26 Mei 2011

Membendung Makar Syi’ah

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah membimbingmu ke pada Siratal Mustaqim.

Bahwasanya orang-orang orientalis dan orang-orang syiah berusaha untuk merusak aqidah umat Islam. Mereka mencela, menuduh pengkhianat, bahkan kafir terhadap para Sahabat - murid-murid Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam.

Mereka membungkus kejahatan mereka dengan kata-kata yang indah, dengan memberikan tinjauan-tinjauan politik, ekonomi, sosial budaya terhadap Sejarah Islam, tetapi pada ujungnya mereka mencela para Sahabat.

Mengapa mereka mencela para Sahabat ?

Karena dengan mencela para sahabat mereka bermaksud untuk membatalkan Al-Quran dan Al-Hadits, karena lewat para Sahabatlah kita mengetahui Al-Quran dan Al-Hadits dan itulah tujuan mereka.

Mencela para Sahabat dengan tuduhan pendusta, pengkhianat, bahkan kafir berarti juga menuduh dakwah Rasulullah gagal. Mencela para Sahabat berarti juga mencela Rasulullah. Misalkan, jika dikatakan bahwa teman-teman akrabnya si Fulan itu: tukang mabok, pencopet, perampok, suka pergi ke tempat pelacuran, apa yang kalian simpulkan tentang si Fulan. Tentu kalian akan mengatakan bahwa si Fulan kurang lebih sama dengan teman-temannya itu.

Lewat pintu inilah (mencela para Sahabat Nabi) orang-orang orientalis dan syiah berusaha merusak aqidah umat Islam. Syiah itu seperti serigala berbulu domba, mereka mengaku sebagai umat Islam, tetapi mereka sesungguhnya akan menikam aqidah kalian-wahai saudaraku, hati-hatilah !

Tulisan singkat ini berusaha untuk menutup pintu yang biasanya digunakan masuk oleh srigala-srigala berbulu domba dan kemudian akan merusak aqidah umat Islam. Bila ingin rinci, bacalah kitab-kitab para ulama ahli hadits yang mengupas masalah seperti ini. Tulisan ini merupakan pembelaan bagi para Sahabat.

I. PARA SAHABAT ADALAH SEBAIK-BAIK UMAT

Allah ta’ala menyatakan bahwa para sahabat merupakan sebaik-baik umat, Allah ta’ala berfirman [artinya]: "Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang maruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah."(QS. Ali-Imran:110)

Rasulullah shalallahualaihi wa sallam bersabda: "Sebaik-baik manusia adalah pada generasiku (sahabat), kemudian setelahnya (tabiin) kemudian setelahnya (tabiut tabiin)" (HR. Bukhari & Muslim dan lainnya)

Apabila ada orang sesat yang menuduh para sahabat nabi sebagai sejahat-jahat umat-sebagai pengkhianat, siapa yang akan kalian benarkan, apakah ucapan Allah dan Rasul-Nya atau orang-orang sesat tersebut wahai orang-orang yang berakal ?

II. PERSAKSIAN AL-QURAN BAHWA PARA SAHABAT BERIMAN DENGAN SEBENAR-BENARNYA

Sungguh, Allah taala telah bersaksi bahwa para sahabat Nabi, baik dari Muhajirin maupun Anshar bahwa mereka adalah mu’min yang haqiqi. Allah berfirman [artinya]: "Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezki (nikmat) yang mulia. (QS. Al-Anfaal:74)

III. PARA SAHABAT TELAH DI RIDHAI OLEH ALLAH TAALA

Allah telah meridhai para sahabat, dan menjanjikan begi mereka Surga, Allah berfirman [artinya]: "Dan orang-orang yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. (At-Taubah:100)

IV. KEKAFIRAN MERUPAKAN HAL YANG SANGAT JAUH BAGI PARA SAHABAT

Allah telah membimbing para Sahabat untuk mencintai keimanan dan membenci kekafiran, Allah berfirman: "Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,” (QS. Al-Hujurat:7)

Adalah sangat menggelikan mendengar gonggongan serigala-serigala berbulu domba, yang mereka menuduh para Sahabat kemudian murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Padahal Allah telah menjadikan para Sahabat mencintai keimanan dan membenci kekafiran, Allah juga telah menjanjikan Surga bagi Muhajirin dan Anshar. Apakah mungkin Allah menjanjikan sorga kepada orang-orang yang murtad ?. Berita gembira bahwa para sahabat akan memperoleh sorga membuktikan bahwa para sahabat terbebas dari kemunafikan.

V. ALLAH AZZA WA JALLA TELAH MENJADIKAN SAHABAT SEBAGAI KHALIFAH DAN BUKTI-BUKTINYA.

Sungguh, Allah telah berjanji akan menjadikan khalifah (penguasa) bagi orang-orang yang beriman dan beramal shaleh, Allah Azza wa Jalla berfirman [artinya]: " Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang shaleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa" (QS. An-Nur: 55).

Pada masa kekhalifahan khulafaur Rasyidin wilayah umat Islam meluas sampai ke Persia, Bashra, Damaskus, Mesir, Rumawi, Konstantinopel (sekarang Ankara Turki), Maroko, Cyprus, Cina, Iraq, Khurasan, Ahwaz dan negeri-negeri lainnya.

Kenyataan sejarah ini sebagai bukti bahwa para Sahabat merupakan orang-orang yang beriman dan beramal shaleh.

VI. PARA SAHABAT TIDAK MENGUBAH SEDIKITPUN DIEN DAN SYARIAT.

Allah Azza wa Jalla juga menjamin bahwa para Sahabat tidak akan merubah sedikitpun dien (agama) dan syariat yang mereka terima dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, Allah berfirman [artinya]: " Di antara orang-orang mu’min itu ada orang-orang yang menepati apa yang mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur.Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka sedikitpun tidak merobah (janjinya)" (QS. Al-Ahzab: 23)

VII. SAHABAT BUKAN MUNAFIQ DAN MUNAFIQ BUKAN SAHABAT

Munafiq pada masa Rasulullah tidaklah banyak dan mereka jelas ciri-cirinya. Kaum Mukminin mengetahui orang-orang munafiq dari Al-Quran, Al-Quran menerangkan bahwa kaum munafiq akan mengatakan demikian-demikian. Allah juga telah menyingkap keadaan munafiqin. Dalil tentang hal ini akan terlalu banyak untuk disebutkan disini.

Definisi Sahabat Nabi adalah orang yang bertemu Nabi dalam keadaan iman dan meninggal dalam keadaan iman.

