25 September 2009

Mengungkap Hikmah Bulan Shiyam

Saudaraku, Alloh swt berfirman, yang artinya:
“...Tidaklah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia...” {Qs. Ali Imran (3) : 191}.

Terciptanya gugusan angkasa luar yang luas, membentang dan terhamparnya langit dan bumi. Semua itu tercipta dan diciptakan bukan karena kebetulan adanya. Di balik itu semua terdapat kekuatan maha dahsyat yang mengaturnya, Dialah Alloh ‘azza wa jalla Yang Maha Perkasa.

Saudaraku, bulan Ramadhan telah berlalu meninggalkan kita, dan kita pun tidak tahu apakah umur kita akan sampai pada ramadhan tahun berikutnya atau tidak. Mari kita bermuhasabah (introspeksi diri) dan merasa harap-harap cemas apakah puasa kita diterima Alloh atau kita hanya mendapatkan rasa haus dan lapar saja tanpa ada hikmah yang dapat kita ambil selama kita menjalani ibadah puasa di bulan ramadhan.

Saudaraku, dalam seluruh desah nafas kehidupan akan selalu ada hikmah yang tersimpan. Pun demikian halnya ketika Alloh swt memerintahkan kepada hamba-hambaNya agar beribadah kepadaNya.

Setiap ibadah dalam Islam mempunyai satu atau beberapa hikmah yang sebagiannya tampak dengan nash (pemahaman ayat-ayat) atau dengan cara berfikir yang paling sederhana. Adakalanya sebagiannya tidak terlihat kecuali oleh orang-orang yang merenungkan dan mendalaminya serta orang-orang yang diberi taufik (pertolongan) untuk bisa menggali dan mengenalinya.

Inti hikmah dalam peribadatan-peribadatan seluruhnya adalah untuk menyucikan jiwa, menyucikannya dari seluruh kekurangannya, menjernihkannya dari segala kekeruhan dan menyiapkannya kepada kesempurnaan insani, mendekatkannya kepada tingkatan malaikat, mengurangi naluriah kebinatangan yang menyertainya dari asal penciptaan, dan memberinya ‘santapan’ dengan makna-makna samawiyah yang suci. Sebab, Islam memandang manusia sebagai makhluk pertengahan yang mempunyai potensi untuk menjadi suci seperti malaikat dan menjadi kotor seperti hewan, memiliki anatomi yang menggabungkan lumpur bumi dan cahaya langit. Ia juga diberi akal, kehendak serta kemampuan untuk membedakan (yang baik dan yang buruk), agar ia berbahagia di dua kehidupan: dunia dan akhirat, atau celaka di keduanya.

Setiap ibadah dalam Islam yang dilaksanakan dengan cara yang disyari’atkan atau dengan maknanya yang hakiki akan berpengaruh dalam jiwa, yang pengaruhnya berbeda - beda sesuai perbedaan para hamba (Abidin) dalam hal shidqut tawajjuh (kejujuran niat), konsentrasi hati, dan menghayati hubungan dengan Dzat yang disembah.

Apabila berbagai macam peribadatan itu tidak berpengaruh dalam berbagai aktifitas lahir manusia, hal itu adalah ibadah yang kosong, atau jasad tanpa ruh.

Hati umat Islam menjadi keras dan mereka bermalas-malasan untuk menjalankan kewajiban mereka sehigga mereka menjadi sasaran empuk bagi musuh-musuh mereka di berbagai bidang, tidak lain karena mereka jauh dari petunjuk agama mereka dan mereka kurang menghayati apa yang mereka ucapkan dan kerjakan berulang-ulang berupa rukun-rukun Islam dan syiar-syiarnya. Akibatnya, peribadatan-peribadatan tersebut bagi banyak orang hanya sekedar kebiasaan belaka. Seandainya mereka menghayati apa yang mereka ucapkan dan yang mereka perbuat dengan penghayatan yang benar, niscaya wajah bumi ini telah berubah, dan muka bumi ini penuh dengan indahnya kebenaran, menggantikan buruknya kebatilan.

Begitulah,.. puasa memang memiliki hikmah-hikmah yang nyata, rahasia-rahasia yang indah, dan berbagai pengaruh yang sangat besar terhadap pribadi dan masyarakat.

