

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka... {QS. Ali ‘Imran (3) : 105}.

Alloh berfirman pada ayat yang lain:

“dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Alloh, dan janganlah kamu berpecah belah ….” {QS. Ali ‘Imran (3) : 103}.

Dan sesungguhnya Alloh telah mensyari’atkan persatuan kepada mereka dalam melaksanakan berbagai macam ibadah seperti dalam sholat, dalam puasa, dalam ibadah haji dan dalam mencari ilmu. Nabi telah memerintahkan kaum muslimin ini agar bersatu dan mencegah mereka dari perpecahan dan perselisihan. Bahkan beliau telah memberitahukan suatu berita yang berisi anjuran untuk bersatu dan larangan untuk berselisih yaitu berita tentang akan terjadinya perpecahan pada umat ini, sebagaimana hal tersebut terjadi pada umat-umat yang sebelum mereka.

Telah menceritakan kepada kami Adl-Dlahak bin Mukhlad dari Tsaur dari Khalid bin Ma’dan dari Abdurrahman bin ‘Amr As-Sulami dari Al ‘Irbadl bin Sariyah berkata; Rosululloh shalat fajar bersama kami, lalu beliau menghadap kepada kami dan memberi nasehat kepada kami dengan nasehat mendalam, yang menyebabkan mata bercucuran dan hati tergetar. Kami bertanya atau mereka berkata; “Wahai Rosululloh, sepertinya ini adalah nasehat perpisahan, maka wasiatkanlah kepada kami”. Beliau bersabda: “Saya wasiatkan kalian untuk bertakwa kepada Alloh, mendengar dan taat walau kepada budak dari Habasyah. Sungguh siapa yang hidup di antara kalian akan melihat perselisihan yang banyak. Berpeganglah dengan sunahku dan sunah Khulafa’ Rosyidin yang mendapat petunjuk. Gigitlah oleh kalian dengan gigi geraham. Hindarilah oleh kalian hal-hal yang baru, sesungguhnya setiap hal yang baru adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat. (Kitab Ahmad, Hadits No.16521)

Sabda beliau yang lain,

“Orang-orang Yahudi telah berpecah belah menjadi 71 golongan; dan orang-orang Nasrani telah berpecah menjadi 72 golongan; sedang umatku akan berpecah menjadi 73 golongan , semuanya akan masuk neraka kecuali satu”. Maka kamipun bertanya: “Siapakah yang satu itu ya Rosululloh?” Beliau menjawab: “Yaitu barangsiapa yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini.” (HR. Tirmidzi dan Hakim).

Sesungguhnya telah nyata apa-apa yang telah diberitakan Rosululloh , maka terpecahlah umat ini pada akhir generasi sahabat, walaupun perpecahannya tidak berdampak besar pada kondisi umat semasa generasi yang dipuji oleh Rosululloh :

Telah menceritakan kepada kami Adam telah menceritakan kepada kami Syu’bah telah menceritakan kepada kami Abu Jamrah berkata, aku mendengar Zahdam bin Mudharrib berkata; aku mendengar ‘Imran bin Hushain berkata; Nabi bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah yang hidup pada zamanku (generasiku) kemudian orang-orang yang datang setelah mereka kemudian orang-orang yang datang setelah mereka”. ‘Imran berkata: “Aku tidak tahu apakah Nabi menyebutkan lagi setelah (generasi beliau) dua atau tiga generasi setelahnya”. Nabi bersabda: “Sesungguhnya setelah kalian akan ada kaum yang suka berkhianat (sehingga) mereka tidak dipercaya, mereka suka bersaksi padahal tidak diminta persaksian mereka, mereka juga suka memberi peringatan padahal tidak diminta berfatwa dan nampak dari ciri mereka orangnya berbadan gemuk-gemuk”. (Kitab Bukhari, Hadits No.2457).

Yang demikian tersebut bisa terjadi karena masih banyaknya ulama ahli hadits, tafsir dan fiqh. Mereka termasuk ulama tabi’in dan pengikut tabi’in serta para imam yang empat dan murid-murid mereka. Juga disebabkan masih kuatnya daulah-daulah Islamiyah pada abad-abad tersebut, sehingga golongan-golongan menyimpang yang mulai ada pada waktu itu mengalami pukulan yang melumpuhkan baik dari segi hujjah maupun kekuatannya.

Setelah berlalunya abad-abad yang dipuji ini, bercampurlah kaum muslimin dengan pemeluk beberapa agama yang menyimpang. Kitab ajaran-ajaran kuffar diterjemahkan dan para raja islam-pun mengambil beberapa kaki tangan pemeluk ajaran kafir untuk dijadikan materi dan penasehat kerajaan, maka semakin dahsyatlah perselisihan di kalangan umat dan bercampurlah berbagai ragam golongan dan ajaran. Demikian pula dengan madzhab-madzhab batil, ikut bergabung dalam rangka merusak persatuan umat. Hal itu akan berlangsung terus hingga sekarang sampai pada masa yang dikehendaki Alloh . Walaupun demikian, kita tetap bersyukur kepada Alloh karena al Firqotun Najiyah, Ahlus sunnah wal Jama’ah masih tetap berada dalam keadaan berpegang teguh pada ajaran Islam yang benar, berjalan diatasnya, dan menyeru kepadanya; bahkan akan tetap berada dalam keadaan demikian, seperti diberitakan hadits Rosululloh tentang keabadiannya, keberlangsungan dan ketegarannya. Yang demikian itu adalah karunia dari Alloh demi langgengnya agama ini dan tegaknya hujjah atas para penentangnya.

Sesungguhnya kelompok kecil yang diberkahi ini berada di atas apa-apa yang pernah ada semasa sahabat bersama Rosululloh baik dalam perkataan, perbuatan maupun dalam keyakinan seperti dalam sabdanya:

“Mereka itu adalah orang-orang yang berada pada apa-apa yang aku dan para sahabatku jalani hari ini.”

Sesungguhnya mereka itu adalah sisa-sisa yang baik dari orang-orang yang disebutkan Alloh dalam firmanNya (artinya):

“Maka mengapakah tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan (Sholeh) yang melarang dari berbuat kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zholim hanya mementingkan kemewahan yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.” {QS. Huud (11): 116}.

Referensi :

  • Prinsip-prinsip ‘Aqidah Ahlus-Sunnah wal Jama’ah, Oleh: Syaikh Doktor Sholeh bin Fauzan bin Abdullah al-Fauzan.;
  • Ensiklopedi Hadits 9 Imam..........