VIII. PARA SAHABAT BUKANLAH MALAIKAT DAN BUKAN PULA NABI, SEHINGGA TIDAK MA’SUM

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah membimbingmu ke atas Sirotul Mustaqim.

Para Sahabat itu bukanlah malaikat dan bukan pula Nabi, sehingga tidak terbebas dari kesalahan, namun Allah telah menjanjikan ampunan bagi mereka. Sehingga tidak pantas bagi kita mengorek-ngorek kesalahan-kesalahan mereka, misalnya dengan membahas perselisihan diantara mereka dan kemudian sebagian sahabat dicela.

Ketahuilah wahai saudaraku, semoga Allah membimbingmu ke atas Sirotul Mustaqim.

Sahabat itu mujtahidin, sehingga bila ijtihadnya keliru mereka mendapat satu pahala dan jika benar mendapat 2 pahala.

Allah taala berfirman [artinya]: "Itu adalah umat yang telah lalu, baginya apa yang diusahakannya dan bagimu apa yang kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta pertanggungjawaban tentang apa yang telah mereka kerjakan" (QS. Al-Baqarah:141)

Para Sahabat telah pergi dengan membawa keridhaan Rabb, dijanjikan sorga, diampuni kesalahannya dan keutamaan-keutamaan lainnya. Pantaskah kita mengorek-ngorek kesalahan mereka ?.

Beramallah untuk bekal kalian menghadap Rabbul Alamin !

IX. HUKUM ORANG YANG MENCACI PARA SAHABAT DENGAN MENUDUHNYA KAFIR, MURTAD DAN FASIQ SEMUANYA ATAU SEBAGIANNYA.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menerangkan: " Adapun orang yang melampaui masalah itu, hingga menyangka bahwa para sahabat itu murtad sepeninggal Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam kecuali hanya beberapa orang saja yang tidak sampai sepuluh orang, atau menganggap para Sahabat pada umumnya fasiq, maka yang demikian itu tidak diragukan kekafirannya, karena dengan demikian dia telah mengkufuri banyak ayat-ayat Al-Quran yang menyatakan karidhaan dan pujian Allah kepada mereka. Bahkan barangsiapa yang meragukan kekafirannya, berarti dia kafir dengan kafir yang sebenar-benarnya kafir..." kemudian beliau menyatakan: " Dan kekafiran yang demikian ini adalah perkara yang sudah diketahui dengan pasti dari agama Islam. (As-Sharimul Maslul)

Imam Malik berpendapat kafir terhadap orang-orang yang membenci para Sahabat berdasarkan Surat Al-Fath ayat 29 yang menerangkan keadaan para Sahabat: "Agar Allah menjengkelkan orang-orang kafir dengan keadaan mereka seperti itu". Pengertian seperti ini juga disepakati oleh Imam Syafii dan lainya. (As-Shawaiqul Muhriqah, Tafsir Ibnu Katsier, As-Sunnah karya Al-Khallal)

Semoga Allah melimpahkan shalawat dan salam kepada Rasulullah, keluarga, dan para Sahabatnya.

Allahu taala alam. Akhiru dawana wal hamdulillahirabbil alamin.

Seputar tentang Imamah Syar’iyah Dan mengenai al-Hakimiyah

Imamah Syar’iyah

Arti Imamah Syar’iyah adalah kepemimpinan yang syar’ie atau kepemimpinan yang sah dari suatu Negara Islam menurut syari’ah Alloh swt.

Syarat utama dari kepemimpinan ini adalah penegakkan syari’ah yaitu penerapannya secara keseluruhan. Sedangkan sang pemimpin itu sendiri diharuskan memenuhi syarat-syarat khusus dalam manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah, selain syarat kepemimpinan tadi, yaitu (penegakkan syari’ah).

Jika syarat utama tersebut, yaitu penegakkan syari’ah, tidak terpenuhi maka bagaimanapun keadaannya maka kepemimpinan dan sang pemimpin itu sendiri tidaklah syar’ie. Sedangkan syarat lain bila tidak terpenuhi hanya merupakan suatu kekurangan yang berbeda bobotnya dari satu syarat ke syarat lainnya.

Kewajiban setiap muslim kepada imam syar’i, adalah menta’atinya serta mendukungnya. Kewewenangan dan kewajiban imam syar’ie di dalam Islam meliputi urusan-urusan keagamaan dan keduniaan. Tidak ada pemisah antara keduanya. Imam-imam ahlus Sunnah telah ber-ijma’ atas wajibnya menegakkan imamah syar’iyah dan menganggapnya sebagai suatu kewajiban yang sangat besar sekali.

Penentuan imam syar’ie dalam Islam adalah dengan cara pemilihan dan pengangkatan. Tetapi pemilihan dan pengangkatan (ataupun pemecatan) itu dilaksanakan oleh orang-orang tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu pula. Seperti syarat ilmu, kekuatan pikiran, laki-laki, muslim dan lain-lain. Mereka dinamakan ahlu hal dan aqad. Jadi bukanlah seperti halnya cara demokrasi yang menyamakan ulama dan orang-orang jahil (bodoh) dalam memilih pemimpin. Ketika suatu kepemimpinan dalam suatu Negara Islam (Negara Islam!!!) terjadi hasil dari suatu kudeta, maka hal ini ada tafsilnya dalam manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah.


Al-Hakimiyyah

Seperti telah kita ketahui sebelumnya bahwa Tauhid Uluhiyyah mencakup juga masalah hukum. Bagian ini dinamakan Tauhid Hakimiyyah. Juga telah kita ketahui bahwa pembagian-pembagian Tauhid atas beberapa bagian adalah masalah tekhnis demi mempermudah pengertian.

Membuat hukum untuk diterapkan oleh manusia dalam setiap segi kehidupan manusia, hanyalah hak Alloh semata. Alloh-lah yang memiliki langit dan bumi serta semua apa-apa yang diantara keduanya. Bertolak dari sini, hanya Alloh-lah yang berhak mengatur keduanya dan apa-apa yang ada di antara keduanya. Suatu zat pembuat hukum haruslah mengetahui rahasia-rahasia yang sudah terjadi, sedang terjadi dan apa-apa yang akan terjadi; harus mengetahui semua akibat dari semua sebab. Hanya Alloh-lah yang mengetahui semua itu.