Cukup sudah untuk menganjurkan berpuasa dan mengajak kepadanya, bila dikatakan kepada seorang muslim, “Sesungguhnya Alloh memerintahkan kepadamu untuk berpuasa.” Tanpa menyebutkan manfaat-manfaat puasa, pengaruh-pengaruh, hikmah-hikmah dan rahasia-rahasianya. Karena puasa adalah syariat rabbani ilahi, yang berasal dari rabb sebagai konsekuensi rububiyah dan ilahiyah-Nya. Alloh swt berhak membebankan kepada hamba-hamba-Nya apa yang dikehendaki-Nya dan mereka wajib mentaati perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya.

Tetapi kebutuhanlah yang mendorong untuk menjelaskan sebagian rahasia, hikmah, faidah dan pengaruh yang dihasilkan bulan puasa. Allah swt memberitahukan kepada kita dalam banyak ayat dari kitab-Nya tentang rahasia-rahasia syariat-Nya dan faidah-faidahnya, untuk mengasah akal agar berpikir dan beramal serta memahami bahwa syariat Ilahi yang abadi ini tidaklah ditetapkan melainkan untuk merealisasikan kemaslahatan bagi manusia atau menghilangkan kemudharatan dari mereka, dan agar sambutan jiwa terhadap agama ini semakin menguat.

Perhatikanlah firman Allah swt, ketika mengajarkan kepada kita adab meminta izin untuk memasuki rumah, bagaimana Dia menutup hal itu dengan firmanNya, “... itu lebih suci bagi hatimu...”{Qs. Al-Ahzab (33) : 53}.

Bahkan ketika memerintahkan kepada kita supaya berpuasa, Allah SWT menyebutkan hikmah dan manfaatnya yang dihimpun dengan satu kata dari firman-Nya yang merupakan mukjizat.

Alloh berfirman, yang artinya: “Hai orang -orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang (umat) sebelum kamu agar kamu bertaqwa.” {Qs. Al-Baqarah (2) : 183}.

Taqwa adalah inti hikmah dari disyariatkannya berpuasa.

Bahkan perhatikan sabda Rasulullah saw tentang adab berpuasa. “Puasa adalah perisai, maka jika pada hari salah seorang kalian sedang berpuasa, janganlah ia berkata keji / janganlah berbuat keributan, dan jangan pula berbuat bodoh.” (Muttafaq Allaih).

Beliau terlebih dahulu mengemukakan hikmah berpuasa, kemudian menerangkan adab-adabnya, agar lebih mendalam pengaruhnya.

Selama Islam tidak mengingkari akal, tidak berbicara kepada manusia kecuali dengan apa yang selaras dengan pikiran yang sehat, dan tidak memerintahkan suatu syariat pun melainkan apabila kemaslahatannya meliputi amal tersebut, maka wajarlah apabila kita memperhatikan rahasia-rahasia tasyri dan menjelaskan faidah-faidahnya.

Jika Allah SWT memberikan taufik seperti dalam pembicaraan ini supaya dada orang-orang yang beriman terbuka untuk mengerjakan kewajiban berpuasa, dan mereka diberi ketenangan tentang suatu hikmah-hikmah berpuasa, rahasia-rahasianya dan pengaruhnya, maka itu menjadi faktor terbesar untuk mengerjakan berpuasa menurut rencana yang lebih sempurna.

Puasa berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya. Karena puasa mampu menahan dari memperturutkan hawa nafsu yang merupakan akar bencana yamg menimpa ruh dan badan, serta memutuskan induk anggota tubuh dari pokok kesenangan.

Tidak ada pendidik manusia sepeti halnya menahan gejolaknya naluri dalam dirinya dan membatasi kekuasaan hawa nafsu padanya.

Bahkan itu pada hakikatnya adalah kemenangan baginya dalam menghadapi faktor-faktor yang memperdayakan dirinya dan menjauhkannya dari kesempurnaan.

Sebagaimana halnya dalam pendidikan seorang anak kecil yang sewaktu-waktu harus ditindak tegas dan diberi sanksi dengan larangan pada hal-hal yang disenanginya, maka sudah seharusnya pula dalam pendidikan agama bagi orang-orang dewasa agar mereka ditindak dengan tegas, baik dalam waktu-waktu yang berdekatan, seperti waktu-waktu shalat. “Dan sesungguhnya itu sangat berat kecuali bagi orang-orang yang khusyu”. {Qs. Al-Baqoroh (2) : 45}.

Atau berjauhan, seperti bulan Ramadhan. Sebab satu bagian dari 12 bagian dalam hukum perbandingan kuantitas adalah sedikit. Tetapi itu adalah kemudahan Islam yang tiada kemudahan sesudahnya, dan kemurahan Islam, yang tiada kemurahan sesuatu darinya.

Puasa membuat perut lapar tapi membuat ruh kenyang, melemahkan badan tapi menguatkan hati, menurunkan kelezatan tapi menaikkan jiwa. Dalam ibadah puasa, seorang mukmin menemukan kesempatan untuk bermunajat kepada Tuhan-Nya, berkomunikasi dengan-Nya, datang kepada-Nya, senang mengingat-Nya dan membaca kitab-Nya.

Ini sebagian rahasia dan pegaruh berpuasa, serta inilah yang dipahami oleh As-Salafus Shalih tentang makna puasa. Dengan itulah mereka menjadi “Mukjizat Islam” dalam berakhlak dengannya. Sehingga manusia tidak pernah melihat orang yang menyamai ketinggian jiwa mereka, kemuliaan tujuan mereka, ketinggian cita-cita mereka, kecemerlangan jiwa mereka, kelurusan hati mereka dan keluhuran akhlak mereka.

Bukankah manusia pada hari ini sangat membutuhkan semisal generasi ini atau yang mendekatinya? Bahkan bukankah masyarakat muslim sangat membutuhkan kepada jiwa-jiwa seperti itu?

Tentu, tentu dan tentu saja.

Referensi : Bulletin Dakwah Indah, Edisi: 03, 22 Sya’ban 1427 H.


- Peringatan

Sebagian orang apabila datang bulan Ramadhan, mereka bertaubat, mendirikan shalat dan melaksanakan ibadah puasa. Namun jika Ramadhan lewat mereka kembali meninggalkan shalat dan melakukan perbuatan maksiat. Mereka inilah seburuk-seburuk manusia, karena mereka tidak mengenal Alloh kecuali dibulan Ramadhan saja. Tidakkah mereka tahu bahwa pemilik bulan-bulan itu adalah Satu, berbagai bentuk kemaksiatan adalah haram di setiap waktu dan Alloh Maha Mengetahui setiap gerak-gerik mereka dimana saja dan kapan saja. Maka sebaiknya mereka cepat-cepat bertaubat nashuha, yakni dengan meninggalkan berbagai bentuk kemaksiatan, menyesalinya dan bertekad untuk tidak mengulanginya di masa mendatang, sehingga taubatnya diterima Alloh dan diampuni segala dosanya. Alloh Ta’ala berfirman, yang artinya : “... Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Alloh, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.;’ {Qs. An-Nur (24) : 31}.

Dan dalam ayat yang lain Alloh Ta’ala berfirman (yang artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu menghapus kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam Surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. ...” {Qs. At-Tahrim (66) : 8}.

Barangsiapa mohon ampunan kepada Alloh dengan lisannya, tetapi hatinya tetap terpaut dengan kemaksiatan dan bertekad untuk kembali melakukannya selepas Ramadhan, lalu dia benar-benar melaksanakan niatnya tersebut, maka puasanya tertolak dan tidak diterima.

(Risalah Ramadhan, Abdullah bin Jarullah bin Ibrahim Al Jarullah, Yayasan Al-Sofwa).

05 September 2009

Adab-Adab Berpuasa

Ketahuilah bahwa puasa itu mempunyai banyak sekali adab, di mana puasa akan menjadi sempurna dan utuh apabila adab-adab tersebut dilaksanakan. Adab-adab itu terbagi menjadi dua; ada yang bersifat wajib yang memang harus dijaga oleh orang-orang yang berpuasa, dan ada adab-adab yang bersifat disukai (sunnah) yang sebaiknya dijaga dan dipelihara oleh orang yang berpuasa.