Di dalam hukum Islam ada hukum-hukum yang menghukumi masalah-masalah secara langsung dan tertentu, seperti hukum pencuri, penzina, pembunuh dan lain-lainnya. Macam hukum-hukum seperti ini banyak sekali dan meliputi seluruh segi kehidupan manusia. Selain macam hukum tersebut, ada pula masalah-masalah yang tidak di hukumi secara langsung dan tertentu. Masalah-masalah seperti ini diserahkan kepada manusia untuk membuatnya dengan beberapa persyaratan. Di antaranya mencapai maslahat sebesar mungkin, mengurangi mafsadah sampai sekecil mungkin, tidak berbenturan dengan larangan syari’ah dan sejalan dan sejalan dengan jiwa syari’ah. Contohnya hukum-hukum lalu lintas, hukum penerbangan dan lain-lain. Methode penentuan macam yang kedua inipun telah dipolakan oleh syari’ah.

Ketika penentuan atau pembuatan hukum dibuat oleh manusia untuk menandingi atau menggantikan hukum Alloh, terjadilah kemusyrikan yang besar sekali, yaitu syirik hukum atau syirik hakimiyyah. Karena pembuat hukum itu telah mencoba menempati dirinya di maqam (posisi) Alloh. Inilah yang dilakukan oleh Mejelis-majelis wakil rakyat dan para dictator di hampir semua Negara di dunia.

Para pembuat hukum itu adalah musyrikin walaupun mereka mengaku sebagai orang Islam. Demikian juga orang-orang yang menta’ati mereka dalam menerapkan hukum tersebut, apalagi sampai melindunginya dan menjaga kelanggengannya, merekapun semua menjadi musyrikin.

Pada zaman ini hampir-hampir bisa kita pastikan bahwa syirik terbesar dari segi akibatnya yang buruk pada kehidupan ummat adalah syirik hukum ini. Tetapi masih banyak saja kaum muslimin yang buta hati tentang syirik ini. Bahkan, banyak pula orang-orang yang terhitung sebagai orang-orang Islam yang berdakwah kepada Alloh, yang menganggap hal ini masih dalam lingkaran kufr asyghor. Pandangan seperti ini telah menjadi syubhah yang besar untuk banyak orang.

Untuk menyapu bersih syubhah ini, baik kita perjelas di sini:

Ketika yang terjadi adalah penyingkiran hukum Alloh dari kehidupan ummat dan menggantikannya dengan hukum-hukum buatan makhluk (hukum Thoghut), maka para pelakunya telah keluar dari Islam dan syiriknya adalah kufr akbar, terlepas apakah yang ada di dada sang pelaku.

Tetapi, ketika yang terjadi adalah penyelewengan penerapan suatu hukum tertentu pada masalah tertentu dalam suatu Negara yang menerapkan syari’at serta tidak menerapkan hukum thoghut, maka pelakunya telah melakukan kufr ashghor, bila dia tidak menyamakan hukum Alloh dengan lainnya dan dia merasa wajib menerapkan hukum Alloh.


Sumber: Tarbiyyah Agama Islam Terpadu, al-Hidayah

18 Mei 2011

Saat Iblis Masuk Parlemen

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ (٣١)


“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai Robb selain Alloh dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan yang Esa, tidak ada ilah (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci Alloh dari apa yang mereka persekutukan.” {QS. At-Taubah (9) : 31}.

Maksudnya: mereka mematuhi ajaran-ajaran orang-orang alim dan rahib-rahib mereka dengan membabi buta (dengan mematuhi apa-apa yang tidak diperintahkan oleh Alloh -pen), biarpun orang-orang alim dan rahib-rahib itu menyuruh membuat maksiat atau mengharamkan yang halal. (catatan kaki DepAg).

Parlemen adalah nama sebuah lembaga legislatif yang sudah tak asing lagi di telinga kita, terlebih kita tinggal di Negara demokrasi, ya…. Parlemen adalah sebuah dewan perwakilan rakyat dengan anggota yang dipilih untuk satu periode berdasarkan suara terbanyak, mereka yang dipilih itu mewakili rakyat dalam mengambil keputusan. Pada hakikatnya parlemen adalah lembaga kufur karena menjadikan suara rakyat sebagai tandingan dari hukum-hukum Alloh swt. Nah… tahukah anda bahwa orang-orang kafir Quraisy dahulu juga memiliki parlemen untuk menyusun rencana-rencana mereka, Darun Nadwah namanya. Dalam parlemen inilah masalah-masalah politik yang pelik biasanya mereka putuskan. Dan mereka menolak ajaran yang dibawakan oleh Rosululloh dengan memilih keyakinan terbanyak mereka yang mereka klaim dari nenek moyang mereka.

Saudaraku… ketika da’wah Islam yang diusung oleh Rosululloh Muhammad dan para sahabatnya sudah semakin gencar dan terus mendapat simpati serta kepercayaan penduduk Makkah dan sekitarnya, maka orang-orang musyrik itu pun semakin gempar.

Terlebih lagi ketika orang-orang musyrik itu melihat para sahabat Rosululloh telah berkemas-kemas untuk berhijrah dengan membawa keturunan serta harta mereka menuju perlindungan kaum Aus dan Khazraj. Orang-orang kafir Quraisy itu sangat menyadari betapa sosok Muhammad memiliki pengaruh yang begitu besar plus leadership (gaya kepemimpinan) yang sempurna. Demikian pula mereka menyadari tekad bulat, istiqomah serta pengorbanan diri di jalan Alloh yang dimiliki oleh para shahabatnya.

Belum lagi kekuatan dan ketangguhan yang dikenal dari suku Aus dan Khazraj dan para cendikiawan kedua suku yang memiliki naluri perdamaian saudara seislam dan keshalihan serta mampu mengajak untuk membuang rasa dendam diantara kedua belah pihak setelah selama bertahun-tahun lamanya mereka (Aus dan Khazraj) menelan pahitnya perang antar saudara. Sehingga saat itu kaum Musyrikin telah merasakan betapa seriusnya bahaya yang akan mengancam kelangsungan sendi kekuasaan dan perekonomian mereka.

Karenanya, pada hari kamis tanggal 26 Shafar tahun 14 kenabian, bertepatan dengan bulan September 622 M, parlemen Mekkah (Darun Nadwah) mengadakan pertemuan yang paling kritis dalam sejarahnya, tepatnya pada pagi hari. Pertemuan ini dihadiri oleh semua perwakilan kabilah-kabilah Quraisy guna mempelajari langkah pasti yang dapat menjamin keberhasilan secara cepat di dalam menghabisi pemangku panji da’wah Islam tersebut dan memutus aliran cahayanya sehingga eksistensinya berakhir untuk selama-lamanya. Di antara wajah-wajah terpandang yang mewakili kabilah-kabilah Quraisy yang hadir dalam pertemuan yang amat kritis itu adalah:

  • Abu Jahal bin Hisyam, ia mewakili kabilah Bani Makhzum.
  • Jubair bin Muth’im, Thu’aimah bin ‘Adiy, al-Harits bin ‘Amir (ketiganya mewakili Bani Naufal bin ‘Abdi Manaf).
  • Syaibah bin Rabi’ah, Utbah bin Rabi’ah, Abu Sufyan bin Harb (ketiganya mewakili bani ‘Abd Syams bin ‘Abdi Manaf).
  • An-Nadlar bin al-Harits, mewakili bani ‘Abd ad-Dar.
  • Abul Bukhturiy bin Hisyam, Zam’ah bin al-aswad, Hakim bin Hizam (ketiganya mewakili Bani Asad bin ‘Abd al-Uzza).
  • Nabih bin al-Hajjaj, Munabbih bin al-Hajjaj (keduanya mewakili Bani Sahm), dan,
  • Umayyah bin Khalaf, ia mewakili bani Jumah.
Tatkala mereka semua telah berdatangan menuju Parlemen (Darun Nadwah) sesuai janji yang telah ditentukan, datanglah Iblis menghadang mereka, Iblis menyamar dalam rupa seorang syaikh yang berwibawa dan mengenakan pakaian yang tebal. Dia berdiri di depan pintu. Para hadirin itu pun menegurnya,

“Siapa gerangan bapak tua?” Dia menjawab, “Orang tua, penduduk Najd yang telah mendengar perihal tujuan pertemuan kalian”. Mereka berkata, “Baiklah, silahkan masuk!”. Lalu Iblis yang telah menyamar itu pun masuk bersama mereka.

Ketika persidangan dimulai, Abul Aswad mengawali dengan mengusulkan agar Rosululloh dibuang saja kenegeri lain. Namun usulan ini ditolak oleh Syaikh (bapak tua, yang dihormati) itu (yang pada hakekatnya adalah Iblis), alasannya karena mereka sadar akan kepribadian Rosululloh yang memukau, takut kalau di negeri tersebut Rosululloh masih saja mengkader para pemegang panji Islam.

Abul Bukhturiy memberikan usulan kedua agar Rosululloh dipenjara saja hingga menemui ajalnya di dalam penjara. Tapi, lagi-lagi usulan ini juga ditolak oleh bapak tua itu (Iblis). Alasannya, karena mereka tahu para sahabat Rosululloh tak kan tingal diam untuk membebaskan Rosululloh dan kelak akan tetap menaklukkan Mekkah.

Setelah dua usulan ini tertolak, Abu Jahal (Penjahat kelas kakap Makkah) mengusulkan agar tiap-tiap kabilah Quraisy mengutus seorang pemuda yang kuat perkasa, lalu secara bersama-sama pemuda-pemuda tersebut mendatangi Rosululloh dan membunuhnya serentak. Ketika Rosululloh telah terbunuh maka tanggung jawab atas kematiannya terbagi secara merata pada semua kabilah Quraisy, sehingga Bani Abdul Manaf tidak akan membuat balasan, kemungkinannya hanya akan menuntut diyat (denda). Maka Iblis itu pun menyetujui dan berkata: “inilah pendapat yang saya kira tidak ada yang lebih tepat darinya”. (lihat Siroh nabawiyah, oleh Syaikh Sofiyurrahman al-Mubarokfuri).

Parlemen Darun Nadwah akhirnya sepakat dengan Ide Abu Jahal tersebut. Mereka mempersiapkan konspirasi untuk membunuh Rosululloh sebagai hasil rapat mereka, yaitu dengan hasil mayoritas yang mereka anggap sebuah kebenaran untuk menolak syari’at Islam yang dibawa oleh Rosululloh saw. Setelah diputuskannya rencana tersebut, Jibril turun menyampaikan wahyu kepada Rosululloh agar beliau hijrah menyusul para shahabatnya yang telah lebih dulu berangkat ke Madinah.

Hingga pada akhirnya Rosululloh pun meninggalkan tanah kelahirannya Makkah menuju Madinah. (lihat, Ibnu Hisyam, Siroh Nabawiyah, jilid 2, hal. 98).

Saudaraku, dari kisah tersebut dapat kita ambil beberapa faidah dan ibroh, diantaranya:

Pertama, system parlemen sudah ada di masa Rosululloh saw, namun beliau tidak memilih jalur parlemen untuk membentuk masyarakat Islami, melainkan beliau tetap berda’wah dan berhijrah ke Madinah, kemudian mendirikan Negara Islam di Madinah.

Kedua, Iblis adalah musuh abadi yang benar-benar ada, hanya saja Iblis dan keturunannya tidak bisa terlihat oleh kita manusia, kecuali jika iblis itu telah merubah wujudnya menjadi manusia atau hewan seperti pada kisah di atas.

Ketiga, iblis dan keturunannya selalu berusaha menyesatkan manusia, bahkan boleh jadi di gedung parlemen saat ini pun ada sosok manusia jelmaan Iblis yang berusaha menjauhkan manusia dari syari’at Alloh swt, maka dari itu waspadalah selalu…!

Kaum Muslimin yang berbahagia, syariat Alloh bukanlah untuk diperdebatkan atau dipertentangkan apalagi dijadikan sebagai bahan pooling pendapat untuk disetujui atau tidak, ia adalah ketetapan yang mutlak harus diterima sebab datangnya adalah dari Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui segala-galanya, Ialah satu-satunya yang mengetahui mashlahat dan mudharat bagi umat manusia, ketetapanNya penuh keadilan, hukum-hukum-Nya penuh kebijakan, tidaklah Ia ditanya tentang perbuatanNya sebaliknya umat manusialah yang berhak untuk itu.

Merubah satu dari ketetapan Alloh , atau membenci apalagi sampai menolaknya dengan alasan apapun adalah bentuk-bentuk kekufuran yang pelakunya terancam murtad dari agama Islam, sebaliknya menerima hukum-hukumNya adalah syarat mutlak benarnya iman seseorang sebagaimana yang tersebut di dalam QS. An-Nisaa (04): 65, Alloh berfirman (artinya):

“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya”.

Saat ini tidak sedikit hukum Alloh yang diperdebatkan, ironisnya justru oleh orang yang kurang faham agama sehingga tidak jarang hukum-hukum tersebut ditolak hanya dengan alasan logika yang sangat pendek, dalil agama dipelintirkan tidak sesuai dengan maksud dan tujuannya diturunkan. Tidakkah orang-orang itu sadar bahwa yang mereka tentang adalah hukum Alloh bukan hukum buatan manusia ? Tidakkah lagi ada rasa takut dalam diri kita semua jika terang-terangan menolak hukumNya ? Jika Abu Bakar as-Shiddiq saja berkata: “Langit manakah yang akan menaungiku, bumi manakah yang akan menerimaku jika aku berkata tentang al-Qur’an sesuatu yang tidak aku ketahui?” Maka kita semua akan berkata apa melihat kelakuan sebagian umat kita seperti ini tanpa ada rasa takut kepada Alloh sedikitpun?