Adab-adab yang wajib itu di antaranya adalah:

1. Menjalankan Shalat Fardhu.

Seorang yang berpuasa harus benar-benar melaksanakan segala yang diwajibkan oleh Allah atasnya, baik ibadah ucapan (Qouliah) maupun perbuatan (fi’liyah). Yang terpenting di dalamnya adalah shalat fardhu lima kali, yang merupakan rukun Islam yang paling ditekankan sesudah syahadatain. Ia wajib menjaganya, melaksanakan setiap rukun-rukunnya, kewajiban-kewajibannya dan syarat-syaratnya. Ia harus melaksanakan tepat pada waktunya dengan berjamaáh di masjid bagi laki-laki. Mengabaikan shalat berarti menafikan taqwa dan mengharuskan diterimanya sanksi dari Allah, sebagaimana firman-Nya, (yang artinya): “Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, Maka mereka kelak akan menemui kesesatan, Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun” {Qs. Maryam (19) : 59-60}.

Di antara orang yang berpuasa itu ada yang mengabaikan sholat berjamaáh, padahal ini menjadi kewajibannya. Allah telah memerintahkannya dalam kitab-Nya dengan berfirman, (yang artinya): “Dan apabila kamu berada ditengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, Maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu dan menyandang senjata, Kemudian apabila mereka (yang shalat besertamu) sujud (telah menyempurnakan serakaat), Maka hendaklah mereka pindah dari belakangmu (untuk menghadapi musuh) dan hendaklah datang golongan yang kedua yang belum shalat, lalu shalatlah mereka denganmu, dan hendaklah mereka bersiap siaga dan menyandang senjata. ....” {Qs. An-nisa’(4) : 102}.

Allah menyuruh kita untuk mengerjakan shalat secara berjamaáh dalam keadaan perang dan ketakutan sekalipun. Maka dalam keadaan tenang dan aman, perintah ini lebih tegas lagi tentunya.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. bahwa ada seorang lelaki buta berkata: “Ya Rasulullah, aku tidak punya penuntun yang bisa membawaku ke masjid. “beliau kemudian memberikan keringanan (rukhshah) kepadanya. Namun ketika orang itu berpaling, beliau pun memanggilnya dan bertanya: “apakah kamu mendengar panggilan (adzan) untuk shalat? Ia menjawab: “Ya.”Nabi lalu bersabda, “kalau begitu, penuhi panggilan itu”. [HR. Muslim].

Rasulullah tidak memberikan keringanan/rukhshah kepadanya untuk meninggalkan shalat berjamaáh, padahal ia adalah seorang lelaki yang buta, dan ia pun tidak punya penuntun yang bisa membawanya ke masjid.

2. Menjauhi Semua Larangan Yang Diharamkan Oleh Allah Dan Rasul-Nya.

Di antara hal yang harus dijauhi oleh orang yang berpuasa adalah:

a. Perbuatan Dusta.

Yaitu menyatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Yang paling besar dosanya adalah berdusta terhadap Allah dan Rasul-Nya, seperti menisbahkan sesuatu kepada Allah dan Rasul-Nya mengenai penghalalan yang haram atau pengharaman yang halal tanpa dasar ilmu. Allah berfirman, (yang artinya) “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta “Ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit, dan bagi mereka azab yang pedih”. {Qs. an-Nahl (16) : 116-117}.

Dalam Shahihain disebutkan hadits dari Abu Hurairah ra. dan lainnya bahwa Nabi saw bersabda,
“Siapa yang dengan sengaja berdusta dengan mengatas namakan kami, maka silahkan ia memasang tempat duduknya di neraka”.

b. Ghibah.

Yaitu mengatakan sesuatu yang tidak disukai oleh saudaranya manakala ia tidak ada di hadapannya, apakah yang disebut itu berkenaan dengan cacat fisiknya, seperti pincang, buta sebelah matanya atau buta semua matanya dalam bentuk mencacatkan dan mencela, atau berkenaan dengan sifat perilakunya seperti tolol, bodoh, fasik dan semisalnya; apakah yang dikatakan memang sesuai dengan yang ada maupun tidak. Sebab, Nabi ketika ditanya tentang ghibah, maka beliau menjawab, “Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang ia benci. “ditanyakan kepada beliau, “Bagaimana pendapat baginda jika apa yang saya katakan memang ada pada diri saudaraku? Beliau menjawab “Jika apa yang engkau katakan itu ada pada dirinya, maka engkau meng-ghibahnya, dan jika apa yang kamu katakan itu tidak ada pada dirinya, maka engkau telah berbuat kebohongan terhadapnya”. [HR. Muslim].