Kemanakah orang-orang beriman yang mengaku tunduk kepada Alloh dan senantiasa menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar?

Sadarlah wahai umat Islam dari segala musibah dan bencana yang menimpa kita selama ini bahwa ia adalah teguran Alloh akibat kelalaian dan keteledoran kita, bangkitlah dan katakan TIDAK kepada segala bentuk penentangan terhadap hukum-hukum syariat, nyata ataupun tersembunyi dengan mentakwil-takwilkannya.

Untuk para pemimpin negeri ini kami serukan untuk menjadikan syariat Alloh sebagai pedoman dalam negara sebab tiada keberuntungan ataupun kebahagiaan kecuali dengannya. Dengannya anda mengundang keridhaan Alloh Pencipta dan Penguasa alam semesta serta dengannya pula anda dapat memberikan kesejahteraan kepada umat dan masyarakat yang anda pimpin. Kami sadar bahwa memimpin negeri ini memang sulit namun dengan bantuan Alloh lalu kebersamaan
kaum muslimin semua amanah dan kewajiban dapat diatasi insya Alloh . Syariat Alloh adalah adil dan tidak diskriminatif dapat berlaku bagi semua umat manusia yang sadar akan eksistensi dirinya sebagai makhluk, maka tidak usah takut dan khawatir akan adanya penindasan terhadap kaum minoritas (orang-orang kafir), karena pada kenyataannya dalam sejarah pun hal tersebut tidak pernah terjadi. (lihat QS.asy-Syuuroo’ (42): 21).


Referensi:

  1. Majalah “Intisari Harokah Sunniyah untuk Masyarakat Islami, Vol 11 2010”.
  2. Buletin Nurul Haq E. 167

12 Mei 2011

Beriman Kepada Hari Akhir

Hari Akhir adalah hari Kiamat yang dihari itu seluruh manusia dibangkitkan untuk dihisab dan diberi balasan. Dikatakan hari akhir karena tidak ada hari setelahnya, dimana setiap penghuni Surga akan menetap di Surga dan ahli Neraka menetap di Neraka. Beriman kepada hari Akhir mengandung empat unsur:

Pertama, Beriman kepada hari kebangkitan, yaitu saat dihidupkannya orang-orang mati tatkala ditiup sangkakala kedua. Seluruh manusia bangkit menghadap Allah tanpa alas kaki, tanpa mengenakan pakaian serta tidak berkhitan. Allah swt berfirman:

يَوْمَ نَطْوِي السَّمَاءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِ كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ (١٠٤)


“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama Begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; Sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya”. {Qs. Al-Anbiyaa’ (21) : 104}.

Hari kebangkitan benar adanya berdasarkan dalil-dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah serta Ijma’ kaum muslimin.

Firman Allah swt:

“Kemudian sesudah itu sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati, kemudian kamu sekalian benar-benar akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari Kiamat.” {Qs. Al-Mu’minun (23) :15-16}.

Nabi saw bersabda:

“manusia dikumpulkan di hari Kiamat tanpa alas kaki dan tidak berkhitan.” (Muttafaq’alaih: HR Bukhori {dalam kitab “Perbudakan”, Bab “Bagaimana Keadaan di Mahsyar”}; Muslim {Kitabul Jannah, Bab “Dunia dan keterangan tentang Mahsyar pada hari Kiamat”}).

Umat Islam sepakat akan terjadinya hari Kebangkitan, ini sejalan dengan hikmah dijadikannya tempat kembali bagi manusia. Di sana mereka diberi balasan atas kewajiban yang dibebankan kepada mereka melalui lisan para rasul. Firman Allah kepada Nabi saw:

“Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Al-Qur’an benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. ...” {Qs. Al-Qashash (28) : 85}.

{Lihat Qs. Al-Mu’minuun (23) : 115 ; Qs. Ar-Rum (30) : 27 ; Yasin (36) :79 ; Fushshilat (41) : 39; Qaaf (50) : 9-11}.

Dan kitab-kitab samawi sepakat terhadap akan adanya hari Kebangkitan. Adapun secara fakta, Allah telah memperlihatkan kepada hambanya orang mati dihidupkan di dunia ini. Di dalam Qs. Al-Baqarah ada Lima contoh tentang itu:

“Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: “Hai Musa, Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum Kami melihat Allah dengan terang *), karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya **)”. setelah itu Kami bangkitkan kamu sesudah kamu mati, supaya kamu bersyukur”. {Qs. Al-Baqarah (2) : 55-56}.

*) Maksudnya: melihat Allah dengan mata kepala.
**) Karena permintaan yang semacam ini menunjukkan keingkaran dan ketakaburan mereka, sebab itu mereka disambar halilintar sebagai azab dari tuhan.

“Dan (ingatlah), ketika kamu membunuh seorang manusia lalu kamu saling tuduh menuduh tentang itu. Dan Allah hendak menyingkapkan apa yang selama ini kamu sembunyikan. Lalu Kami berfirman: “Pukullah mayat itu dengan sebahagian anggota sapi betina itu!” Demikianlah Allah menghidupkan kembali orang-orang yang telah mati, dam memperlihatkan padamu tanda-tanda kekuasaanNya agar kamu mengerti *)”. {Qs. Al Baqarah (2) : 72-73}.

*) Menurut jumhur mufassirin ayat ini ada hubungannya dengan peristiwa yang dilakukan oleh seorang dari Bani Israil. Masing-masing mereka tuduh-menuduh tentang siapa yang melakukan pembunuhan itu. Setelah mereka membawa persoalan itu kepada Musa a.s., Allah menyuruh mereka menyembelih seekor sapi betina agar orang yang terbunuh itu dapat hidup kembali dan menerangkan siapa yang membunuhnya setelah dipukul dengan sebahagian tubuh sapi itu.

“Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang ke luar dari kampung halaman mereka, sedang mereka beribu-ribu (jumlahnya) karena takut mati; Maka Allah berfirman kepada mereka: “Matilah kamu” *), kemudian Allah menghidupkan mereka. Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur.” {Qs. Al Baqarah (2) : 243}.

*) Ahli tafsir seperti Al-Thabari dan Ibnu Katsir mengartikan mati di sini dengan mati yang sebenarnya;

“Atau Apakah (kamu tidak memperhatikan) orang yang melalui suatu negeri yang (temboknya) telah roboh menutupi atapnya. Dia berkata: “Bagaimana Allah menghidupkan kembali negeri ini setelah hancur?” Maka Allah mematikan orang itu seratus tahun, kemudian menghidupkannya kembali. Allah bertanya: “Berapakah lamanya kamu tinggal di sini?” ia menjawab: “Saya tinggal di sini sehari atau setengah hari.” Allah berfirman: “Sebenarnya kamu telah tinggal di sini seratus tahun lamanya; lihatlah kepada makanan dan minumanmu yang belum lagi beubah; dan lihatlah kepada keledai kamu (yang telah menjadi tulang belulang); Kami akan menjadikan kamu tanda kekuasaan Kami bagi manusia; dan lihatlah kepada tulang belulang keledai itu, kemudian Kami menyusunnya kembali, kemudian Kami membalutnya dengan daging.” Maka tatkala telah nyata kepadanya (bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati) diapun berkata: “Saya yakin bahwa Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” {Qs. Al-Baqarah (2) : 259}.

“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: “Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman: “Belum yakinkah kamu?” Ibrahim menjawab: “Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku) Allah berfirman: “(Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincang-lah semuanya olehmu. (Allah berfirman): “Lalu letakkan diatas tiap-tiap satu bukit satu bagian dari bagian-bagian itu, kemudian panggillah mereka, niscaya mereka datang kepadamu dengan segera.” dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” {Qs. Al Baqarah (2) : 260}.

Contoh lain yaitu mu’jizat Nabi Isa as adalah bisa menghidupkan kembali orang yang sudah mati dari kubur atas izin Allah.

Contoh-contoh diatas merupakan tanda kebesaran dan kekuasaan Allah swt. Berbeda dengan apa yang telah dilakukan oleh dukun-dukun (atau tukang obat) yang memiliki kemampuan untuk menyatukan leher yang telah digorok, karena dukun tersebut tidak dapat menjalankan prakteknya (secara berulang-ulang atas kemauannya) kecuali dengan bantuan syaitan walaupun mereka mengatakan “ini semua atas pertolongan Allah” atau perkataan lainnya yang berbau islam. (Jauhi!!, Jangan ditonton pertunjukkan mereka).

Kedua, beriman kepada hisab (perhitungan) dan jaza’ (pembalasan). Di saat itu seluruh amal manusia diperhitungkan dan akan dibalas sesuai dengan amal masing-masing. Adanya perhitungan dan pembalasan ini berdasarkan dalil dari al-Qur’an, as-Sunnah dan ijma’ umat Islam.

Firman Allah:

“Sesungguhnya kepada Kami-lah mereka kembali, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka”. {Qs. Al-Ghasyiyah (88) : 25-26}.

{lihat pula Qs.Al-An’aam (6) : 160 ; Al-Anbiyaa’(21) : 47}.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda:

“Sesungguhnya Allah mendekatkan orang mu’min lalu meletakkan di atasnya perlindungan-Nya dan menutupinya, lalu Allah berfirman: ‘Adakah kamu tahu dosa ini? Adakah kamu tahu dosa ini?’ maka ia menjawab: ‘Benar, wahai Tuhanku!’ setelah ia mengetahui semua dosa-dosanya dan ia menyangka telah celaka, Allah berfirman: ‘Telah Aku tutupi di dunia dan Aku akan ampuni bagimu pada hari ini’. Lalu diberikan buku catatan kebaikannya. Adapun orang-orang kafir dan munafik mereka dipanggil di depan para makhluk: ‘Mereka inilah yang telah mendustakan Tuhan mereka, ketahuilah laknat Allah atas orang-orang yang zhalim’.” (Muttafaq alaih: diriwayatkan Bukhori, {kitab: “kedzaliman”, Bab Firman Allah “Ketahuilah bahwa laknat Allah atas orang-orang yang dzalim”}, dan Muslim {Kitabut Taubah, Bab: “Diterimanya Taubat Pembunuh Meski Telah Berulang kali membunuh”}).

Nabi saw bersabda dalam hadits shohih :

“Barangsiapa ingin berbuat satu kebaikan lalu ia mengerjakannya, maka Allahmencatatnya sepuluh kebajikan hinga tujuh ratus kali lipat, hingga berlipatganda, dan sesungguhnya barangsiapa berkehendak mengerjakan kejahatan lalu ia mengerjakannya, maka Allah hanya mencatatnya sebagai satu kejahatan.” (HR. Bukhori {kitab “Perbudakan”, Bab “barangsiapa berkehendak melakukan kebajikan atau kejahatan”} dan Muslim {Kitabul Iman, Bab “peristiwa Isra’nya Nabi saw ke langit”}).

Semua umat Islam sepakat adanya hisab dan pembalasan. Dan ini adalah hikmah Allah menurunkan kitab-kitab, mengutus para rasul, mewajibkan semua manusia menerima apa yang dibawa oleh para rasul, mewajibkan apa yang wajib bagi mereka, serta mewajibkan perang terhadap orang-orang yang membangkangnya, sekaligus dihalalkan darah anak-anaknya, istri-istrinya dan harta bendanya.

Seandainya tidak ada pembalasan maka semua hal tersebut di atas hanya permainan belaka. Dan ini tidak mungkin terjadi pada Dzat Allah yang Maha Bijaksana dalam mengurus segala sesuatu.

Firman Allah:

“Maka sesungguhnya Kami akan menanyai umat-umat yang telah diutus rasul-rasul kepada mereka dan sesungguhnya Kami akan menanyai (pula) rasul-rasul (Kami). Maka sesungguhnya akan Kami kabarkan kepada mereka (apa-apa yang telah mereka perbuat) sedang (Kami) mengetahui (keadaan mereka), dan sekali-sekali Kami tidak jauh (dari mereka)” {Qs. Al-A’raaf (7) :6-7}.

Ketiga, beriman kepada adanya Surga dan Neraka, bahwa keduanya adalah tempat kembali yang abadi bagi manusia. Surga adalah tempat yang penuh dengan kenikmatan, disiapkan untuk orang-orang beriman dan bertakwa. Mereka itulah yang melaksanakan perintah Allah dan rasulNya dengan penuh keimanan dan keikhlasan {lihat Qs. Al-Bayyinah (98) : 7-8}. Di Surga tersebut terdapat bermacam-macam kenikmatan yang “Tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga, dan tidak pernah pula terlintas dalam hati manusia.”