Allah swt sendiri juga melarang perbuatan ghibah ini dalam al-Qur’an serta menyerupakannya dengan bentuk yang sangat buruk: yaitu menyerupakannya dengan seseorang yang rela memakan daging bangkai saudaranya sendiri. Allah berfirman, (yang artinya): “... Janganlah sebagian kalian menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang diantara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. ...” {Qs. Al-Hujurat (49) : 12}.

c. Namimah

Namimah ialah mengadu domba atau menyebar fitnah, yaitu mengutip perkataan seseorang terhadap orang lain untuk merusak hubungan antara keduanya. Ini merupakan bagian dari dosa-dosa besar. Rasulullah pernah bersabda:
“Tidak akan masuk syurga orang yang suka namimah". [Mutafaq ‘alaih]

Dalam shohihain disebutkan hadist dari Ibnu Abbas ra. bahwa suatu ketika Nabi saw melewati sebuah kuburan lalu berkata: “Sungguh kedua penghuni kubur itu sedang diadzab, namun keduanya tidaklah diadzab karena sesuatu yang memberatkan mereka. Salah satunya diadzab karena tidak membersihkan diri dari air kencing, sedangkan yang satunya lagi suka berjalan kian kemari dengan menyebarkan fitnah dan adu domba.”

Namimah merupakan kerusakan bagi individu maupun masyarakat, membuat terpecahnya kaum muslimin, serta membuat saling bermusuhan. Allah berfirman, (yang artinya): “Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah lagi hina, yang banyak mencela, yang kian kemari menyebarkan fitnah”. {Qs. Al-Qalam (68) :10-11}.

d. Al-Ghisy.

Al-Ghisy ialah perbuatan menipu dan curang dalam segala macam muamalah, baik dalam berdagang, sewa-menyewa, membuat sesuatu, memberikan jaminan, serta dalam hal saling menasihati dan musyawarah. Rasulullah berlepas diri dari perbuatan menipu dan curang.

Rasulullah bersabda:
“Siapa yang berbuat curang dan menipu kami, maka bukan bagian dari kami”. [HR. Muslim].

e. Alat-Alat Musik.

Selanjutnya ia harus juga menjauhi alat-alat musik, yang merupakan alat permainan dan dan hiburan dengan segala macam jenisnya, seperti kecapi, rebab, gitar, biola, piano, dan sebagainya.
Nabi telah memperingatkan agar menjauhi alat-alat musik serta menyandingkannya dengan zina. Beliau bersabda, “Akan ada dari kalangan umatku suatu kaum yang menghalalkan ‘kemaluan’ (zina) dan sutera serta menghalalkan khomr dan alat-alat musik”. [HR. Bukhari].
-----------------
Ya Allah, peliharalah agama kami, dan halangi anggota badan kami dari perbuatan yang membuat-Mu murka. Ampunilah kami, kedua orang tua kami dan seluruh kaum muslimin dengan rahmat-Mu, wahai pemberi rahmat yang terbaik. Semoga Allah mencurahkan rahmat dan kedamaian kepada Nabi Muhammad, serta kepada keluarga dan para sahabat seluruhnya.
-----------------

Stop Press ...

Enam Perkara Penyempurna Puasa

  1. Menundukkan pandangan serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci Alloh swt.
  2. Menjaga lisan dari berbicara tidak karuan, menggunjing, mengadu domba dan berdusta.
  3. Menjaga pendengaran dari mendengarkan setiap yang haram atau tercela.
  4. Menjaga anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa.
  5. Hendaknya tidak memperbanyak makan.
  6. Setelah berbuka, hendakya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah swt, ataukah ditolak sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah.

Referensi :
  1. Buletin Al- Huda.
  2. Digital Quran ver 3.2, http://www.geocities.com/sonysugema2000/