Adapun neraka adalah tempat berbagai macam adzab yang disediakan Allah bagi orang-orang kafir dan dzalim yang tidak mempercayai keberadaanNya dan mendurhakai rasul-rasulNya, di dalamnya terdapat berbagai macam adzab dan siksa yang kepedihannya tak pernah terlintas dalam benak manusia. {lihat Firman Allah: Qs. Ali Imran (3) : 131 ; Al-Kahfi (18) : 29 ; Al-Ahzab (33) : 64-66}.

Keempat, termasuk rangkaian iman kepada Hari Akhir adalah mengimani segala sesuatu yang terjadi setelah kematian, seperti:

a. Fitnah kubur, yaitu pertanyaan yang diajukan kepada orang mati setelah dikubur, pertanyaan tersebut tentang Tuhannya, agama dan Nabinya. Bagi yang beriman, Allah akan meneguhkannya dengan ucapan dan jawaban yang benar dan ia dengan lancar menjawab; “Robbku adalah Allah, Agamaku Islam dan Nabi-ku Muhammad”. Bagi orang-orang zhalim, Allah akan menyesatkannya dan ia berkata: “Ha…, ha…, saya tidak tahu!” adapun orang-orang munafik atau yang ragu ia menjawab: “Saya tidak tahu saya hanya mendengar orang berkata sesuatu lalu saya menirukannya.”

b. Siksa dan nikmat kubur. Adzab (siksa) dan ni’mat kubur adalah haq, dimana setiap manusia setelah merasakan kematian akan dihadapkan kepadanya salah satu dari kedua hal tersebut, dan hal itu tergantung pada amal perbuatan yang dikerjakan sewaktu hidupnya. Siksa kubur diperuntukkan bagi orang zhalim dan orang-orang munafik serta orang kafir. Firman Allah;

“... Alangkah dahsyatnya Sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakaratul maut, sedang Para Malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata) : “Keluarkanlah nyawamu” di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” {Qs. Al-An’am (6) : 93}.

Firman Allah yang ditujukan kepada pengikut Fir’aun:

“Kepada mereka dinampakkan Neraka pada pagi dan petang dan pada hari terjadinya Kiamat, (dikatakan kepada malaikat); ‘Masukkanlah fir’aun dankaumnya ke dalam adzab yang sangat keras’.” {Qs. Al-Mukmin (40) : 46}. {Lihat Qs. Al-Mu’minun (23): 100}.

Dalam shahih Muslim dari Zaid bin Tsabit dari nabi saw, beliau bersabda: “seandainya kamu tidak saling mengubur mayat, maka saya memohon kepada Allah agar diperdengarkan kepada kalian siksa kubur seperti yang saya dengar.” Kemudian beliau menghadapkan wajahnya lalu bersabda: “Berlindunglah kepada Allah dari Api Neraka.” Mereka menjawab (berdoa): “Kami berlindung kepada Allah dari Api Neraka.” Lalu beliau bersabda: “Berlindunglah kepada Allah dari siksa kubur.” Mereka menjawab: “Kami berlindung kepada Allah dari siksa kubur.” Beliau bersabda: “Berlindunglah kalian kepada Allah dari fitnah yang zhahir (tampak) dan yang batin (tidak tampak).” Mereka menjawab: “Kami berlindung kepada Allah dari fitnah zahir dan batin.” Beliau bersabda: “Berlindunglah kalian kepada Allah dari fitnahnya Dajjal.” Mereka menjawab: “Kami berlindung kepada Allah dari fitnahnya Dajjal.”(HR. Muslim, kitab “Surga, sifat kenikmatannya bagi penghuninya”, Bab “Ditampakkannya kepada mayat tempat tinggalnya di surga atau di neraka).

Adapun kenikmatan alam kubur hanya diperuntukkan bagi orang-orang mu’min yang jujur. Firman Allah:

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Tuhan kami ialah Allah’, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): ‘janganlah kamu merasa takut dan janganlah merasa sedih dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu’.” {Qs. Fushshilat (41) : 30}. {Lihat pula Qs. Al-Waaqi’ah (56) : 83-89}.

Diriwayatkan dari al-Bara’ bin Azib ra, sesungguhnya Nabi saw bersabda:

“Apabila seorang mu’min selesai menjawab pertanyaan dua malaikat di dalam kubur, ada suara yang memanggil dari langit: ‘Sesungguhnya hamba-Ku telah berkata jujur, hamparkan baginya permadani Surga dan pakaikanlah pakaian dari Surga serta bukakanlah untuknya pintu menuju Surga’. Maka didatangkan untuknya angin yang sepoi-sepoi serta keharuman (surga) dan dilapangkan kuburnya sejauh matanya memandang.” (dalam hadits yang panjang (HR. Ahmad {4/287}, Abu Daud, Kitabus Sunnah, bab “Permasalahan adzab kubur”, al-Haitsami dalam kitab “Majma’uz Zawa’id”, 3/49-50, Abu Nu’aim dalam kitab “al-Hilyah”, 8/10,Ibnu Abi Syaibah dalam kitab “al-Mushannaf”, 3/374, dan al-Aajurri dalam kitab “asy-Syari’ah” hal.327, al-Haitsami berkata: “Diriwayatkan oleh Ahmad, dan rijalnya adalah rijal Shahih Muslim.”)).

Ada kelompok sesat yang mengingkari adanya siksa kubur dan kenikmatannya. Mereka menggunakan akal mereka untuk berusaha meniadakan apa yang ada di dalam dalil baik dalam al-Qur’an maupun as-Sunnah as-Shohih (sikap kita seharusnya menggunakan (menghormati) akal dengan tetap berdalil kepada keduanya tanpa adanya nash yang dibuang atau tidak boleh hanya menggunakan dalil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain, serta tetap berada kepada pemahaman para Sahabat ra). Mereka (kelompok yang menolak) beranggapan bahwa hal tersebut tidak mungkin karena bertentangan dengan realita yang ada. Mereka berkata: “Seandainya orang mati tersebut kita keluarkan dari kuburnya maka kita temui seperti sediakala sebelum ia dikubur. Tidak kita dapatkan perubahan penyempitan atau pelebaran kuburan sedikitpun.”

Anggapan seperti itu batil dan sesat menurut dalil syar’i, inderawi dan logika. Mengenai dalil syar’i telah kami paparkan secara panjang lebar diatas.

Dalam shahih al-Bukhari dari hadits Ibnu Abbas ra, ia berkata:

“Nabi saw pernah keluar ke salah satu kebun di Madinah, lalu beliau mendengar dua orang sedang disiksa di dalam kuburnya. Ia sebutkan hadits yang bunyinya: “Orang pertama disiksa karena tidak menjaga percikan kencingnya dan yang lainnya suka menyebar fitnah.” (HR. Bukhari: ‘kitabul wudhu’, dan Muslim: ‘Kitabuth Thoharoh”).

Adapun dalil inderawi menunjukkan bahwa orang tidur terkadang bermimpi menempati suatu tempat yang luas dan nyaman atau menempati tempat yang sempit sangat menakutkan dan menggelisahkan, dan mungkin ia terbangun ketakutan dari yang ia lihat dalam mimpinya. Sementara ia ditempat tidur di dalam kamarnya dalam posisi semula. Tidur adalah saudara kematian. Karena itu Allah menyebutnya dengan kata wafat. Firman Allah dalam Al- Quran yang artinya:

“Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan *). Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir”. {Qs. Az-Zumar (39) : 42}.

*) Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.

Secara logika banyak orang yang bermimpi sesuatu yang menjadi kenyataan atau melihat suatu yang nyata. Seperti mimpi melihat Nabi Muhammad saw, persis dengan sifatnya. Barangsiapa mimpi melihat Nabi maka ia telah melihatnya secara hak. Sementara ia di atas tempat tidurnya yang jauh dari sesuatu yang dilihatnya, jika hal itu terjadi di dunia maka bukanlah hal yang mustahil akan terjadi dalam alam Akhirat.

Adapun alasan ingkarnya mereka, seandainya mayat dikeluarkan dari kuburnya maka tidak kita dapati perubahan terhadap sempit dan luasnya kuburan tersebut, jawaban bagi mereka sebagai berikut:

Pertama, anggapan dan alasan diatas adalah keraguan-keraguan yang timbul dari rekaan akal murni yang tidak boleh dipakai untuk menentang apalagi menolak dalil-dalil syar’i. Jika kita mau merenungkan dalil-dalil syar’i yang ada, niscaya hilanglah keragu-raguan seperti itu sebab alasan dan anggapan yang mereka buat itu tidak benar. “Berapa banyak orang yang mencaci pendapat yang benar, dikarenakan pemahamannya yang keliru.”

Kedua, alam kubur termasuk alam ghaib yang tidak bisa dibuktikan hakekatnya dengan panca indera. Jika bisa disaksikan dengan panca indera maka hilanglah faedah keimanan terhadap sesuatu yang ghaib dan akan sama saja orang beriman dan orang yang ingkar tentang masalah ghaib. (hal ghaib yang tahu hanya Allah, sedangkan keterangan-keterangan yang telah diberikan kepada kita berupa nash syar’i maka kita harus merimanya tanpa bertanya bagaimana hakekatnya).

Ketiga, siksa dan nikmat kubur, sempit dan lebarnya alam kubur hanya dirasakan orang yang meninggal saja seperti orang yang bermimpi melihat sesuatu yang menyenangkan atau menyedihkan.

Bagi orang lain dia tidak mengalami perubahan dan kejadian apa-apa, bahkan ia tetap di tempat tidurnya. Seperti yang terjadi pada diri Nabi saw disaat beliau menerima wahyu ditengah-tengah para sahabatnya. Beliau mendengarkan turunnya wahyu, tetapi para sahabat yang ada disekitarnya tidak mendengar, bahkan malaikat tersebut datang menyerupai laki-laki untuk memperdengarkan wahyu kepada Nabi saw, sementara para sahabat di sekitarnya tidak melihat malaikat tersebut dan tidak mendengarkan suara apapun.

Keempat, daya nalar dan penangkapan makhluk sangat terbatas, sebatas yang diberikan oleh Allah yang tidak mungkin bisa menangkap segalayang ada. Langit yang tujuh, bumi beserta isinya dan segala sesuatu yang ada bertasbih kepada Allah secara hakiki, terkadang tasbih tersebut diperdengarkan kepada sebagian makhluknya, akan tetapi kita tidak dapat mendengarkannya. {lihat Qs.Al-Israa’(17):44; Qs.Al-A’raaf (7): 27}.

Rosululloh saw bersabda:

“Bilamana seorang hamba diletakkan dalam kuburnya, kemudian sahabat-sahabatnya berpaling darinya, sesungguhnya ia mendengar suara sandal mereka, maka setelah itu datanglah kepadanya dua malaikat, kemudian mereka berdua mendudukkannya, maka mereka berdua berkata: apa yang engkau katakan tentang laki-laki yang bernama Muhammad? Adapun orang-orang mu’min, ia akan berkata: aku bersaksi sesungguhnya ia adalah hamba Allah dan Rosul-Nya. Maka dikatakan kepadanya: lihatlah tempatmu di neraka yang mana Allah telah menggantikannya dengan syurga, kemudian dia melihat kedua tempat itu. Adapun orang-orang munafik dan orang-orang kafir maka dikatakan kepadanya: Apa yang engkau katakan tentang laki-laki ini? Maka ia berkata: Tidak tahu, aku mengatakannya seperti perkataan orang-orang, maka dikatakan: Engkau tidak tahu dan engkau berpaling. kemudian ia dipukul dengan palu yang terbuat dari besi maka ia menjerit dengan jeritan yang didengar semua makhluk di sekitarnya kecuali jin dan manusia.” (HR. Bukhori:1285, Muslim:5115, Nasa’i: 2022, Abu Daud: 2812, Ahmad no.11823).

Doa Rosululloh saw setelah tasyahud akhir:

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, fitnah al-Masih ad-Dajjal serta fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhori no:789, Muslim no. 925, Abu Daud no.746, an-Nasa’i: 5377, Ibnu Majah: 3828 dan Ahmad).

Jika manusia tidak mampu menangkap seluruh yang ada di alam semesta maka mereka tidak boleh mengingkari masalah-masalah ghaib yang tidak bisa ditangkap oleh panca indera.

Kami (penerbit) dalam mengeluarkan bulletin ini, berharap kepada saudara-saudaraku seislam, yaitu beriman kepada hari Akhir membuahkan hasil yang mulia:

Pertama: senang dan tekun menjalankan ketaatan serta mengharapkan pahala untuk persiapan hari pembalasan.

Kedua: takut dan gelisah disaat bermaksiat karena suatu siksaan yang sangat pedih di hari Pembalasan.

Ketiga: hiburan bagi mukmin yang tidak sempat mendapatkan kenikmatan dunia, sebagai gantinya ia punya harapan yang akan ia peroleh di hari Akhirat berupa kenikmatan dan balasan pahala.

Wallohu’alam. --------------------------


Referensi:
  1. Ulasan tuntas tentang tiga prinsip pokok, syaikh Muhammad bin shalih al-Utsaimin, yayasan al-Sofwa.
  2. Dinul Islam, silsilah Tarbiyyah Sunniyyah.